Jumat, 08 November 2013

Akurasi Data Surplus Beras

Akurasi Data Surplus Beras
Kadir  ;  Staf Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS
KORAN JAKARTA, 08 November 2013


Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data produksi padi nasional pada awal bulan November. Produksi padi tahun ini diperkirakan mencapai 70,87 juta ton gabah kering giling (GKG). Dibanding pencapaian produksi pada tahun lalu, angka ini menunjukkan kenaikan 1,81 juta ton (2,62 persen). Perkiraan produksi padi yang dirilis BPS disebut Angka Ramalan (Aram) II, yang merupakan hasil penjumlahan realisasi produksi caturwulan I dan II dengan ramalan produksi caturwulan III. 

Produksi caturwulan I dan II angka nal yang menunjukkan pencapaian sepanjang Januari¡VAgustus, sementara angka produksi caturwulan III perkiraan September¡VDesember yang masih bisa berubah. Kendati perkiraan, Aram II sebetulnya sudah cukup menggambarkan produksi tahun ini. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata deviasi atau penyimpangan Aram II terhadap angka tetap (atap) hanya 0,43 persen. Selain itu, sekitar 78 persen produksi padi dalam setahun dihasilkan sepanjang Januari¡VAgustus. Meski terjadi kenaikan signi kan, produksi padi tahun ini sebetulnya masih jauh dari target yang dipatok pemerintah sebesar 72,06 juta ton atau setara dengan 40,51 juta ton beras. Dengan angka produksi sebesar ini, surplus beras nasional diperkirakan bakal mencapai 7,49 juta ton (Kementan, 2013). 

Ihwal pencapaian target surplus 10 juta ton beras tahun depan, Aram II tampaknya kian mempertegas kerisauan banyak kalangan bahwa target ambisius pemerintah terancam tak tercapai. Swasembada beras tahun ini mungkin saja terpenuhi, namun surplus produksi sebesar 10 juta ton sepertinya terlalu berat dicapai. Seandainya target produksi tahun ini berhasil dicapai, pemerintah tinggal meningkatkan sebesar 4,5 juta ton (6,25 persen) tahun depan. Dengan demikian, produksi padi nasional 2014 bisa 76,57 juta ton atau setara 43,05 juta ton beras. Surplus 10 juta ton beras bakal tercapai. Sayang, skenario indah ini tampaknya sulit terwujud. Betapa tidak, dengan produksi tahun ini “hanya” 70,87 juta ton, beban pemerintah kian berat. Konsekuensinya, tahun depan, peningkatan produksi harus digenjot hingga mencapai 5,7 juta ton (8,04 persen). 

Tentu saja ini sangat berat. Statistik menunjukkan kenaikan produksi padi dalam setahun tak pernah menyentuh angka sebesar itu. Ini bukannya pesimistis, tapi faktanya, untuk menggenjot peningkatan produksi 5 persen saja sudah ngos-ngosan. Hal ini tecermin dari peningkatan produksi yang hanya 2,62 persen dari target 4,36 persen. Akurasi Perhitungan surplus beras amat bergantung pada akurasi data. Surplus beras diperoleh dari hasil pengurangan produksi dan kebutuhan nasional. Karena itu, perhitungan surplus juga harus dielaborasi dari sisi konsumsi, bukan hanya dari sisi produksi. 

Selama ini, perhitungan surplus pemerintah menggunakan angka konsumsi 139,15 kilogram per kapita per tahun yang diasumsikan terus menurun secara konsisten sebesar 1,5 persen per tahun sejak tahun 2010. Surplus beras untuk tahun ini diperkirakan 6,8 juta ton yang dihitung dari asumsi konsumsi beras per kapita 132,98 kilogram per tahun dan kebutuhan beras nasional untuk 248,33 juta penduduk mencapai 33,02 juta ton. Sebetulnya, pada tahun 2012, angka konsumsi beras per kapita terbaru telah dihasilkan BPS. Angkanya jauh lebih rendah dari perkiraan pemerintah sekitar 114 kilogram per kapita per tahun. Meski belum dirilis sebagai statistik resmi, angka terbaru telah banyak digunakan berbagai kalangan dan dianggap lebih akurat karena dihasilkan melalui survei khusus yang juga menangkap konsumsi beras di luar rumah (warung, hotel, dan restoran) yang dilakukan rumah tangga dan penggunaan beras oleh industri pengolahan makanan. 

Anehnya, bila menggunakan angka konsumsi beras per kapita sebesar 114 kilogram per tahun, surplus beras tahun ini berdasarkan Aram II ternyata sudah lebih dari 10 juta ton. Artinya, pemerintah sebetulnya tak perlu risau bahwa terget surplus 10 juta ton beras pada 2014 gagal tercapai. Toh, pada tahun ini pun, surplus beras sudah lebih dari 10 juta ton. Keanehan tersebut sebetulnya mengon rmasi bahwa data produksi padi overestimate alias “ketinggian” karena perhitungan luas panen tak didasarkan pada objective measurement atau survei statistik. Sebelumnya, hasil padi dihitung dengan mengalikan produktivitas (produksi per hektare) dan luas panen. Dalam praktik, BPS menghitung produktivitas berdasarkan hasil survei statistik bersama dinas pertanian (mantri pertanian). Sementara itu, penghitungan luas panen dilakukan mantri pertanian secara konvensional, di antaranya perkiraan berdasarkan penggunaan air dan pupuk. 

Ada juga informasi dari aparat desa serta metode pandangan mata (eye estimate) yang ditengarai merupakan kontributor utama terjadinya overestimate pada perhitungan luas panen. Overestimate pada data luas panen sebetulnya sudah lama disadari. Hasil survei yang dilaksanakan BPS pada 1996 hingga1997, misalnya, menunjukkan bahwa perhitungan luas panen oleh mantri pertanian di Pulau Jawa overestimate sekitar 17 persen. Karena itu, pemerintah segera memperbaiki akurasi data produksi padi. 

Di tengah kemajuan teknologi, sudah saatnya data luas panen dikumpulkan melalui objective measurement. Misalnya, dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Dengan demikian, surplus yang terjadi bukan sekadar angka-angka di atas kertas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar