DALAM
beberapa tahun terakhir, kebijakan luar negeri China mengalami perubahan
sangat dramatis.
Seiring pertumbuhan ekonominya
yang melaju pesat, China pun terus memperkuat otot militernya. Kini China
bahkan sangat intens mengembangkan blue water navy guna
melindungi jalur perdagangannya di seluruh dunia. Bagi China, jalur perdagangan
yang aman adalah penting guna menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonominya.
Namun, perubahan kebijakan China
telah memicu kekhawatiran para tetangganya. Walaupun China bersikeras bahwa
pembangunan militernya untuk tujuan damai, negara-negara di sekitarnya
menganggap sebaliknya. Buktinya berdasar peta nine-dotted line, China
mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan. Tak aneh ketika Asia
Tenggara mengalami apa yang disebut security dilemma.
Filipina dan Vietnam yang
memiliki klaim yang sama atas beberapa pulau di Laut China Selatan adalah
dua negara yang paling serius menghadapi dilema ini. Mereka khawatir sikap
China yang tak kenal kompromi hanya akan memperburuk situasi. Dalam
beberapa tahun terakhir ini saja telah beberapa kali terjadi bentrokan
antara kapal-kapal China dengan Filipina dan Vietnam. Walaupun insiden
tersebut belum menjurus ke konflik terbuka, sulit disangkal bahwa situasi
di Laut China Selatan tidak semakin memanas.
Walaupun Declaration of Conduct
telah disepakati pada tahun 2002, ketegangan tetap tak terelakkan. Situasi
inilah yang mengubah konfigurasi diplomasi pertahanan negara-negara di
kawasan ini. ASEAN memang bukan pakta militer, tetapi sulit ditepis
organisasi ini kerap dimanfaatkan sebagai penangkal beragam ancaman. Sejak
berdiri 1967, sudah tak terhitung kontribusi ASEAN dalam membantu
menciptakan stabilitas kawasan.
Diplomasi pertahanan
Namun, kali ini situasi yang
dihadapi benar-benar berbeda. Keinginan Filipina agar ASEAN bersatu
menghadapi China mendapat tentangan. Sebagai tuan rumah KTT ASEAN 2012,
Kamboja dengan tegas menolak usulan Filipina agar masalah Scarborough Shoal
masuk ke dalam komunike bersama ASEAN. Terlepas dari ada atau tidaknya
tekanan China, yang pasti fakta ini mengindikasikan mulai memudarnya
solidaritas ASEAN.
Filipina dan Vietnam pun bereaksi dengan berpaling dan
mendekatkan diri ke AS. Hal ini menyebabkan keinginan ASEAN menjadikan Asia
Tenggara zona damai tanpa intervensi asing terkendala. Sebagai negara
terbesar dan pemimpin alamiah di kawasan, pengaruh Indonesia pun kian
memudar. Sebaliknya, China dan AS kian dominan.
Sebagai negara terpenting di
kawasan, Indonesia harus segera ambil inisiatif. Cara paling efektif, lewat
diplomasi pertahanan (defense diplomacy). Selain dapat mengikis kesan
sebagai negara yang kurang solider, diplomasi pertahanan juga dapat
meningkatkan kepercayaan terhadap Indonesia sebagai honest
broker dalam rangka menjaga stabilitas kawasan. Multilateral Naval
Exercise Komodo 2014 yang akan digelar awal April 2014 pada dasarnya adalah
implementasi dari diplomasi pertahanan sebagai bagian dari geostrategi
Indonesia yang perlu terus dikembangkan.
Latihan bersama yang melibatkan
AL 17 negara sahabat di Laut Natuna memiliki beberapa tujuan strategis.
Pertama, kesempatan TNI AL sebagai AL kelas dunia menunjukkan kelasnya
menangani latihan berskala internasional yang melibatkan banyak negara.
Kedua, mempertegas komitmen Indonesia jadi front
liner sekaligus defender dalam upaya menjaga stabilitas
kawasan. Ketiga, peluang Indonesia mengembalikan kredibilitas sehingga
layak kembali disebut pemimpin alamiah kawasan.
Pada tataran geopolitik, aspek
terpenting adalah dilibatkannya China dalam latihan besar-besaran ini.
Keputusan melibatkan China merupakan langkah tepat dan strategis. Mengapa?
Karena latihan ini bisa menjadi ajang pemecah kebekuan di mana perwira
negara-negara ASEAN dan China bisa berinteraksi, saling mengenal, dan
bertukar pikiran guna membangun saling pengertian yang pada gilirannya
dapat menurunkan suhu ketegangan.
Multilateral Naval Exercise
Komodo 2014 juga bisa digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan
bahwa ASEAN masih solid. Hal ini penting untuk meyakinkan pihak mana pun
bahwa ancaman bagi salah satu negara pada dasarnya adalah ancaman bagi
seluruh ASEAN.
Secara paralel, TNI khususnya,
TNI AL harus terus mengasah taji. Bersama komponen utama lain, TNI AL harus
siap sewaktu-waktu diterjunkan ke arena pertarungan. Dengan kata lain, TNI
harus siap mendukung kebijakan luar negeri yang ditetapkan dengan cara dan
risiko apa pun. Pendek kata, TNI harus kuat, profesional, dan bisa
diandalkan. Ke depan, TNI harus dibangun tidak hanya untuk melindungi
kepentingan sendiri, tetapi juga negara tetangga ketika mereka dalam
kesulitan dan memerlukan bantuan. Semua hanya demi satu tujuan:
terpeliharanya stabilitas kawasan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar