Sabtu, 23 November 2013

Di Laut Kita Sejahtera

Di Laut Kita Sejahtera
Abdul Halim  ;   Sekretaris Jenderal KIARA; Alumnus Prodi Magister Ilmu Hubungan Internasional Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina, Jakarta
KORAN SINDO,  23 November 2013



Hari Perikanan Sedunia 2013 kembali diperingati tiap tanggal 21 November. Momentum ini dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan seantero bumi untuk menegaskan pentingnya memelihara keberlanjutan sumber daya ikan bagi kehidupan umat manusia. Apalagi 10–12% jumlah populasi dunia bergantung pada sektor perikanan. 

Hampir 55 juta jiwa bekerja di sektor perikanan skala kecil (FAO, 2012), tak terkecuali 95% pelaku perikanan di Indonesia. FAO (2012) menyebut tiga tren pengelolaan sumber daya perikanan dunia. Pertama, kenaikan permintaan ikan dan produk olahannya. Sebanyak 128 juta ton ikan dialokasikan untuk pemenuhan pangan. Dari jumlah itu, 47%-nya merupakan kontribusi perikanan budi daya. Sementara kebutuhan konsumsi penduduk dunia per kapita per tahun sebesar 18,4 kg. 

Kedua, peningkatan produksi perikanan budi daya. Pada 2010 jumlah produksi perikanan budi daya mencapai 59,9 juta ton dari total produksi perikanan dunia yakni 148,5 juta ton dengan nilai USD199 miliar. Pertumbuhan produksi ini ratarata 8,8% per tahun. Dari jumlah ini, China menyumbang lebih dari 60%. 

Ketiga, lonjakan pertumbuhan perdagangan ikan dan produk olahannya di dunia. Pada 2010 perdagangan ikan dunia bernilai USD109 miliar. Sebesar 38%-nya didapat dari aktivitas ekspor. China menjadi eksportir ikan dunia dengan nilai lebih dari USD13,3 miliar. Menariknya, lebih dari 50% ikan yang dihasilkan adalah hasil produksi negara-negara berkembang. Tiga tren perikanan ini mengandaikan kehadiran tata kelola yang bertanggung jawab. Tanpa hal ini, warga dunia akan dihadapkan pada krisis ikan akibat perilaku tamak dan barbarnya.

Ancaman 

Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat beberapa ancaman terhadap keberlanjutan sumber daya ikan. Pertama, pencemaran laut. Hingga 2011 tercatat seluas 23,3 juta laut Indonesia tercemar oleh aktivitas industri pertambangan dan pengolahan ikan. Kondisi ini diperburuk dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut. 

Kedua, pemakaian alat tangkap merusak trawl. Selain merusak kelestarian ekosistem laut, praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan berujung pada konflik di tingkat akar rumput. Sepanjang 2012 terdapat sedikitnya 300 kapal dengan tonase 28-30 GT yang memasang alat tangkap trawl atau double pair trawlyang beroperasi di perairan tanjung Balai-Asahan, Sumatera Utara (FKNI, 2012). 

Ironisnya, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat tidak menindaklanjuti laporan nelayan tradisional yang ikut menangkap kapal pemakai trawl. Pada 2013 dua nelayan tradisional terenggut nyawanya di Langkat, Sumatera Utara. Praktik pemakaian trawl juga mudah dijumpai di Jawa Tengah dan Kalimantan Utara. 

Faktor lain yang menjadikan maraknya pemakaian trawladalah kebijakan negara terkait pengelolaan perikanan, intimitas pengusaha perikanan dengan aparat penegak hukum yang berimbas kepada mandulnya penegakan hukum. 

Ketiga, pencurian ikan. Sepanjang 2001–2013 terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu, 60% lebih atau 3.782 kasus terjadi hingga November 2012. Ironisnya, menteri kelautan dan perikanan justru mengesahkan aturan yang membolehkan alih muatan (transhipment). 

Belakangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 26/ PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/ 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tidak menyelesaikan permasalahan pencurian ikan di Indonesia. Ini karena: (i) kewajiban memasang VMS (vessel monitoring system) untuk kapal 30 GT dan asing dilonggarkan; (ii) alih muatan(transhipment) masih diperbolehkan; dan (iii) ada pengecualian terhadap komoditas tuna segar untuk tidak diwajibkan diolah di dalam negeri. 

Aturan ini jelas merugikan bangsa Indonesia. Lebih parah lagi, aturan tersebut tetap berpotensi melanggar mandat Pasal 25B ayat (2) Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, ”Pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional”. 

Tiga Solusi 

Peningkatan konsumsi ikan nasional sebesar 28 kg/kapita per tahun (2008) menjadi 35,14 kg/kapita per tahun (2013) menggambarkan kian strategisnya sumber daya ikan bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Ia tak bisa lagi dipandang sebatas komoditas ekspor, melainkan juga erat terkait dengan politik, budaya, dan religiusitas masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, upaya yang mesti ditempuh adalah bersikap arif dalam mengelola sumber daya ikan yang tercermin di dalam pola kebijakan perikanan nasional. 

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014, anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan ditetapkan Rp5,601 triliun. Anggaran itu menurun 20% jika dibandingkan dengan APBN Perubahan 2013 yang sebesar Rp6,979 triliun. Penurunan anggaran kelautan dan perikanan berlangsung ketika total anggaran belanja negara dinaikkan 5,2% yakni Rp1.816,7 triliun atau naik 5,2% dari pagu belanja negara pada APBN-P 2013 yang sebesar 6,979 triliun. 

Keputusan ini cermin tidak sinkronnya kesadaran dan tindak-tanduk pemimpin nasional. Berkarakter maritim, tetapi masih bias daratan. Karena itu, penting untuk direorientasi. Terakhir, pada 2008 terdapat 8.858.315 ton jumlah volume produksi perikanan di Indonesia (terdiri atas 5.003.115 ton perikanan tangkap dan 3.855.200 ton perikanan budi daya). 

Namun, pada 2012 jumlahnya meningkat menjadi 15.504.747 ton, mencakup 5.829.194 ton perikanan tangkap dan 9.675.553 ton perikanan budi daya. Peningkatan angka produksi perikanan ini haruslah diarahkan untuk: (i) menyejahterakan pelaku perikanan Indonesia, khususnya masyarakat nelayan, dengan model ekonomi kerakyatan, misalnya kerja sama BUMN dengan organisasi-organisasi nelayan; (ii) mengubah orientasi ekspor dengan memaksimalkan potensi demografi dalam negeri seperti yang kini dilakukan oleh China; dan (iii) menghidupkan kemandirian sektor perikanan nasional melalui reaktivasi BUMN perikanan. 

Selamat Hari Perikanan Sedunia 2013! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar