Seabad yang lampau, di bulan November, Alfred
Russel Wallace berpulang. Namanya punya ikatan yang kuat dengan negeri ini,
sekurang-kurangnya karena tiga alasan. Pertama, Wallace melakukan
penelitian alam selama bertahun-tahun di sebagian wilayah Nusantara. Kedua,
dari penelitian inilah Wallace memikirkan apa yang juga dipikirkan oleh
Charles Darwin, yang kemudian melahirkan teori evolusi. Ketiga, namanya
terpatri hingga kini sebagai Garis Wallace--sebuah penghormatan atas
keperintisannya dalam bidang zoogeografi.
Terilhami
oleh kisah perjalanan Alexander von Humboldt, Charles Darwin, maupun
William Henry Edwards ke rimba Amazon dan Galapagos, Wallace muda bertekad
mengunjungi kawasan di Amerika Selatan itu. Ini adalah wilayah impian para
naturalis, dan, seperti dalam surat kepada sahabatnya, Henry Bates, Wallace
bermaksud "mengumpulkan fakta-fakta untuk memecahkan asal-usul
spesies". Bersama Bates, Wallace mendatangi wilayah itu berbekal
pengalaman sebagai amateur entomologist.
Kendati
dalam perjalanan pulang ke Inggris kapalnya terbakar di tengah lautan, yang
melenyapkan sebagian besar catatan penelitiannya, Wallace mampu
merampungkan enam tulisan akademis. Salah satunya ialah On the Monkeys of
the Amazon dan dua buah buku, Palm Trees of the Amazon and Their Uses dan
Travels on the Amazon. Karya-karya inilah yang membukakan pintu panggung
intelektual Inggris bagi Wallace, dan namanya mulai dikenal oleh para
naturalis masa itu.
Baginya,
Amazon tak cukup. Hindia Timur menjadi tujuan impian berikutnya. Berangkat
pada usia 31 tahun (1854), Wallace berada di Nusantara dalam waktu yang
lama, hingga 1862. Ia mengumpulkan lebih dari 125 ribu spesies hewan dan
tanaman--sekitar 1.000 di antaranya merupakan spesies baru pada masa itu.
Catatan studinya diterbitkan sebagai The Malay Archipelago (1869)--dapat
dikatakan ini merupakan catatan akademis yang sangat populer pada abad
ke-19.
The
Malay Archipelago dicetak berulang kali hingga menjelang akhir abad ke-20,
dan kini orang bisa mengaksesnya di Proyek Gutenberg. Wallace berperan
sangat penting dalam mengabarkan kepada dunia betapa kaya kawasan Hindia
Timur ini sebagai sumber ilmu pengetahuan. Naturalis yang lebih senior,
seperti Darwin dan Charles Lyell, mulai merujuknya-pengakuan yang
memperkuat posisinya di panggung intelektual Eropa.
Beragam
spesies itu membuat Wallace memikirkan ulang pemikiran sebelumnya. Dari
kawasan Ternate, sebagai junior, Wallace mengirim surat dan esai mengenai
evolusi alam kepada Darwin di London (1858). Surat-surat dari Ternate ini
membikin Darwin terhenyak dan menyadari keserupaan ide Wallace dengan
gagasannya sendiri. Darwin bergegas menerbitkan buku pentingnya, On the
Origin of Species. Meski sempat menulis joint-paper bersama Darwin tentang
evolusi, nama Wallace lama tak disebut.
Namun
momen historis ini mulai diungkap. Sejarawan sains maupun para natural
saintis mulai mengakui kontribusi penting Wallace terhadap perumusan
gagasan evolusi dan seleksi alam. Penghargaan terhadap ilmuwan yang rendah
hati itu kini tersemat dalam atribusi yang lebih fair dan kian kerap
dipakai, teori evolusi Darwin-Wallace. Sebutan "evolusionis yang
terlupakan" mulai surut.
Kontribusi
Wallace sesungguhnya lebih dari itu. Bertahun-tahun hidup di Hindia Timur
membuatnya memikirkan keanehan lain yang mengusik: mengapa hewan-hewan di
wilayah ini seperti terpilah-pilah secara geografis. Menyusul terbitnya
publikasi baru mengenai sistem klasifikasi, Wallace pun kian yakin bahwa
hewan-hewan terdistribusi secara geografis. Observasinya mengenai perbedaan
zoologis pada selat yang sempit di wilayah Timur ini mendorongnya untuk
mengajukan gagasan batas-batas zoogeografi.
Dua
jilid buku The Geographical Distribution of Animals terbit pada 1876. Boleh
dikata, ini merupakan teks definitif mengenai zoogeografi yang tetap digunakan
bahkan hingga seabad kemudian. Pemikiran penting Wallace dalam buku ini
dilanjutkan melalui karya berikutnya, Island Life (1880), yang mengukuhkan
dirinya sebagai perintis zoogeografi. Namanya diabadikan pada garis maya di
Indonesia Timur, yang disebut Garis Wallace.
Di
antara dua karya itu, Wallace menerbitkan Tropical Nature and Other Essays (1878). Menyadari betapa
kayanya Hindia Timur, ia memperingatkan bahaya penggundulan hutan dan erosi
tanah di wilayah ini. Dengan mengambil contoh pengalaman penanaman kopi di
Sri Lanka dan Hindia, Wallace memperingatkan bahaya pembukaan lahan secara
berlebihan di kawasan tropis, jauh sebelum orang-orang menyadari isu-isu
lingkungan. Ia rupanya sudah mencium aroma ancaman terhadap lingkungan
sejak ia memperkenalkan kawasan itu kepada dunia luar.
Sebagai
orang yang pernah putus sekolah dan berasal dari keluarga yang tidak
menonjol secara sosial, sungguh hebat bahwa Wallace mampu meraih posisi
intelektual yang terdepan pada masanya. Wallace adalah orang besar yang
tersembunyi oleh bayang-bayang Darwin. Dan, seratus tahun setelah
kematiannya, kita di sini mungkin juga tidak pernah mengingat betapa
Wallace telah sanggup menyingkapkan rahasia alam yang digali dari bumi
tempat kita hidup. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar