Senin, 05 Mei 2014

Rindu Pemimpin Beretika

Rindu Pemimpin Beretika

Antonius Suryo Abdi  ;   Doktor Ilmu Marketing dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW), Praktisi Pemasaran
SUARA MERDEKA,  05 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
PADA pengujung tahun lalu, penulis berkesempatan menginap di kastil tua berusia ratusan tahun yang kini difungsikan sebagai hotel berbintang, dan terletak di sebuah kota kecil Warwickshire, Inggris. Diselingi kekaguman akan hebatnya pengelolaan sebuah cagar budaya menjadi hotel prestisius, penulis kagum bertemu dengan beberapa karyawan hotel yang berasal dari Indonesia.

Meskipun jauh dari kampung halaman, mereka selalu mengikuti perkembangan di Tanah Air. Mereka bersyukur dengan kemajuan negara kita saat ini, terutama gencarnya pemberantasan korupsi oleh pemerintahan saat ini. Mereka bersepakat dan berdoa agar Indonesia akan dipimpin oleh pemimpin yang beretika tinggi.

Penulis mengibaratkan pemimpin suatu negara identik dengan pemimpin bisnis dari sebuah perusahaan besar, sehingga untuk menjadi pemimpin bisnis yang mumpuni perlu mempelajari etika bisnis, sesuatu yang sangat berharga untuk beberapa alasan.

Etika bisnis tidak hanya perpanjangan dari etika pribadi individu itu sendiri. Banyak orang percaya bahwa jika sebuah perusahaan mempekerjakan orang-orang yang baik dengan nilai-nilai etika yang kuat, maka akan tercipta ’warga-warga baik’ dalam organisasi. Profesional dalam bidang apapun, termasuk bisnis, harus berurusan dengan individu.

Pemimpin sering dihadapkan pada dilema etika, yaitu keharusan memutuskan sebuah situasi padahal keputusannya sarat konflik pribadi. Hasil keputusan etis sering tidak bisa dikatakan menghasilkan keputusan yang selalu tepat. Tidak ada formula ajaib, juga tidak ada perangkat lunak komputer secanggih apa pun yang menjamin dilema etika dapat diselesaikan dengan solusi paling tepat.

Gaya kepemimpinan memengaruhi banyak aspek perilaku organisasi, termasuk perekrutan karyawan dan ketaatan terhadap nilai dan norma organisasi. Gaya kepemimpinan yang berfokus pada upaya membangun nilai-nilai organisasi yang kuat antara karyawan dan pimpinan berkontribusi dalam menentukan standar perilaku bersama.

Pemimpin beretika membutuhkan pengetahuan dan pengalaman dalam membuat sebuah keputusan. Pemimpin beretika kuat harus memiliki integritas moral yang tepat. Integritas tersebut harus dilakukan secara terang-terangan tanpa ada yang disembunyikan di depan umum.

Enam gaya kepemimpinan yang didasarkan pada kecerdasan emosional dan kemampuan untuk mengelola diri dalam hubungan kita dengan organisasi secara efektif telah diidentifikasikan  oleh Daniel Goleman, yaitu pemimpin koersif yang menuntut ketaatan dan berfokus pada prestasi, inisiatif dan pengendalian diri.
Meskipun gaya ini dapat menjadi sangat efektif pada masa krisis, jika tidak dilakukan dengan baik dapat menciptakan iklim negatif untuk kinerja organisasi. 

Pemimpin yang berwibawa, dianggap sebagai salah satu gaya paling efektif, dapat mengilhami anggota organisasi untuk mengikuti visi pemimpin, memfasilitasi perubahan dan menciptakan iklim kinerja yang sangat positif.

Pemimpin yang afiliatif terhadap nilai-nilai manusia, di mana emosi dan kebutuhan mereka bergantung pada persahabatan dan kepercayaan untuk mengedepankan fleksibilitas, inovasi dan pengambilan risiko. Pemimpin yang demokratis bergantung pada partisipasi dan kerja sama tim untuk mencapai kolaboratif keputusan. Gaya ini berfokus pada komunikasi dan menciptakan iklim positif untuk mencapai hasil optimal.

Gaya Terbaik

Pemimpin yang perfeksionis, yang suka mengatur segala sesuatunya secara rinci dapat menciptakan iklim negatif karena standar tinggi yang ia tetapkan. Namun gaya ini yang terbaik untuk mencapai hasil yang cepat dan membutuhkan orang-orang yang menghargai pencapaian target dan aktif dalam mengambil inisiatif.

Menjadi pemimpin yang mumpuni juga selalu memerlukan pelatihan agar dapat membangun iklim positif dalam mengembangkan keterampilan untuk mendorong kesuksesan, mendelegasikan tanggung jawab, dan terampil menghadapi tantangan tugas. Archie Carroll, grofesor bisnis Universitas Georgia, menyebutkan tujuh ciri-ciri pemimpin beretika.

Rinciannya adalah memiliki karakter pribadi yang kuat; memiliki semangat dalam melakukan sesuatu;  proaktif; mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan; menjadi model peran bagi nilai-nilai organisasi; etis, transparan dan secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi, serta berlaku sebagai manajer berkompeten yang berpandangan holistik terhadap etika budaya organisasi.

Mempelajari etika bisnis dapat membantu pemimpin untuk mengidentifikasi isu-isu etis yang sering muncul dengan tiba-tiba dan mengenali pendekatan yang tersedia untuk menyelesaikan isu etis tersebut. Seorang pemimpin juga akan belajar lebih banyak tentang proses pengambilan keputusan etis dan cara-cara mempromosikan perilaku beretika dalam organisasi yang dipimpin.

Dengan mempelajari etika bisnis, seorang pemimpin dapat mulai mengerti bagaimana cara mengatasi konflik antara nilai-nilai pribadi dan organisasi tempatnya bekerja. Negara kita sangat beruntung andai memiliki pemimpin beretika tinggi. Semoga semua itu bisa terwujud melalui keterpilihan presiden baru pada Juli 2014, sesuai harapan seluruh warga Indonesia, termasuk segelintir orang Indonesia yang bermukim di Warwickshire tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar