Deflasi
dan Surplus Neraca Dagang
Firmanzah
; Staf
Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 05 Mei 2014
Badan
Pusat Statistik (BPS), Jumat (2/5), merilis beberapa data ekonomi nasional
antara lain kinerja inflasi dan neraca perdagangan. Secara umum dua data
ekonomi itu menunjukkan tren positif dan sinyal afirmatif atas penguatan
fundamental ekonomi yang terus berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.
Penguatan
fundamental ekonomi nasional di tengah penyelenggaraan pemilu dan sejumlah
tekanan eksternal merupakan refleksi kapasitas ekonomi dan bekerjanya
sejumlah instrumen kebijakan ekonomi yang telah ditempuh selama ini. Periode
April 2014, BPS mencatat terjadi deflasi sebesar 0,02% setelah pada Maret
tercatat inflasi sebesar 0,08%. Dengan deflasi 0,02% pada April 2014, inflasi
tahun kalender Januari–April 2014 tercatat sebesar 1,39% dan inflasi secara
tahunan (yoy) 7,25%.
Deflasi
periode April 2014 banyak disumbangkan oleh kelompok bahan makanan yang
memberikan andil deflasi 0,22% dan kelompok sandang 0,02%. Deflasi April
disebabkan penurunan harga komoditas yang ditunjukkan oleh penurunan indeks
beberapa kelompok pengeluaran seperti kelompok bahan makanan turun 1,09%
(beras dan bawang) dan kelompok sandang turun 0,25%.
Sedangkan
kenaikan indeks terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau sebesar 0,45%, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar sebesar 0,25%, kelompok kesehatan 0,61%, kelompok pendidikan, rekreasi,
dan olahraga sebesar 0,24%, serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan 0,20%. BPS juga mencatat terjadi penurunan indeks harga konsumen
(IHK) pada April 2014 sebesar 111,35 atau lebih rendah dari 111,37 pada Maret
2014.
Sementara
kinerja inflasi komponen inti pada April 2014 mencapai 0,24% sehingga tingkat
inflasi komponen inti tahun kalender periode Januari–April 2014 sebesar1,39%
dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 4,66%. Terkendalinya
kinerja inflasi sepanjang Januari–April 2014 merupakan bagian dari upaya
pengendalian yang terus dilakukan pemerintah, baik dari sisi pasokan maupun
pengendalian harga, khususnya komoditas yang berdampak langsung bagi ekonomi
rumah tangga menengah ke bawah (khususnya pangan).
Ketersediaan
dan memadainya pasokan khususnya kebutuhan pokok masyarakat serta didukung
oleh kelancaran distribusi barang menjadi basis kinerja inflasi awal 2014.
Selain itu, kinerja inflasi juga dipengaruhi masuknya panen raya khususnya
untuk komoditas beras pada April setiap tahun. Ini dapat terlihat dari
kinerja inflasi April dari tahun 2010-2014, pada April 2010 tercatat inflasi
sebesar 0,15%, pada April 2011 deflasi 0,31%, pada 2012 inflasi 0,21%, dan
pada 2013 deflasi 0,1%.
Melimpahnya
pasokan baik akibat ketersediaan cadangan pasokan yang memadai ditambah musim
panen raya mendorong penurunan harga sejumlah komoditas pangan. Pemerintah
dalam satu dasawarsa tahun terakhir terus mendorong pengendalian dan
stabilisasi harga khususnya barang- barang kebutuhan pokok, memastikan
ketersediaan pasokan, dan menjamin kelancaran distribusi pasokan (produksi
dan distribusi).
Stabilisasi
harga dan pengendalian inflasi dilakukan untuk menghindari volatilitas harga
beberapa komoditas khususnya pangan yang terjadi dalam beberapa waktu
terakhir. Ancaman inflasi di tengah ketidakpastian global beberapa waktu
belakangan telah menggerogoti ekonomi sejumlah negara berkembang yang memaksa
bank sentral di negara tersebut menempuh kebijakan menaikkan suku bunga
acuan. Ini tentu kontras dengan yang berlaku saat ini di Indonesia.
Keberhasilan
mengendalikan harga, pengelolaan pasokan, distribusi, dan sejumlah instrumen
kebijakan lain memberikan sinyal ke pasar bahwa formula ekonomi yang di
tempuh berada pada jalur yang tepat (well
on track). Selain catatan deflasi pada April 2014, BPS juga merilis
kinerja neraca perdagangan Maret 2014 yang melanjutkan tren surplus bulan
sebelumnya.
Neraca
perdagangan periode Maret 2014 mencatatkan surplus sebesar USD673,2 juta dari
total ekspor sebesar USD15,21 miliar dan impor USD14,54 miliar. Surplus
neraca perdagangan Maret 2014 disumbangkan surplus sektor nonmigas sebesar
USD2,05 miliar, sedangkan neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit
sebesar USD1,37 miliar. Surplus ini melanjutkan surplus Februari lalu yang
mencapai USD785,3 juta setelah pada periode Januari defisit sebesar USD430,6
juta.
Surplus
neraca dagang Maret 2014 ini juga lebih tinggi dari surplus periode yang sama
pada 2013 yang hanya USD137 juta. Dengan demikian, kinerja neraca perdagangan
secara kumulatif periode Januari – Maret 2014 mencatatkan surplus sebesar
USD1,07 miliar dengan total ekspor USD44,32 miliar dan impor USD43,25 miliar.
Perbaikan
neraca perdagangan ini juga bagian komitmen pemerintah untuk terus mendorong
kesehatan neraca perdagangan yang berimplikasi secara signifikan terhadap
neraca transaksi berjalan. Sepanjang triwulan I/2014 defisit transaksi
berjalan diproyeksikan berada di kisaran 2% dan target hingga akhir 2014
berada di bawah 3%. Semakin membaiknya neraca dagang nasional merupakan
respons dari sejumlah kebijakan perdagangan yang dikemas dalam paket
kebijakan ekonomi nasional.
Pada
awal 2014 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ketiga yang bertujuan untuk
menurunkan impor dan mendongkrak ekspor, khususnya barang bernilai tambah
tinggi. Paket kebijakan ekonomi ketiga yang dikeluarkan berisi ketentuan
tentang kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor barang
tertentu dari 2,5% menjadi 7,5% dan relaksasi sejumlah fasilitas kemudahan
impor tujuan ekspor (KITE).
Relaksasi
fasilitas KITE bertujuan mendorong ekspor dengan menghapuskan aturan pungutan
pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
yang biasanya dibayarkan eksportir ketika mengimpor dan direstitusi setelah
melakukan ekspor serta mempermudah perizinan fasilitas KITE. Pascarilis data
deflasi dan surplus neraca perdagangan oleh BPS, indeks harga saham gabungan
(IHSG) dan nilai tukar rupiah menunjukkan tren penguatan.
IHSG
bergerak naik ke level 4.851,66 atau menguat 0,24% di sesi awal walau pada
sesi penutupan turun ke level 4.838,76 atau melemah 0,03% akibat orientasi
jangka pendek investor di akhir minggu untuk melepaskan sahamnya. Kendati
demikian, Indeks 45 Saham Terlikuid (LQ45) tetap menguat 0,83 poin (0,10%) ke
level 815,79. Nilai tukar rupiah pada sesi penutupan Jumat (2/5) menguat 43
poin ke level Rp11.519 dari Rp11.562 per dolar Amerika Serikat.
Membaiknya
kinerja neraca dagang dan deflasi menunjukkan efektivitas bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini.
Bauran kebijakan dan peningkatan koordinasi antara otoritas fiskal-moneter
dan sektor riil dilakukan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi
yang semakin berkualitas. Pada 2014 pemerintah menargetkan ekonomi nasional
dapat tumbuh di level 6% dengan target inflasi 4,5% plus minus 1%.
Di
tengah proses transisi kepemimpinan, optimisme pembangunan nasional bahkan
terus meningkat dan menunjukkan sinyal-sinyal positif. Saya yakin dan percaya
dengan kinerja ini, ruang gerak dan kapasitas ekonomi nasional akan semakin
besar pada masa mendatang.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar