Wacana Revisi
UU Otsus Papua
Paskalis Kossay ; Ketua Kaukus Papua di Parlemen RI
|
SINAR
HARAPAN, 11 November 2013
Awal bulan Februari 2013, Gubernur Papua Lukas Enembe
menghadap Presiden SBY di Istana Negara Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Gubernur Lukas Enembe melaporkan
kepada presiden, terkait pemilihan dirinya sebgai Gubernur Papua periode
2013-2018, serta melaporkan pula kebijakan baru yang akan dijalani selama
lima tahun kepemimpinannya ke depan.
Hal yang menarik dalam pertemuan tersebut adalah
tercetusnya gagasan baru Gubernur Lukas Enembe bahwa ingin merevisi
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus
Papua) menjadi Undang-Undang Pemerintahan Papua.
Presiden SBY juga melontarkan gagasan baru bahwa ingin
meningkatkan kapasitas Undang-Undang Otonomi Khusus Papua menjadi Otonomi
Khusus Plus.
Gagasan Gubernur Lukas Enembe maupun gagasan Presiden SBY
tertuju pada objek yang sama, tetapi tidak saling bertemu pada satu simpul,
sepertinya satu pihak berkiblat ke barat dan pihak lain berkiblat ke timur.
Muatan gagasan Otonomi Khusus Plus belum diketahui umum apalagi belum
disosialisasikan kepada rakyat Papua.
Penekanan Otonomi Khusus Plus rupanya dititikberatkan pada
pelimpahan kewenangan pusat kepada daerah. Namun, objek kewenangan yang akan
dilimpahkan itu semakin tidak jelas, bahkan terkesan saling tumpang-tindih
dengan amanat UU Otsus Papua yang sudah ada.
Rakyat Papua sedang bertanya-tanya, apakah dengan Otonomi
Khusus Plus sebagaimana dikehendaki Presiden SBY itu, akan menyerahkan
seluruh kewenangan pemerintah pusat, termasuk lima kewenangan yang masih
ditangani pusat selama ini, seperti kewenangan bidang politik luar negeri,
bidang pertahanan dan keamanan, peradilan, fiskal dan moneter, agama, serta
kewenangan di bidang lain yang ditentukan pemerintah pusat.
Gagasan pembentukan Undang-Undang Pemerintahan Papua,
dikhawatirkan akan kehilangan roh dan jiwa awal pembentukan Undang-Undang
Otonomi Khusus Tahun 2001.
Hal ini sudah tergambar jelas dalam konsep rancangan
pembentukan UU Pemerintahan Papua yang dipersiapkan sekarang telah
terindikasi kuat terjadi copy paste dari UU Pemerintahan Aceh. Padahal
semangat pembentukan Undang-Undang Pemerintahan Aceh jauh berbeda dengan
konten UU Nomor 21 Tahun 2001 yang bertumpuh pada nilai-nilai sosial budaya
masyarakat lokal.
Jika semangat pembentukan pemerintahan Aceh diadopsi dan
dipaksakan masuk dalam proses revisi UU Otsus Papua, sangat dikhawatirkan
dalam implementasinya nanti akan berbenturan dengan sistem dan tatanan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat Papua. Dengan demikian, tidak akan
tercapai hasil yang maksimal dalam menyejahterakan rakyat Papua.
Kita semua sadar dan tahu kalau titik berat semangat UU
Otsus yang berlaku sekarang terletak pada adanya penghormatan dan pengakuan
terhadap hak-hak dasar masyarakat adat orang asli Papua.
Hak-Hak dasar itu meliputi perlakuan khusus dalam
memperoleh pekerjaan, perlakuan khusus dalam pemberdayaan SDM, pengakuan
khusus atas hak-hak adat dan pengelolaan lingkungan, serta penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia dan penegakan hukum.
Hak-hak dasar yang merupakan amanat penting dari otsus
tersebut, ternyata selama satu dasawarsa ini tidak konsisten
diimplementasikan.
Akhirnya masyarakat Papua merasa kecewa dan dianggap telah
dibohongi Negara, seolah-olah Negara sudah berpihak pada rakyat untuk
mengangkat derajat kesejahteraannya. Namun sebaliknya, pelaksanaan otsus itu
jauh melenceng dari apa yang diharapkan dan belum berpihak kepada kepentingan
rakyat.
Cukup Tambah Pasal
Kenyataan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat Papua. Masyarakat menilai, otsus gagal karena tidak mampu
menyejahterakan kehidupan rakyat. Masyarakat beramai-ramai menolak
pemberlakukan otsus itu.
Sementara pemerintah menilai otsus masih relevan
diberlakukan kemudian mencari format baru untuk mendorong efektivitas
pelaksanaan otsus tersebut agar hasilnya segera menyentuh kebutuhan dasar
rakyat.
Hal ini memunculkan beberapa paket kebijakan baru, seperti
Inpres Nomor 5 Tahun 2007, Perpres Nomor 65, dan Nomor 66 Tahun 2011,
kemudian muncul lagi sekarang adanya gagasan Otonomi Khusus Plus.
Kalau kita mau jujur, sesungguhnya gagasan Otonomi Khusus
Plus dan juga Undang-Undang Pemerintahan Papua cukup membingungkan rakyat.
Oleh karena itu, kedua gagasan ini perlu dipertegas apa makna maupun muatan
supaya jelas dipahami rakyat. Kalau diterjemahkan secara bebas makna, Otonomi
Khusus Plus tidak persis sama dengan makna UU Pemerintahan Papua.
Otonomi Khusus Plus berarti tidak diperlukan adanya
perubahan mendasar terhadap konstruksi dari UU Otonomi Khusus yang sudah ada,
tetapi cukup menambah muatan pada pasal-pasal tertentu yang dipandang sangat
mendesak dan strategis. Tentu dengan merevisi secara terbatas batang tubuh UU
Otonomi Khusus itu.
Gagasan UU Pemerintahan Papua, berarti pemerintah akan
merevisi secara total konstruksi dari UU Otonomi Khusus yang sudah ada.
Langkah perubahan total ini bisa fatal, apabila dalam proses revisi tidak
dipertimbangkan baik landasan berpikir dari perpektif filosofis dan
sosiologis yang mendasari awal pembentukan sebuah undang-undang.
Namun, pemerintah akhirnya ingin merevisi UU Otonomi
Khusus Papua dengan mengubah nomenklatur yang juga dengan dua versi berbeda
satu sama lain dan tidak saling bertemu; yang satu disebutnya sebagai Otonomi
Khusus Plus dan yang lainnya disebut UU Pemerintahan Papua.
Perbedaan nomenklatur ini menunjukkan bahwa ternyata
antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan amanat otonomi
khusus selama ini tidak berjalan dalam satu koordinasi yang harmonis, kompak,
dan sinergis. Akhirnya selama ini banyak mengorbankan pelayanan publik.
Mencermati perbedaan gagasan tadi, sebaiknya sudah
waktunya pemerintah mengevaluasi menyeluruh kinerja pelaksanaan Otsus Papua
selama satu dasawarsa ini untuk menyatukan persepsi dan memastikan
titik-titik kelemahan serta kelebihannya.
Sesudah itu, direvisi undang-undangnya untuk
menyempurnakan konten dengan menambah atau mengurangi hal-hal yang dipandang
sudah tidak relevan lagi dengan kondisi riil saat ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar