Senin, 11 November 2013

Kependudukan sebagai Isu Politik

Kependudukan sebagai Isu Politik
PA Rifai Hasan ;  Pengajar di Program Studi Falsafah dan Agama,
Universitas Paramadina
SINAR HARAPAN, 09 November 2013


Problem-problem dan dampak serius dari peningkatan jumlah penduduk yang tinggi di Indonesia mulai kembali mendapat perhatian dari pemerintah.

Tidak berlebihan jika topik pengendalian pertumbuhan penduduk untuk membangun penduduk berkualitas dan meningkatkan kemakmuran, diharapkan suatu saat bisa menjadi isu politik yang mengharuskan setiap politikus dan pejabat menyatakan sikap dan komitmennya karena memerlukan kebijakan politik untuk menanganinya.

Berbagai perkiraan dari lembaga-lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) menunjukkan, dalam jangka dua sampai empat dekade ke depan jumlah penduduk dunia akan meningkat hingga 8,1 miliar tahun 2025, dan 9,6-14 miliar tahun 2050. Laju pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi itu bisa berdampak pada kualitas manusia yang rendah.

Dalam variabel kualitas penduduk—yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi--Indonesia dalam peringkat yang tidak membanggakan.

Laporan (2013) yang dipublikasikan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menunjukkan sejumlah konsekuensi yang perlu segera diantisipasi serius. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia misalnya berdampak pada penambahan penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan tahun 1990-2010. Kemiskinan mendorong penduduk melakukan pekerjaan apa saja untuk pemenuhan kebutuhan dasar walaupun berisiko bagi keselamatan hidup mereka.

Kondisi ini bisa menimbulkan masalah-masalah sosial, misalnya kejahatan dan pencemaran lingkungan, seperti buruknya sanitasi di kalangan keluarga dengan banyak anak, terutama di negara-negara berkembang.

Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi juga mendorong eksploitasi berlebihan terhadap lahan pertanian, berdampak negatif terhadap produktifitas lahan, perluasan perambahan hutan, dan degradasi lingkungan. Peningkatan jumlah penduduk dan kualitas penduduk yang rendah, serta persebaran penduduk yang timpang disertai masalah kemiskinan, pengangguran, migrasi, dan tekanan hidup dapat menimbulkan konflik sosial yang mengancam pertahanan dan keamanan.

Kesenjangan sosial ekonomi dewasa ini semakin tajam dibandingkan 10 tahun lalu yang dapat memicu berbagai masalah seperti kriminalitas, konflik sosial, dan terorisme.

Jika kondisi-kondisi tersebut tidak segera ditangani lewat pengendalian dan pengurangan pertumbuhan penduduk yang dilakukan secara serius, sebagaimana “ramalan” dari BKKBN, menjelang tahun 2030 akan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi luar biasa yang memicu kerusuhan sosial dan konflik internasional karena akan terjadi migrasi besar-besaran dari daerah yang paling terkena dampak-dampak tersebut.

Peluang Bonus Demografi?

Jumlah penduduk yang banyak memang tidak selalu memberikan dampak buruk, bahkan bisa menguntungkan karena dapat menjadi modal pembangunan, memperbesar skala ekonomi, dan meningkatkan permintaan atau kebutuhan.

Namun, dalam kasus Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi tidak menguntungkan karena dari segi kualitasnya tergolong rendah. Menurut laporan UNDP (Program Pembangunan PBB) tahun 2011, Indonesia berada dalam kategori menengah dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM atau HDI), peringkat 124 dari 187 negara dengan nilai IPM 0,617.

Negara-negara di Asia Tenggara menempati peringkat yang lebih baik; Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112).Jika Indonesia dapat mempertinggi kualitas penduduknya lewat peningkatan kesempatan pendidikan serta perbaikan kesehatan, kemampuan dan produktivitasnya dapat meningkat.

Jumlah penduduk yang besar dengan persebaran yang tidak merata, juga telah berdampak pada rata-rata lamanya seseorang bersekolah di Indonesia yang hanya 5,8 tahun. Kenaikan jumlah penduduk yang tidak terkendali jelas akan menambah beban anggaran pendidikan, yang berpengaruh pada terkendalanya upaya pengembangan sumber daya manusia berkualitas yang meliputi karakter kuat, sehat, memiliki etos kerja, dan mandiri.

Salah satu cara efektif meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan memotong rantai kemiskinan adalah pengurangan laju pertumbuhan penduduk.

Indonesia merupakan negara yang pada tahun-tahun mendatang, berpuncak pada 2020-2035, akan menikmati bonus demografi—peluang yang dinikmati suatu negara sebagai akibat besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun)—sebagai akibat perubahan struktur umur yang dihasilkan dari pelaksanaan program keluarga berencana yang dimulai tahun 1970.

Tahun 2020-2035, saat jumlah penduduk produktif lebih besar dibanding penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas), Indonesia akan memperoleh kesempatan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang berasal dari jumlah penduduk produktifnya yang besar.

Beban penduduk produktif yang semula harus menanggung investasi sumber daya manusia dan membiayai penduduk lansia, dapat dialihkan pada kegiatan produktif, seperti pembuatan investasi-investasi tambahan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

Pengelolaan Kependudukan

Kebijakan kependudukan selama 40 terakhir seharusnya dilanjutkan secara intensif. Struktur penduduk dalam situasi ”bonus demografi” atau demographic window akan berdampak pada ketersediaan tenaga kerja yang drastis, berkurangnya jumlah anak yang ditanggung, dan peningkatan kemampuan menabung keluarga.

Pengelolaan jumlah penduduk secara baik merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan, secara umum merujuk pada upaya pembangunan yang ”mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dari generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan-kebutuhan generasi-generasi mendatang” (Todaro dan Smith: 2009).

Keberhasilan atau kegagalan upaya itu sangat tergantung pada komitmen dan kebijakan politik yang menjadi tugas dan wewenang pemerintah, lembaga legislatif, dan para politikus.


Oleh karena itu program keluarga berencana sangat layak dijadikan program unggulan, serta diangkat menjadi isu politik yang harus diwacanakan dan dijadikan ukuran oleh masyarakat dalam menilai pemerintah, lembaga legislatif, dan partai politik dalam menentukan dan menjalankan program dan kebijakan-kebijakan mereka. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar