Selasa, 12 November 2013

Inter Milan Punya Siapa?

Inter Milan Punya Siapa?
Ardi Winangun  ;   Pengamat dan Penggemar Sepakbola
OKEZONENEWS,  11 November 2013


Ada sebuah kegembiraan ketika pengusaha dari Indonesia, Erick Thohir, menguasai saham klub sepakbola elit di Italia, Inter Milan, hingga 70 persen. Dengan penguasaan saham sebesar itu menunjukkan bahwa pemilik Inter Milan saat ini adalah Erick Thohir. Lalu sisa saham, 30 persen, dimiliki oleh siapa? Dimiliki oleh Massimo Moratti, ia adalah pemegang saham terbesar klub ini sebelumnya. Dan Moratti saat ini masih tercatat sebagai presiden di klub yang popular dengan julukan I Nerazzuri alias Si Biru-Hitam itu.

Dengan memiliki saham terbesar membuat banyak orang Indonesia berharap kepada Erick Thohir agar ikut membina pemain-pemain dari Indonesia untuk berlatih, magang, bahkan dikontrak oleh Inter Milan. Keinginan untuk memfasilitasi pemain Indonesia di Inter Milan sangat terbuka sebab saham terbesar memang dimiliki oleh Erick Thohir dan ia adalah pengusaha asli Indonesia. Hal demikian pernah dialami oleh para pemain Thailand ketika Manchester City sahamnya mayoritas dikuasai oleh Perdana Menteri Thaksin Sinawatra.

Namun semudah itukah Erick Thohir mengundang dan memfasilitasi pemain-pemain dari Indonesia untuk berlatih, magang, bahkan dikontrak oleh Inter Milan? Sepakbola profesional di Inggris, Italia, Spanyol, dan Jerman adalah sepakbola kapitalisme atau sepakbola yang hanya mencari keuntungan. Dengan ideologi yang demikian, pemilik, manager, dan pelatih  klub tidak memandang latar belakang pemain dari sudut negara, suku, agama, dan warna kulit. Nomer satu bagi mereka adalah ketika pemain itu memiliki kriteria maka pemain itu dibutuhkan. 

Dengan landasan ideologi yang demikian maka kalau kita lihat komposisi pemain sebuah klub di negara-negara yang disebut di atas sangat beragam, ada yang dari Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah, Australia, dan belahan negara lainnya. Mereka pun juga memiliki warna kulit, etnis, dan agama yang tak sama. Tak hanya itu, ideologi yang dianut para pengelola klub itu tak menghiraukan pembinaan sepakbola negaranya. Kapitalisme sepakbola di Liga Primier Inggris, yang total mengejar keuntungan, disebut-sebut sebagai biang kerok putusnya rantai regenerasi pemain timnas Inggris. Akibatnya, meski Liga Primer Inggris kesohor di dunia namun timnas negeri itu terseok-seok dan tak pernah menorehkan kegemilangan sejak tahun 1966.
 
Liga Italia tentu senafas dengan Liga Primier Inggris bahwa liga sepakbola di negeri pizza itu berlandaskan ideologi kapitalisme. Dengan demikian kebutuhan pemain yang diinginkan oleh klub tidak memandang bangsa, etnis, agama, dan kedekatan kekeluargaan. Ketika ditanya oleh wartawan tentang kemungkinan Erick Thohir memboyong pemain dari Indonesia di Inter Milan, ia mengatakan, dirinya belum terpikir membawa pemain Indonesia ke klub yang dijuluki Bauscia atau Si Angkuh itu. Lebih lanjut dikatakan, dirinya belum berbicara dengan pelatih dan pemilik modal lainnya.
 
Penulis menduga Erick Thohir mengatakan demikian bisa jadi ia berpikiran bahwa dirinya sudah membeli mahal-mahal Inter Milan tentu mengelolanya harus secara profesional dan berlandaskan ideologi sepakbola di negara-negara Eropa, yakni kapitalisme. Untuk itu dalam memilih pemain harus berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan dengan kedekatan kekeluargaan. Bila memilih pemain berdasarkan kedekatan kekeluargaan, dan ternyata pemain itu tak memenuhi standar liga di Eropa, pastinya Erick Thohir berpikir ia akan rugi.

Erick Thohir mengakui sebenarnya pemain Indonesia memiliki kualitas yang bagus. Erick Thohir mengatakan demikian bisa jadi karena emosional nasionalismenya. Tentu pemilik dan pengelola Inter Milan lainnya akan berkata lain soal pemain dari Indonesia. Kalau kita lihat data dan fakta bahwa pemain yang merumput di liga-liga sepakbola Eropa mereka dipenuhi oleh pemain dari Eropa sendiri ditambah dengan pemain asal Afrika dan Amerika Latin. Dari Australia dan Asia ada, namun jumlahnya tidak sebanyak dari Afrika dan Amerika Latin.

Posisi rangking timnas Indonesia yang bertengger di atas 140 dan  tak pernah berkancah dalam pertandingan kelas dunia tentu akan membuat banyak pengelola klub di liga Eropa bertanya tentang sepakbola Indonesia. Ketidaktahuan tentang sepakbola Indonesia itulah yang membuat pelatih dan pengelola klub di Eropa mempertanyakan kualitas pemain dari Indonesia. 

Tak hanya alasan ideologi dan kualitas pemain Indonesia yang membuat Erick Thohir berpikir seribu kali untuk membawa pemain Indonesia ke klub yang juga dijuluki II Serpente alias Si Ular itu. Faktor lainnya bisa jadi Erick Thohir merasa inferior dengan Moratti sehingga ia ewuh pakewuh ketika hendak membuat kebijakan baru di Inter Milan. Erick Thohir mungkin mempunyai pikiran bahwa liga Italia adalah liga yang sangat keras dan mempunyai risiko kebangkrutan yang tinggi bila salah kelola sehingga dirinya, meski memiliki saham mayoritas, tetap mempercayakan semua hal kepada Moratti yang sudah mempunyai pengalaman segudang soal sepakbola. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar