Selasa, 12 November 2013

234, Lagi

234, Lagi
Kartono Mohamad  ;   Dokter
TEMPO.CO,  11 November 2013

  
Manusia mempunyai kemampuan untuk menghubungkan fenomena yang dialaminya dengan serangkaian memori yang tersimpan di otaknya. Namanya kemampuan berasosiasi. Lalu ia akan mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu dapat benar, dapat salah, dan dapat pula ngawur. Kalau ada seorang laki-laki duduk berdekatan dengan seorang perempuan di taman, akan muncul asosiasi bahwa kedua orang itu sedang berpacaran, sekedar mengobrol,  atau hanya kebetulan bertemu. Kesimpulan itu merupakan gabungan dengan tanda-tanda lain yang dilihatnya, serta memori yang ada di otaknya.

Kita ingat misalnya saja Wisnu Nugroho dalam bukunya yang berjudul Pak Beye dan Istananya, menulis tentang parkirnya sebuah mobil Rolls-Royce dengan nomor polisi 234 di halaman dalam Istana. Wisnu juga menulis bahwa mobil itu milik seorang pengusaha rokok terkenal yang memproduksi Djie Sam Soe. Tidak ada kesimpulan yang disodorkan Wisnu, tetapi pembacanya akan membuat asosiasi sendiri-sendiri. Mungkin ada yang mengasosiasikan bahwa ada kedekatan khusus antara SBY dan pemilik pabrik rokok tersebut, mungkin ada juga yang mengasosiasikan bahwa memang ada kedekatan tetapi tidak istimewa, dan sebagainya. 

Mereka yang mengasosiasikan adanya kedekatan khusus itu kemudian akan mencoba menguatkannya dengan memori lain, seperti terbitnya surat kabar Partai Demokrat yang konon didanai PT Sampoerna, berita burung bahwa Ibas Yudhoyono mempunyai kantor yang luas di Sampoerna Strategic Square, dan keengganan pemerintah SBY menandatangani Konvensi PBB yang mengendalikan konsumsi rokok (FCTC).

Pikiran asosiatif seperti itu bisa benar, bisa pula salah, karena sebagian dari informasi yang tertanam di memori rakyat itu hanya berupa cerita yang samar-samar, tetapi tidak pernah disanggah sebagaimana SBY menyanggah kenal Bunda Puteri.

Kini ada berita 234 yang lain. Yaitu mobil Audi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang disita KPK yang juga bernomor 234. Tepatnya B-234-KIL. Di Twitter, ada yang mempertanyakan apakah hal ini serupa dengan B-234 yang ada di Istana? Artinya, adakah kaitan Akil Mochtar dengan pemilik pabrik rokok terkenal itu? Mengapa dikaitkan dengan Djie Sam Soe? Karena pengalaman bahwa Akil Mochtar adalah satu dari dua hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion ketika industri rokok mengajukan uji materi ke MK minta agar ayat "tembakau sebagai zat adiktif" dihapus dari UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Hakim yang lain berkesimpulan bahwa tembakau memang secara ilmiah terbukti sebagai zat adiktif di mana pun juga. Mereka yang berasosiasi bahwa nomor mobil Audi itu berkaitan dengan Djie Sam Soe, mungkin mendasarkan kesimpulannya pada kenyataan dissenting opinion Akil itu. Barangkali mobil itu sebagai tanda terima kasih Sampoerna atas sikap Akil.

Tetapi ada pengetwit lain yang berpendapat bahwa nomor 234 KIL itu seharusnya dibaca B- 23-AKIL. Huruf A-nya diganti dengan angka 4. Mengapa angka depannya 23, hanya Akil yang tahu. Ada lagi teman lain yang bergurau bahwa nomor polisi mobil mewah tersebut harus dibaca "B 234 KILL". Alasannya, pemilik industri rokok semua tahu bahwa rokok secara sistematik membunuh pengisapnya. Namanya juga pikiran asosiatif manusia. Dapat benar, dapat keliru, dapat pula ngawur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar