Pembelian Saham
Newmont
Sri Adiningsih ; Ekonom Universitas Gadjah Mada
SUARA KARYA, 08 Agustus
2012
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada
perkara yang diajukan oleh Presiden RI tentang sengketa kewenangan lembaga
negara antara Presiden RI dan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Nomor 2/SKLN-X/2012 31 pada Juli 2012 menimbulkan banyak
polemik. Isu besar muncul karena MK dianggap tidak berpihak kepada pembelian
saham PT Newmont oleh pemerintah, tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
Banyak nada miring yang dialamatkan kepada MK dan DPR. Namun, sebaiknya kita
menyikapinya dengan lebih arif terhadap keputusan MK tersebut. Apalagi,
selama ini kredibilitas MK tidak diragukan lagi.
Sengketa kewenangan muncul karena adanya
proses pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT)
tahun 2010 oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dianggap tidak sesuai
dengan peraturan perundangan yang ada oleh BPK. Karena itu, Presiden akhirnya
membawa masalah ini ke ranah hukum di MK karena menganggap pemerintah sudah
menjalankan tugas konstitusinya.
Memang, UUD 1945 memberi tempat khusus pada
peranan negara dalam pengelolaan SDA, yang dapat dilihat dalam Bab XIV pasal
33 ayat (3) yang tertulis, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat". Dikuasai negara dapat diartikan sebagai
"dimiliki" ataupun "diatur". Namun jika negara yang
memiliki kekayaan negara mestinya lebih baik karena dapat memanfaatkannya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, investasi negara
pada PT NNT dilihat dari amanat konstitusi adalah konstitusional.
Negara mestinya tidak diartikan dengan
pengertian sempit yang hanya diwakili oleh pemerintah pusat. Mestinya negara
itu bisa diwakili oleh pemerintah pusat ataupun daerah, bahkan badan usaha
yang dimilikinya. Lihat, dalam ayat (2) Pasal 33 UUD 1945 dituliskan,
"Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara". Dalam pelaksanaannya
dijalankan oleh BUMN ataupun BUMD.
Dengan demikian mestinya Kementerian Keuangan
ataupun BUMN dapat berinvestasi pada NNT. Namun demikian, pemerintah pusat
memiliki Kementerian Negara BUMN yang mengurusi bisnis pemerintah pusat.
Dengan demikian, jika pemerintah pusat akan investasi di NNT, sebaiknya
melalui Kementerian Negara BUMN ataupun BUMN yang ada di bawahnya.
Kementerian Negara BUMN memang diberi tugas untuk mengelola bisnis negara di
bawah pemerintah pusat, sehingga memiliki keahlian dalam mengelola bisnis
ataupun bisnis tambang secara khusus.
Sementara itu, Kementerian Keuangan tidak usah
berbisnis (baik langsung maupun tidak langsung melalui PIP) karena selain
tidak memiliki keahlian di bidang itu, juga dapat menimbulkan conflik of
interest. Sebagai otoritas fiskal, Kementerian Keuangan sebaiknya menjalankan
fungsi fiskalnya saja, yang memiliki banyak kewenangan dan mengelola anggaran
negara yang mencapai Rp 1.500 triliun, tidak usah ikut berbisnis.
Oleh karena itu, keputusan MK tidak perlu
diperdebatkan berlarut-larut. Yang penting untuk kita kawal adalah bagaimana
negara Indonesia bisa menguasai dengan lebih baik SDA-nya, sehingga Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 bisa menjadi kenyataan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar