Eurobonds dan
Krisis Eropa
Josua Pardede ; Doktor Ilmu Hukum PPS Unibraw, Lulusan Lemhannas,
Penulis buku ‘Supremasi Mafioso dan Kejahatan Terorisme’
|
SUARA
KARYA, 28 Agustus 2012
Pertemuan Uni Eropa, akhir Juni lalu memutuskan untuk menyuntikkan
dana bailout dengan istilah Mekanisme Stabilisasi Eropa (European Stabilization Mechanism) yang selanjutnya akan digunakan
untuk menyelamatkan bank-bank yang kekeringan likuiditas di kawasan eropa.
Apakah langkah tersebut dapat menyejukkan kembali tekanan di zona euro? Apakah
dana talangan tersebut merupakan kebijakan terbaik dalam mengatasi krisis utang
Eropa?
Zona Euro terbentuk tahun 1999, merupakan European Monetary Union
(Persatuan Ekonomi dan Moneter) dari 17 anggota Uni Eropa yang mengadopsi Euro
sebagai mata uang bersama. Dengan mata uang tunggal, perekonomian seluruh
anggotanya digabungkan, khususnya dalam hal kebijakan moneter. Terdapat
beberapa keuntungan menjadi anggota zona euro tersebut. Antara lain, nilai
tukar stabil, keuntungan bisnis, dan suku bunga acuan rendah.
Pertama, karena mata uang Euro digunakan oleh banyak negara, Euro
dapat meningkatkan kredibiltasnya hingga bisa menjadi lebih stabil terhadap
seluruh spekulasi. Kedua, dengan tidak adanya pertukaran mata uang, kegiatan
bisnis dapat terjalin antar-negara tanpa memperhitungkan biaya lindung nilai (hedging). Yang terakhir, otoritas
moneter European Central Bank (ECB)
atau Bank Sentral Eropa dapat mengelola kebijakan moneternya dengan
mengimplementasikan suku bunga acuan rendah hingga mampu meningkatan iklim
investasi.
Namun, apakah terdapat koordinasi dalam kebijakan fiskal? Sejak
tergabung dalam zona euro, seluruh negara anggota harus mematuhi ketentuan Stability Growth Pact (SGP), yang
mensyaratkan semua negara anggota Uni Eropa defisit APBN-nya tidak boleh
melebihi 3 persen. Persyaratan lainnya, anggaran tidak melebihi 60 persen dari
pendapatan nasional.
Namun, hampir seluruh anggota Uni Eropa sudah melanggar ambang
batas defisit anggaran tersebut. Kredibilitas SGP sendiri sempat dipertanyakan
sejak Jerman dan Perancis juga melanggar aturan tersebut tanpa diberikan
sanksi. Sementara untuk menutupi defisit anggaran tersebut maka beban fiskal
negara zona euro semakin meningkat. Ketahanan ekonomi UE juga cenderung
melemah. Pelemahan ini ditandai adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi dan
lesunya industri manufaktur hingga mengakibatkan meningkatnya angka
pengangguran.
Bentuk lain dari upaya penyatuan koordinasi kebijakan fiskal yang
belakangan menjadi topik perbincangan para petinggi UE adalah penerbitan surat
utang bersama yang dinamakan Eurobonds. Penerbitan obligasi bersama ini dapat
dipergunakan Yunani, salah satu negara anggota yang terseret krisis utang,
untuk meningkatkan likuiditas moneter dan menstimulasi investasi serta
konsumsi.
Namun, perlu diperhatikan juga bahwa penerbitan Eurobonds tersebut
memiliki beberapa kekurangan yang menjadi pusat perhatian para petinggi UE.
Pertama, bagi negara anggota yang memiliki credit rating tinggi seperti Jerman,
harus menanggung tingkat bunga yang lebih tinggi atas utangnya. Kedua,
Eurobonds dapat menciptakan suatu moral hazard yang dilakukan beberapa negara
anggota yang memiliki insentif untuk memperoleh utang lebih banyak atas penerbitan
Eurobonds yang ditanggung secara bersama. Ketiga, penerbitan obligasi bersama
tersebut membutuhkan koordinasi kebijakan fiskal yang tinggi dari seluruh
anggota zona euro.
Di sisi lain, rencana penerbitan surat utang bersama memiliki
manfaat bagi seluruh negara anggota. Pertama, Eurobonds akan menjadi langkah
penting terhadap upaya fiscal union dalam jangka menengah dan merupakan langkah
awal terhadap penyatuan politik (political
union). Kedua, dengan suku bunga obligasi yang rendah, akan menurunkan
jumlah pembayaran bunga utang, menurunkan rencana defisit anggaran dan
meningkatkan sustainability (keberlanjutan)
dari tingkat utang zona euro.
Ketiga, Eurobonds akan menciptakan pasar obligasi di kawasan eropa
yang dapat bersaing dengan pasar obligasi dolar Amerika. Selain itu, hal ini
juga dapat menciptakan pasar dengan kondisi likuiditas yang tinggi. Keempat,
penerbitan obligasi bersama zona euro dapat mendorong tingkat kepercayaan atas
negara anggota yang bermasalah dengan kewajiban utang dan juga dapat
meningkatkan kegiatan usaha. Hal ini akan menurunkan tingkat pengangguran dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, surat utang bersama di kawasan eropa akan menjadi
daya tarik bagi para investor dunia untuk penyebaran risiko atas portofolio investasi
mereka (diversifikasi portofolio) dan memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi
dari pada berinvestasi dalam surat utang AS atau US T-bills. Kombinasi dari
peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi eropa akan secara bertahap membawa
zona euro ke dalam tahap pemulihan (recovery).
Pemulihan ini akan menjadi sinyal positif bagi perekonomian eropa
termasuk perkonomian dunia karena pemulihan tersebut akan menggerakkan kegiatan
ekonomi di eropa dan selanjutnya akan menyebabkan multiplier effects terhadap pertumbuhan ekonomi global. Jika
pelaksanaan Eurobonds sukses, pertumbuhan ekonomi eropa diprediksi akan menjadi
positif pada level 0,7-1 persen dan ekonomi dunia yang diharapkan akan tumbuh
sebesar 3,8-4,2 persen.
Dengan pertumbuhan ekonomi dunia dan eropa yang positif,
perekonomian ASEAN-5 termasuk Indonesia juga diprediksi akan meningkat pada
level 5,5-6 persen (meningkat dibandingkan tahun 2011). Ekspektasi ini akan
memberi dampak poitif bagi perekonomian Indonesia, baik di sektor keuangan
maupun sektor riil.
Dalam sektor keuangan,
pemulihan Eropa akan meningkatkan Foreign
Direct Investment (FDI) dan investasi portofolio (Portfolio Investment) dari negara Eropa atau Asia. Walaupun
demikian, ketahanan perekonomian Indonesia perlu diperkuat khususnya dalam
investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar