Berbagi Kasih
Usai Idul Fitri
Haryono Suyono ; Mantan Menko
Kesra dan Taskin
|
SUARA
KARYA, 27 Agustus 2012
Perayaan Hari Raya Idul Fitri secara resmi telah berakhir, tetapi
bulan Syawal masih merupakan kesempatan emas untuk merenung, apakah selama
bulan suci Ramadhan telah cukup melaksanakan amanat berbagi kasih terhadap
sesama. Apabila belum cukup, atau kepingin menambahkan, Tuhan Yang Maha Kuasa
pasti memberikan nilai lebih kepada siapa saja yang pada bulan Syawal ini, dan
bulan-bulan sesudah itu, memberi perhatian berbagi kasih terhadap sesama.
Ada beberapa pilihan yang selama bulan Ramadhan telah dipilih oleh
keluarga Indonesia sebagai kegiatan untuk pengentasan kemiskinan sekaligus bersama-sama
menikmati Hari Raya Idul Fitri demi masa depan yang indah. Salah satunya yang
banyak dilakukan oleh banyak keluarga di sekitar Jabodetabek adalah dengan
bergotong-royong mengangkat keluarga miskin atau keluarga prasejahtera sebagai
anggota keluarga angkatnya.
Mereka dijadikan keluarga binaan tanpa melalui proyek pemerintah
yang disalurkan melalui beberapa kementerian atau saluran resmi lainnya.
Keluarga mampu mengangkat keluarga binaan dalam konteks pengembangan
kebersamaan dalam wadah pos pemberdayaan keluarga (posdaya). Ada satu keluarga
mengangkat satu keluarga binaan, ada pula satu keluarga mempunyai dua atau tiga
keluarga binaan.
Sesuai program yang dikembangkan oleh setiap posdaya, keluarga
binaan itu didampingi dalam proses pemberdayaan yang meliputi bidang
pendidikan, kesehatan, wirausaha dan pengembangan lingkungan di sekitar
rumahnya. Dalam bidang pendidikan, keluarga pembina membantu anak usia sekolah
keluarga yang dibinanya agar bisa sekolah. Ketidakmampuan untuk mempunyai
pakaian yang wajar dibantu secara sederhana. Ada yang dibelikan pakaian murah
di pasar Jatinegara atau Tanah Abang, Jakarta. Ada pula yang dengan sopan
diberikan pakaian yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh anak-anak keluarga
pembina karena anaknya sudah tumbuh dewasa.
Sebagai keluarga binaan, melalui musyawarah di posdaya ditekankan
bahwa pemberian sarana belajar atau lainnya itu bukan bermaksud sebagai hinaan.
Tetapi, diberikan dengan rasa kasih dan kehormatan untuk mencapai cita-cita
masa depan yang lebih baik. Untungnya, Gubernur Fauzi Bowo telah membebaskan
semua biaya sekolah, sehingga keluarga pembina hanya perlu memberi bantuan
keperluan lain yang tidak disediakan di sekolah. Beban yang sangat ringan untuk
keluarga mampu yang berhati mulia.
Dalam bidang kesehatan, untuk berobat ke Puskesmas atau rumah
sakit, bagi keluarga yak mampu, telah sangat diperingan. Keluarga pembina hanya
perlu memberikan pendampingan agar keluarga binaannya menganut pola hidup sehat
dengan makan secara teratur, membuang sampah atau mengolah sampah menjadi pupuk
kompos atau menganut kebiasaan lain untuk hidup sehat. Keluarga pembina yang
biasa bepergian dan menginap di hotel-hotel dapat dengan mudah membawa pulang
sikat gigi gratis dan dihadiahkan kepada anak-anak keluarga miskin.
Dalam hal wirausaha, Yayasan Damandiri, melalui beberapa bank dan
koperasi Sudara Indra, sedang memperkenalkan kredit Tabur Puja dengan plafon
tidak lebih dari Rp 2 juta. Kredit Tabur Puja itu diperuntukkan bagi keluarga
miskin anggota posdaya yang ingin memulai usaha ekonomi produktif. Keluarga
pembina dapat mengajak keluarga binaannya bermitra dengan pengusaha atau
pemilik warung di desa atau RT/RW untuk belajar wirausaha.
Dengan pendampingan dari keluarga pembina, keluarga binaan dapat
mengambil kredit hingga Rp 2 juta. Kalau kredit ini dicicil selama satu tahun,
maka cicilan dan bunganya tidak lebih dari Rp 200 ribu setiap bulan. Andaikan
satu bulan keluarga binaan tidak dapat membayar cicilan, atau hanya mampu
membayar separuhnya, maka keluarga pembina hanya perlu memberi bantuan antara
Rp 100 ribu sampai maksimum Rp 200 ribu saja. Dengan modal Rp 2 juta, keluarga
binaannya akan bisa mulai menjadi "pengusaha" dengan bimbingan
keluarga lain yang punya usaha dalam kelompoknya.
Dalam praktiknya, di wilayah Jabodetabek, ternyata keluarga binaan
itu tidak langsung meminjam uang sebanyak Rp 2 juta, tetapi hanya Rp 500 ribu
atau Rp 1 juta saja. Dalam hal seperti ini, risiko sebagai keluarga pembina
setiap bulannya hanya antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu saja. Suatu risiko
yang sangat kecil padahal keluarga binaannya akan melepas diri dari lembah
kemiskinan dengan penuh hormat dan kebanggaan. Karena pembinaan yang berarti,
ternyata keluarga binaan juga rajin mengubah halaman rumahnya menjadi kebun
bergizi dengan menanam sayuran, tomat, cabe dan lainnya sehingga asupan gizi
anak-anaknya bertambah baik.
Berkembangnya keluarga binaan semacam ini ternyata juga terjadi
pada posdaya yang ada di Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, dan Kota
Yogyakarta. Di Bantul dan Kulon Progo, baru baru ini bahkan mulai dikembangkan
koperasi perkulakan posdaya yang melayani keluarga miskin (gakin). Oleh
kelompok posdayanya, gakin ini dibantu membuka warung posdaya untuk melayani
tetangganya. Kegiatan kooperatif itu sangat menarik karena "memaksa"
semua keluarga dalam lingkungan posdaya untuk bekerja cerdas dan keras.
Di daerah lain, seperti di Kabupaten Bangli, Bali, kegiatan ini
oleh bupatinya diberi nama "Nyama Anyar" yang berarti keluarga baru.
Keluarga baru terdiri atas keluarga tanpa hubungan biologis atau hukum
perkawinan. Dengan kata lain, Nyama Anyar adalah keluarga gotong-royong antara
keluarga kaya atau keluarga mampu dengan keluarga miskin atau keluarga
prasejahtera. Keluarga kaya diwajibkan membantu dan mendampingi keluarga miskin
untuk bersiap bekerja cerdas dan keras agar bisa memotong rantai kemiskinan.
Rupanya bulan Ramadhan memberi ilham untuk saling berbagi dan memberikan
dukungan bagi upaya pengentasan kemiskinan tanpa henti. Insya Allah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar