Advokat-Koruptor
ala Denny Indrayana
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu
Hukum Universitas 45, Makassar
|
MEDIA
NDONESIA, 30 Agustus 2012
ADVOKAT (pengacara) kondang 0C Kaligis melaporkan Wakil Menteri
Hukum dan HAM Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya (23/8/2012). Pasalnya, Denny
dianggap menghina profesi advokat yang amat mulia itu melalui akun Twitter-nya
pada Sabtu (18/8/2012) dengan menyebut `Advokat koruptor adalah koruptor itu
sendiri. Yaitu advokat yang membela kliennya yang nyata-nyata korupsi, menerima
bayaran dari uang hasil korupsi'.
Pembelaan seorang advokat terhadap klien yang diduga melakukan
korupsi diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) dan
Pasal 54 dan 56 ayat (1) KUHAP. Kaligis menilai Denny melanggar Pasal 310, 311,
315 KUH Pidana juncto Pasal 22, 23, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE). Laporan Kaligis tentu merupakan hak seseorang yang
memang selama ini banyak membela tersangka korupsi. Apalagi menurut Kaligis
tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang pejabat negara sekelas Wakil Menteri
Hukum dan HAM.
Fenomena ala Denny Indrayana yang memang sering membuat orang
terkesima. Misalnya saat melakukan inspeksi mendadak di Lembaga Pemasyarakatan
Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu, kemudian dituding menampar salah seorang
sipir. Tetapi begitulah fenomena Denny yang progresif, tetapi kadang dianggap
aneh oleh sebagian pihak. Sikap seperti ini yang patut dilakukan seorang
pejabat dan abdi negara, bertindak tegas dan tanpa pandang kedudukan, tetapi
tidak menampar. Menanggapi laporan tersebut, Denny menyatakan tidak bermaksud
menyerang profesi advokat melalui tweetnya.
Denny hanya bermaksud memaparkan advokat yang juga bisa melakukan malapraktik
layaknya dokter saat mendampingi tersangka atau terdakwa perkara korupsi (Media Indonesia, 25/8/2012).
Sikap Pengamat
Anggota Komisi III DPR Eva K Sundari (Media Indonesia, 25/8/2012) menilai perbuatan kontroversial yang
dilakukan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana tidak layak dicontoh oleh
para pejabat negara lainnya. Eva menilai seharusnya Denny berhati-hati dalam
mengeluarkan pernyataan, bukan menyebar komentar seperti pengamat politik yang
selalu memberikan komentar kepada publik. Kata Eva, tugas seorang pejabat
birokrat ialah melayani masyarakat. Jadi sangat tidak layak jika seorang wakil
menteri selalu mengeluarkan polemik yang dapat meng ganggu stabilitas negara ini.
Tetapi ini yang tampaknya selalu diperankan Denny yang memang berasal dari
akademisi.
Tanggapan lain dikemukakan anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat
dari Fraksi Partai Gerindra (Seputar Indonesia, 25/8/2012), bahwa pernyataan
Denny bisa dipahami yang mengeluarkan unekuneknya melalui jejaring sosial
Twitter. Hal itu dilakukan akibat kegeraman terhadap korupsi yang masih saja
mewabah di negeri ini. Sementara sejumlah advokat dinilai justru mati-matian
memperjuangkan klien yang notabene koruptor. Ini sejalan dengan penjelasan
Denny sebagai bagian dari perjuangan untuk mengkritik sejumlah oknum advokat
yang hanya memperjuangkan klien dalam kasus korupsi. Denny meyakini itu sebagai
risiko perjuangan melawan korupsi. Jika itu benar, tingkah oknum advokat akan
menyakiti hati rakyat yang sudah muak terhadap perilaku koruptor.
Pengaduan OC Kaligis ke polisi, sekali lagi sebagai hal yang
wajar, lantaran merasa selaku pengacara yang sering membela kepentingan hukum
terdakwa korupsi sesuai perintah undang-undang. Apakah berakhir happy ending?
Tetapi yang jelas publik akan membandingkan sosok OC Kaligis dengan Denny yang
memang selama ini relatif tidak berhubungan dengan urusan hukum para koruptor.
Cara lain sebetulnya bisa dilakukan melalui `dialog terbuka' untuk
mempertemukan apa yang tidak benar dan seharusnya tidak dikemukakan di ruang
publik. Cara yang ditempuh Denny melalui jejaring sosial sebagai media
alternatif karena ingin menuangkan gagasan akibat adanya kebuntuan komunikasi
dari media resmi. Penggiat hukum tidak selalu hanya bermain di ranah hukum
dalam menyikapi sesuatu. Perlu juga mengaktifkan ruang publik yang lain sebagai
media alternatif melalui dialog. Jangan sampai publik dipaksa memahami suatu
persoalan hukum sekadar proses formil, padahal ada media lain yang mungkin bisa
menyelesaikan persoalan yang juga elegan.
Kebenaran Materiil
Ada anggapan dalam masyarakat, melaporkan orang yang mengkritik
perilaku korup tak ubahnya semacam strategi dan instrumen baru untuk menyerang
balik. Ini dapat memunculkan fenomena dan pandangan keliru agar perang terhadap
perilaku korup menjadi tertutup. Advokat (pengacara) sebagai salah satu bagian
dari pelaku sistem peradilan pidana (criminal
justice system) pada dasarnya juga mencari kebenaran materiil (kebenaran
yang sesungguhnya) terhadap perkara yang secara tegas UU Advokat menyatakan
bahwa advokat adalah seseorang yang berprofesi sebagai pemberi jasa hukum, di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan UU.
Misalnya, pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien. Sekiranya ditemukan fakta bahwa kliennya memang
bersalah, tidak boleh ditutup-tutupi, tetapi menyikapinya dengan melakukan
pembelaan secara proporsional dan profesional. Maka itu, wajar saja meminta
kepada hakim untuk meringankan hukumannya.
Peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum harus
memaknai bahwa pembelaan terhadap klien tidak dimaksudkan untuk membantu
terdakwa lolos dari jerat hukum jika berdasarkan kebenaran materiil terbukti
dalam sidang pengadilan. Jika memang alat bukti terpenuhi melakukan korupsi,
sewajarnya pembelaan bagi pengacara akan membantu meringankan hukuman bagi sang
klien. Tetapi jika fakta dan kebenaran materiil di sidang pengadilan tidak
membuktikan kesalahan klien, maka sepantasnya pengacara meyakinkan hakim untuk
membebaskannya. Kita juga respek atas apa yang diperjuangkan OC Kaligis saat
menjadi pengacara Nazaruddin dalam kasus suap Wisma Atlet. Termasuk advokat
Hotman Paris Hutapea, Elsa Syarif, dan kawan-kawan yang juga menjadi pengacara
Nazaruddin, serta Junimart Girsang saat jadi pengacara Yulianis. Mereka begitu
gigih membongkar dugaan korupsi bersama dalam kasus Wisma Atlet lantaran
melihat ada sosok lain yang mestinya dijadikan tersangka. Ini salah satu pola
perjuangan advokat yang patut diapresiasi karena bukan semata-mata membela
kepentingan klien, tetapi juga ingin mencari `kebenaran materiil' atas kasus
korupsi yang ditanganinya. Tetapi tidak banyak advokat yang bersikap seperti
itu, yang berupaya membongkar konspirasi proses hukum yang merugikan kliennya.
Kalaulah dugaan pelecehan (penghinaan) terhadap profesi advokat
ini sampai di pengadilan, tentu publik berharap akan terwujud proses hukum yang
jujur, adil, memberi manfaat bagi pemberantasan korupsi, sekaligus melahirkan
kepastian hukum yang bermartabat. Jangan terkesan ada upaya kriminalisasi. Pada
sisi lain, sikap Denny yang menurutnya sebagai bagian dari perjuangan melawan
perilaku koruptif, juga harus dihargai.
Apalagi Denny secara terbuka sudah `meminta maaf ' kepada advokat
(bersih) atas pernyataannya itu. Ini bisa mencairkan suasana dan dijadikan
pelajaran berharga bagi Denny, sebab seperti masih kurangnya advokat yang mau
membongkar korupsi bersama yang ditangani, Denny pun demikian. Masih sangat
kurang pejabat negara yang bukan hanya banyak bicara tetapi juga tegas dan berani
bertindak. Seharusnya negeri ini `dibuat neraka' bagi para koruptor. ●
mana ada kita menuntut advokat
BalasHapus