Afghanisasi
Suriah
Hasibullah Satrawi ; Pengamat Politik Timur Tengah dan Dunia Islam;
Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir
|
MEDIA
INDONESIA, 28 Agustus 2012
JIKA
ditinjau dari peta krisis politik yang terjadi saat ini, Suriah mempunyai
kemirip an yang nyaris sempurna dengan Afghanistan pada era Uni Soviet. Saat
itu Afghanistan menjadi `gelanggang perang terbuka' bagi pelbagai pihak yang
berkepentingan, khususnya Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS).
Dua
negara besar itu pula yang sekarang berada di balik krisis politik di Suriah.
AS bersama sekutu-sekutu mereka berupaya tak kenal lelah untuk menggulingkan
rezim Bashar al-Assad, sedangkan Rusia (dulu Uni Soviet) bersama negara lain
seperti China dan Iran berusaha mempertahankan kekuasaan rezim Bashar alAssad
dengan sekuat tenaga.
Basis Baru Terorisme
Sebagaimana
pernah terjadi di Afghanistan pascaperang melawan Uni Soviet, Suriah saat ini
sangat potensial menjadi basis baru terorisme. Di satu sisi, di Suriah selama
ini terdapat sejumlah tokoh teror isme sekaliber Abu Mus’ab asSuri yang menjadi
rujukan pemikiran radikalteroristis bagi kelompok teroris dan kaum radikal. Di
sisi lain, Suriah yang dilanda konfl ik berkepanjangan saat ini menjadi tempat
negara-negara adikuasa (seperti AS dan Rusia) untuk mengobral pelbagai macam
jenis senjata untuk mendukung sekutu masing-masing.
Apa
yang saat ini terjadi di Irak harus mendapat perhatian serius dari banyak
pihak. Pascainvasi AS dan sekutu mereka pada 2003, Irak menjadi basis baru bagi
kelompok teroris. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi di Libia
pascaruntuhnya kekuasaan Khadafi dan di Yaman pascamundurnya Ali Abdullah Saleh.
Memanasnya
wilayah Sinai di Mesir dalam beberapa waktu terakhir bisa menjadi contoh lain
dari pembasisan terorisme di sebuah wilayah yang dilanda konflik. Kelompok salafi
radikal di Mesir secara terang-terangan angkat senjata terhadap keamanan
setempat. Itulah yang membuat aparat keamanan setempat kembali turun untuk
melakukan operasi militer yang mereka sebut untuk menyucikan (lithath-hiri) Mesir dari anasir
terorisme.
Pada
tahap tertentu dapat dikatakan, kekuatan terorisme global seperti Al-Qaeda
mempunyai kepentingan yang sama dengan AS dan sekutu mereka di Suriah, yaitu
melawan dan menghancurkan rezim Bashar al-Assad. Khususnya, Al-Qaeda yang saat
ini dipimpin Ayman Az-Zawahiri.
Dengan
kata lain, Rezim Bashar al-Assad tak hanya dimusuhi AS dan sekutu mereka,
tetapi juga oleh kelompok teroris. Hal itu terjadi karena rezim Al-Assad kerap
memberangus para pejuang Islam, bahkan sejak jauh hari sebelum angin revolusi
mengguncang negeri itu. Apalagi para pejuang Islam yang kerap diberangus rezim
Al-Assad dari kalangan Sunni, sedangkan keluarga besar Al-Assad dari kalangan
Syiah Alawiyah. Maka, kebencian kelompok Al-Qaeda terhadap rezim Al-Assad tak
jarang membawa sentimen sektarian.
Itu
sebabnya sejak awal revolusi bergulir, Ayman Az-Zawahiri selaku pemimpin
Al-Qaeda telah mendorong anggotanya dan simpatisan Al-Qaeda untuk berjuang
melawan rezim Al-Assad. Saat ini diyakini, kelompok Al-Qaeda juga telah berada
di Suriah untuk menghancurkan kekuasaan Bashar al-Assad.
Kepentingan
dan keberadaan kelompok teroris di Suriah, sebagaimana disebutkan, harus
menjadi perhatian semua pihak terutama dalam konteks distribusi pelbagai macam
bantuan untuk memperkuat sekutu mereka di Suriah, khususnya dalam hal
persenjataan, operasi intelijen, dan yang lainnya. Apalagi rezim Bashar
al-Assad mengklaim mempunyai senjata kimia yang siap digunakan bila
negara-negara luar menyerangnya.
Tampaknya,
hal itu sedikit banyak menjadi perhatian AS dan sekutu mereka. Faktanya, AS dan
sekutu mereka tetap menahan diri sampai saat ini.
Walaupun pelbagai macam langkah yang diupayakan untuk melengserkan Bashar
alAssad, itu kerap kandas di tengah jalan. Beberapa pejabat Gedung Putih bahkan
justru mengingatkan bahaya kelompok teroris di Suriah.
AS
tentu tak hanya mengkhawatirkan penggunaan senjata kimia terhadap pasukan mereka
oleh pasukan Suriah (bila menyerang negara itu). Lebih dari itu, yang menjadi
kekhawatiran AS ialah bila senjata kimia tersebut jatuh ke tangan kelompok
teroris. Bila itu yang terjadi, perang AS melawan kelompok teroris akan semakin
panjang. Bukan tidak mungkin ribuan rakyat AS akan kembali menjadi korban
serangan yang dilakukan kelompok teroris.
CLBK
Pertemuan
kembali kelompok terorisme global seperti Al-Qaeda dengan AS dan sekutu mereka
di Suriah bisa menjadi momentum terjadinya cinta lama bersemi kembali (CLBK). Apalagi
pertemuan itu terjadi atas dasar kepentingan yang sama dan menghadapi musuh
yang sama pula.
Dikatakan
demikian karena Al-Qaeda (khususnya Osama bin Laden) sesungguhnya mantan teman
dan anak didik AS pada waktu Afghanistan melawan Uni Soviet. Pada era itu,
keduanya dipertemukan di tempat yang sama (Afghanistan) dan demi tujuan yang
sama (melawan Uni Soviet)--sebelum akhirnya keduanya putus hubungan bahkan
menjadi musuh bebuyutan seperti sekarang.
Kini,
kedua pihak kembali dipertemukan di tempat yang sama (Suriah) dan demi tujuan
yang kurang lebih sama, yaitu melawan dan meruntuhkan kekuasaan rezim Bashar
al-Assad yang didukung penuh oleh Rusia. Kelompok revolusi Suriah bahkan pernah
mengklaim berhasil membunuh seorang jenderal Rusia di Suriah. Sebaliknya, rezim
Bashar al-Assad kerap menuding bahwa unsur pasukan dan intelijen sekutu AS
kerap membantu kelompok revolusi dalam melawan pasukan rezim Suriah.
Semua
itu menunjukkan Rusia bersama sekutu mereka yang lain tidak tanggung-tanggung
dalam membela dan mendukung Suriah dalam menghadapi kelompok revolusi yang
didukung penuh oleh AS bersama sekutusekutu mereka. Demikian juga sebaliknya,
AS bersama sekutu mereka cukup total membantu kelompok revolusi.
Itulah
yang penulis maksud dengan istilah ‘Afghanisasi Suriah’. Pelbagai macam
kekuatan yang pada era Uni Soviet terlibat langsung dalam peperangan di
Afghanistan kini kembali terlibat dalam peperangan semiterbuka di Suriah.
Krisis Suriah bahkan mempertemukan kembali dua musuh besar yang pada era perang
Afghanistan terlibat dalam hubungan yang cukup mesra.
Meski
demikian, menurut hemat penulis, AS dan Al-Qaeda sama-sama membutuhkan
pertimbangan lebih matang untuk terlibat dalam hubungan CLBK, mengingat
keduanya telah sama-sama melakukan pengkhianatan paling besar yaitu menyerang
pelbagai macam simbol kekuasaan AS (bagi Al-Qaeda, khususnya tragedi 11
September 2001) dan membunuh Osama bin Laden (bagi AS dan sekutu mereka). Dua
pengkhianatan besar menurut versi masing-masing, sebagaimana disebutkan, telah
membuat kedua pihak semakin jauh masuk ke jurang permusuhan.
Kalaupun
kedua pihak harus bertemu dan bersama untuk menghadapi musuh yang sama, hal itu
hampir dipastikan tidak akan terjadi secara langsung, tetapi melalui `pihak
ketiga' yang juga mempunyai kepentingan yang sama. Kelompok revolusi Suriah
bisa menjadi `pihak ketiga' bagi pertemuan dua kepentingan dari dua kelompok
yang saat ini terlibat dalam perang besar di sana-sini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar