Dari Luar Pagar
Sekolah
Hasta Indriyana ; Bekerja di Yayasan Pendidikan &
Kebudayaan RODA
|
KOMPAS,
27 Agustus 2012
Suatu sore, penulis menemani anak-anak usia
SD membaca di sebuah perpustakaan dusun di pelosok Gunung Kidul, Yogyakarta. Di
tengah keasyikan, seseorang bertanya, ”Lengkuas itu apa?”
Tak seorang pun menjawab. Penulis ikut nimbrung, memancing dengan pertanyaan:
”Kalian ngerti laos (Jawa:
lengkuas)?” Tetap saja semua geleng kepala.
Anak yang bertanya tadi tiba-tiba menjelaskan
panjang lebar tentang lengkuas dengan membaca buku yang dipegangnya, yaitu buku
obat-obatan tradisional. Sore itu terjadi diskusi kecil oleh anak-anak kecil
mengenai lengkuas (Alpinia galanga)
dan jenis tanaman obat-obatan yang lain.
Mengapa anak-anak sampai tidak tahu lengkuas?
Sangat ironis! Mereka hidup dalam masyarakat rural yang orangtuanya hampir tiap
hari menggunakannya, baik untuk obat maupun bumbu masak. Bagi penulis, ini
masalah, lantas berencana mengenalkannya kepada anak-anak dengan cara yang
menyenangkan.
Esoknya, penulis bertanya kepada mereka,
”Perlukah lengkuas dan sejenisnya diketahui?” Ya, tentu saja, jawab mereka.
Rencana dan persiapan kemudian diterapkan. Pertemuan pertama, anak-anak diajak
menyusuri jalan kampung sambil melihat-lihat, di pekarangan siapa saja yang
tumbuh tanaman obat-obatan. Selesai jalan-jalan, anak-anak diminta menggambar
rute yang telah dilalui. Selanjutnya, menandai rumah siapa saja yang
pekarangannya ditanami tanaman obat-obatan. Maka, di pertemuan pertama jadilah
peta obat-obatan tradisional di dusun tersebut.
Pertemuan kedua, anak-anak diminta membawa
beberapa jenis tanaman obat. Satu per satu diminta menjelaskan tanaman yang
dibawa, kemudian menggambarnya utuh: daun, batang, akar. Mereka juga diminta
menggambar detail bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai obat. Selesai
menggambar, lukisan sederhana itu dipajang di dinding perpustakaan. Jadilah
pertemuan kedua semacam pameran gambar tanaman obat-obatan.
Pertemuan selanjutnya, anak-anak
mendiskusikan jenis-jenis tanaman obat, khususnya yang asing bagi mereka atau
yang jarang ditemui. Penulis mengajak mereka mencari informasi ke warga,
utamanya orangtua yang paham. Seperti kerja jurnalistik, di ujung pertemuan
hasilnya adalah tulisan sederhana mengenai dusun mereka dan obat-obatan
tradisional yang tumbuh di atasnya. Tulisan-tulisan itu kemudian dimuat di
koran dusun.
Pertemuan terakhir, membuat video tentang
anak-anak dusun dan tanaman obat tradisional. Jenis film adalah pengenalan
tanaman obat beserta cara pengolahannya.
Menjadi Pembelajar
Ada banyak hal yang bisa digunakan ketika
belajar. Media, bagi mereka sangatlah penting, sebab sifatnya memudahkan. Pada
prinsipnya, hal-hal yang substantif sebisa mungkin gampang diterima. Lebih
bagus jika media tersedia di sekitar lingkungan. Tujuannya, anak-anak memahami
diri dan lingkungannya.
Contoh sederhana dari peristiwa itu, anak
bisa memahami tanaman obat tradisional dengan mempelajarinya langsung.
Pelajaran lain pun bisa didapat, seperti pemetaan, teknik mengarsir, reportase,
menulis, produksi film, kepedulian lingkungan, kerja sama, dan manfaat lain
yang didapat dengan cara ”sambil menyelam minum air”.
Manfaat-manfaat yang didapatkan di atas tentu
bukan tanpa sengaja. Walaupun yang dilakukan adalah pendidikan nonformal, semua
kegiatan tersebut terencana, terarah, terkontrol, dan bertujuan. Penting pula
dalam hal ini adalah belajar dengan cara yang menyenangkan.
Di balik itu semua ada hal menyedihkan:
selama ini mereka ternyata asing terhadap diri dan lingkungannya. Hal ini pula
yang tidak diajarkan di sekolah formal. Bahwa, selama ini, sekolah formal yang
dilapisi tembok pembatas serasa seperti membatasi ruang kebebasan anak-anak.
Sekolah bagi mereka adalah duduk di dalam
ruangan, mendengar guru menerangkan, menghafal, dan bertahan dalam kekakuan.
Alam, lingkungan sosial, dan keluarga sangat jarang dilibatkan sebagai medan
belajar. Itulah yang menjadikan si anak terasing dari realitas diri dan lingkungannya.
Seorang guru tentu pernah merasakan menjadi
murid (insan pembelajar). Menjadi murid itu tidak gampang sebab tidak semua
guru mampu menyampaikan materi ajarnya dengan baik. Belum lagi jika si murid
memiliki keterbatasan secara personal dalam menyerap pelajaran, atau bahkan
sarana dan prasarana belajar-mengajar yang terbatas.
Maka, guru yang baik adalah insan yang
senantiasa mau belajar. Artinya, dirinya dituntut selalu inovatif, mau
memikirkan strategi bagaimana transformasi akhlak dan ilmu pengetahuan dapat
terserap efektif oleh murid. Dalam hal ini, murid bisa menjadi ”guru” bagi si
guru, yaitu ketika model pembelajarannya terlahir dari kebutuhan murid.
Bagaimana menjadi guru baik
dengan pembelajaran yang ideal? Pertama, proses belajar yang menyenangkan.
Salah satu bentuk belajar menyenangkan adalah belajar dengan permainan. Kata
”permainan” (bukan ”main-main”) sekilas tampak sepele, tetapi sesungguhnya diciptakan melalui pemikiran,
perencanaan, percobaan, terarah, dan memiliki tujuan. Kata yang pas untuk
menyamakan dengan ”permainan” adalah media, sebagaimana cerita penulis di atas.
Kedua,
bertolak dari filsafat pendidikan Freire (1984), yaitu pendidikan yang
membebaskan. Murid bukanlah obyek proses belajar,
melainkan subyek. Fungsi guru adalah mediator dan motivator bagi murid yang
memiliki rasa ingin tahu. Menempatkan murid sebagai subyek proses
belajar akan membuat murid bersyukur menjadi dirinya sendiri.
Ketiga, menciptakan pendidikan
seimbang
yang memperhatikan seluruh aspek diri manusia, yaitu hati,
akal, dan fisik dalam bingkai ketauhidan. Pendidikan semacam ini jika
dilakukan sejak dini mampu meminimalkan pengaruh negatif dari luar.
Upaya pembelajaran di atas bisa
dilakukan oleh guru yang berkompeten, memiliki idealisme memajukan pendidikan,
dan pantang menyerah. Mereka adalah orang-orang yang tersenyum
bahagia ketika tunas-tunas bangsa tumbuh dengan akhlak dan kecerdasan yang dipergunakan
bagi kemaslahatan umat, kelestarian alam, dan penguat pilar agama. Wallahualam!
●
izin copas pak
BalasHapuswah, artikel yang bagus, , , bisa dijadikan pelajaran bagi para siswa agar selalu rajin dan semangat belajar. terima kasih gan, , ,
BalasHapus