Jokowi
Pascakemenangan BG
Fajar Kurnianto ; Peneliti
Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK)
Universitas Paramadina, Jakarta
|
REPUBLIKA,
17 Februari 2015
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi,
memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG) atas Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Calon tunggal kepala Polri ini menggugat
keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka.
Dalam persidangan Senin (16/2), hakim Sarpin memberikan
beberapa pertimbangan untuk memenangkan BG. Pertama, penetapan tersangka
merupakan objek praperadilan. Sarpin menuturkan, memang di Pasal 77 juncto 82
ayat 1 juncto 95 ayat 1 dan 2 KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP tidak
disebutkan penetapan tersangka termasuk dalam objek praperadilan. Namun,
Sarpin berpendapat bukan berarti jika tidak disebutkan kemudian bukan
wewenang praperadilan.
Kedua, menurut Sarpin, penetapan tersangka merupakan
bagian dari proses penyidikan sehingga akan berujung pada penuntutan dan
penahanan. Sarpin berpendapat, proses penyidikan sudah merupakan upaya paksa
merampas kemerdekaan. Meskipun belum ada penahanan atau penggeledahan.
Ketiga, kata Sarpin, KPK menyesar BG saat menjabat sebagai
kepala Biro Pembinaan Karier pada 2003-2006. Menurut Sarpin, jabatan ini hanya
administrasi di bawah Deputi Sumber Daya Manusia dengan pangkat Eselon 2.
Dengan demikian, unsur penyelenggara negara tidak terpenuhi.
Keempat, KPK dalam persidangan menyebut penetapan
tersangka sudah melalui dua alat bukti kuat. Namun, dalam persidangan, kata
Sarpin, KPK hanya menyerahkan nomor register sprindik.
Kelima, kasus yang disangkakan kepada BG tidak berdampak
banyak ke masyarakat. Sebab, status tersangka dikenakan saat BG menjabat
sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier. Baru meledak karena jadi calon tunggal
kapolri, katanya.
Dengan lima pertimbangan ini, berarti status tersangka BG
yang ditetapkan KPK dicabut. Artinya, dia dianggap bersih secara hukum dan
KPK telah keliru dan terburu-buru menetapkannya sebagai tersangka.
Sekarang, yang ditunggu adalah sikap Jokowi. Beberapa hari
ke belakang, Jokowi sudah melakukan komunikasi politik dengan Koalisi Merah
Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Juga dengan tokoh
masyarakat yang masuk Tim 9 yang dibentuknya. Pada 29 Januari lalu, Jokowi
mengundang Prabowo Subianto ke Istana Bogor, yang antara lain membahas soal
Budi Gunawan. Hasilnya, seperti dikatakan Prabowo, KMP akan mendukung apa pun
keputusan Jokowi nantinya.
Sehari sebelumnya (28/1), Jokowi telah mendengar
rekomendasi dari Tim 9. Ada lima rekomendasi, antara lain, pertama, Presiden
memberi kepastian kepada siapa pun penegak hukum yang berstatus tersangka
untuk mengundurkan diri. Kedua, menyarankan Presiden mengartumerahkan atau
tidak melantik BG menjadi kapolri karena berstatus tersangka. Tim ini
berharap Jokowi mempertimbangkan kembali pengusulan calon baru.
Ketiga, meminta Presiden Jokowi menghentikan segala upaya
yang diduga kriminalisasi terhadap personel penegak hukum di lembaga manapun.
Kriminalisasi itu bisa berasal dari Polri ataupun KPK dan masyarakat umum.
Keempat, Presiden memberikan perintah kepada Polri dan KPK agar menegakkan
kode etik atas pelanggaran etika profesi. Pelanggaran kode etik itu diduga
dilakukan personel Polri dan KPK. Kelima, Presiden menegaskan kembali
komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum pada umumnya.
Selain dengan KMP dan Tim 9, Jokowi juga telah bertemu KIH
yang merupakan pendukung utamanya di parlemen, yang sangat ngotot ingin agar
Jokowi segera melantik BG sebagai kapolri. Pertemuan santai di Solo pada
Sabtu (14/2) itu dihadiri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri,
Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Hanura Wiranto, politikus PKB yang
juga Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Marwan Ja’far, Ketua Umum PPP Romahurmuziy,
politikus PDIP Eriko Sotarduga, Gubernur Jateng yang juga politikus PDIP
Ganjar Pranowo. Hingga kini Jokowi belum menyampaikan hasil pertemuan itu.
Sebagai kepala negara, langkah politik Jokowi sudah di
jalur benar. Ia telah menjalin komunikasi politik dengan semua pihak, dan
semuanya mendukung apa pun keputusan Jokowi. Setelah BG menang di sidang
praperadilan, apakah Jokowi akan benar-benar melantik BG?
Jika melihat peta di parlemen, tidak ada masalah jika
benar dilantik atau tidak jadi dilantik. Tak ada hukum yang dilanggar oleh
Jokowi. Rekomendasi Tim 9 yang meminta agar calon kapolri yang menjadi
tersangka untuk mengundurkan diri pun dengan demikian menjadi berubah setelah
kemenangan BG di praperadilan.
Arah angin tampaknya sedang berpihak ke BG. Jika Jokowi
kemudian melantiknya sebagai kapolri karena melihat hasil sidang
praperadilan, bisa jadi publik yang selama ini mendukungnya, bahkan menjadi
elemen utama yang memenangkannya menjadi presiden pada pilpres, akan kecewa
berat, tetapi di parlemen Jokowi aman. Jika skenarionya seperti itu,
masalahnya bagaimana "menenangkan" publik yang kecewa terhadap
Jokowi. Publik sudah kadung percaya apa yang dilakukan KPK benar dan segala
yang menimpa sejak BG ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK adalah bentuk
kriminalisasi dan pelemahan terhadap institusi antirasywah itu.
Jokowi perlu matang memutuskan, tidak hanya melihat
masalah hukum, tetapi juga suara publik yang sudah jengah dengan persoalan
korupsi yang entah bagaimana selalu punya jalan dan cara untuk terus tumbuh
mekar dan kuat meski sudah ada KPK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar