KTP Ganda Budi Gunawan
“Editor Tajuk” ; Wartawan Senior Tempo
|
KORAN
TEMPO, 27 Februari 2015
Sikap mendua
Kepolisian dalam menangani pelanggaran data kependudukan yang dilakukan
Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad patut
dipertanyakan.
Polisi telah
menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan data Feriyani Lim
dalam kartu keluarganya. Samad dituduh melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman hukuman 8
tahun penjara. Ia juga dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Namun sikap
berbeda ditunjukkan terhadap Budi Gunawan. Calon Kapolri yang kemudian
pelantikannya dibatalkan ini diketahui memiliki dua kartu tanda penduduk.
Pertama, atas nama Budi Gunawan, beralamat di Jalan Duren Tiga Barat VI Nomor
21 RT 05 RW 02, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, dan kedua atas nama
Gunawan dengan alamat Jalan Duren Tiga Selatan VII Nomor 17-A, juga di
Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Dua-duanya bergambar wajah Budi Gunawan.
Kepolisian
menyatakan tak ada pelanggaran atas pemilikan KTP ganda tersebut. Kepala
Badan Reserse Kriminal Budi Waseso menyebutkan, yang dilakukan Budi tidak
berdampak apa pun, berbeda dengan Samad karena menyebabkan Feriyani mendapat
paspor. Menurut Waseso, yang dilakukan Samad berbahaya, sedangkan Budi tidak.
Pernyataan
Waseso jelas menyesatkan. Pemilikan KTP ganda jelas melanggar Pasal 62 ayat 1
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal
tersebut menyatakan setiap warga negara hanya diperbolehkan terdaftar dalam
satu kartu keluarga. Pelanggar pasal ini bisa dipidana 2 tahun penjara dan
denda Rp 25 juta. Seperti pembuatan kartu keluarga dengan data palsu,
pemilikan KTP ganda juga bisa dijerat dengan Pasal 263 KUHP.
Kepolisian
tidak boleh melindungi Budi dalam pelanggaran pemilikan KTP. Alasan bahwa
pemilikan KTP ganda bisa dilakukan polisi untuk kepentingan tugas seperti
disampaikan Waseso terasa mengada-ada. Apalagi penelusuran majalah Tempo
menemukan KTP atas nama Gunawan itu digunakan untuk membuka dua rekening bank
guna menampung aliran dana miliaran rupiah dari Budi Gunawan pada 2008.
Wakil Kepala
Polri Badrodin Haiti, yang kini dicalonkan Presiden Joko Widodo sebagai
Kepala Polri, harus memerintahkan Bareskrim untuk mengusut pemilikan KTP
ganda Budi. Jika KTP itu dibuat dengan tujuan membuka rekening dan menampung
uang suap, jelas itu kejahatan. Budi bahkan bisa dituduh melakukan kejahatan
pencucian uang.
Badrodin tak
boleh membiarkan Samad dikriminalkan, sementara pelanggaran pemilikan KTP
ganda Budi dibiarkan begitu saja. Itu memperburuk citra polisi yang kini pun sudah
terpuruk. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar