Kamis, 26 Februari 2015

Pendidikan dan Kebudayaan

Pendidikan dan Kebudayaan

Amich Alhumami  ;  Antropolog-Penekun Kajian Pendidikan dan Kebudayaan;  Bekerja di Direktorat Pendidikan Bappenas
MEDIA INDONESIA, 23 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

PENDIDIKAN dan kebudayaan ialah isu besar yang harus ditangani secara sungguh-sungguh karena merupakan barometer kualitas manusia dan kemajuan suatu bangsa.Kementerian ini jelas merupakan institusi strategis yang semestinya dipimpin oleh sosok yang memiliki pemahaman mendalam mengenai masalah-masalah fundamental di bidang pendidikan dan kebudayaan sekaligus. 

Pemahaman yang baik, antara lain, tecermin pada kemampuan untuk meletakkan isu pembangunan pendidikan dalam konteks pembangunan kebudayaan secara keseluruhan. Harus ditegaskan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan sebagaimana para pemikir--klasik dan modern--selalu menempatkan pendidikan sebagai salah satu elemen saja dari kebudayaan.

Berbeda dengan pandangan para pemikir arus-utama, Menteri Anies Baswedan--dalam wawancara dengan Kompas (12/11/2014)--justru punya pandangan lain ketika mengatakan bahwa `kebudayaan ialah bagian dari pendidikan.' Jelas pandangan ini keliru-suatu kesalahan konseptual yang cukup serius sekaligus menunjukkan betapa sang menteri kurang memahami bidang pendidikan dan kebudayaan yang sangat strategis yang selama bertahun-tahun selalu menjadi pusat perhatian seluruh bangsa.

Mosaic pattern

Saya tidak tahu bacaan apa dan pengarang buku mana yang menjadi rujukan ketika ia mengemukakan suatu konsep paling pokok dan sangat fundamental yang bertentangan dengan pandangan umum di kalangan para pemikir dan ahli pendidikan dan kebudayaan. Berbeda dengan pernyataan sang menteri, pandangan aksiomatis yang berlaku universal ialah pendidikan bagian—jika bukan sebagian kecil saja—dari kebudayaan. Jika kebudayaan laksana mosaic pattern nan indah menawan, pendidikan hanya sepenggal marble yang ikut membentuk keindahan mosaic pattern tersebut. Namun, mosaic pattern tidak akan pernah terbentuk sempurna tanpa aneka rupa marble selain pendidikan. 
Sebagai penggalan marble, pendidikan hanya mengisi ruang kecil di salah satu sudut mosaic pattern yang berukuran luas sehingga membentuk gambar besar yang disebut kebudayaan.

Jadi, kebudayaan jauh lebih luas dari pendidikan karena mencakup hampir semua aspek kehidupan umat manusia. Kebudayaan mencakup sistem pengetahuan, sistem nilai dan norma, sistem ekonomi dan mata pencarian, sistem hukum, sistem sosial, dan sistem politik yang menjadi rujukan untuk menciptakan keteraturan hidup bermasyarakat. Kebudayaan mencakup pula aneka jenis kesenian, kreativitas, inovasi, dan daya cipta— buah dari proses pendidikan—yang merepresentasikan manusia, masyarakat, dan bangsa yang beradab. Kebudayaan juga mencakup sistem teknologi dan peralatan sebagai instrumen bagi umat manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan sehingga punya daya survival dan mampu mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sedemikian luas cakupan kebudayaan, seorang ahli sosiologi terkemuka Henry Pratt (1967) merumuskan konsep kebudayaan dalam kutipan panjang berikut, “A collective name for all behavior patterns socially acquired and transmitted by means of symbols; hence a name for all the distinctive achievements of human groups, including not only such items as language, tool-making, industry, art, science, law, government, morals and religion, but also the material instruments or artifacts in which cultural achievements are embodied and by which intellectual cultural features are given practical effect, such as buildings, tools, machines, communication devices, art objects, etc.”

Kaitan pendidikan-kebudayaan

Dengan meletakkan pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan-bukan sebaliknya, seperti yang dipahami Pak Menteri--pendidikan sejatinya adalah suatu proses pembudayaan untuk melahirkan manusia-manusia yang berbudaya. Kaitan erat pendidikan-kebudayaan tampak dalam rumusan umum yang selalu muncul dalam cultural discourse di kalangan para ahli ilmu-ilmu sosial; education is a means of developing civilized human beings and creating cultured human societies.

Dalam perspektif demikian, pendidikan ialah jalan strategis untuk membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia, seperti yang diyakini para pemikir klasik-modern. Rabindranath Tagore, seorang pendidik dan pujangga India yang meraih Nobel Sastra 1913 menegaskan keterkaitan pendidikan-kebudayaan. Pendidikan dimaknai sebagai medium pembelajaran untuk menghargai khazanah kebudayaan lain dengan tetap merawat kebudayaan sendiri. Tagore menghargai nilai-nilai multikulturalisme dan meyakini pendidikan dapat menjadi jembatan penghubung antarkebudayaan. Setiap kelompok masyarakat pemilik suatu kebu dayaan dapat memetik hal-hal yang baik dan positif dari kebudayaan lain untuk diadopsi, guna memperkaya khazanah kebudayaan sendiri. Suatu kebudayaan tidak mungkin terisolasi dari kebudayaan lain dan pendidikan berfungsi membangun kesepahaman antarkebudayaan dalam suatu relasi yang harmonis di dalam masyarakat.
Kita juga dapat merujuk pemikiran tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yang memaknai pendidikan sebagai proses liberasi sosial-politik-budaya. Karena itu, pendidikan harus mampu menumbuhkan dan membangun jiwa-jiwa merdeka dan mandiri. Pendidikan adalah kerja kebudayaan untuk melahirkan manusia-manusia yang berpikiran merdeka, berjiwa patriotik, dan berwatak nasionalis yang mampu melawan hegemoni kekuasaan kolonial. Tokoh pendidikan lain, Mohammad Syafei, juga berpendirian bahwa pendidikan harus mampu menanamkan jiwa mandiri, memupuk kemampuan berdikari, menumbuhkan etos kerja tinggi melalui proses pembelajaran berdasarkan pengalaman dan pendidikan sepanjang hayat. Bahkan, ahli filsafat dan sastrawan angkatan Pujangga Baru, Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa upaya membangun sebuah bangsa yang modern sejatinya ialah pekerjaan pendidikan.
Bangsa modern mensyaratkan kesediaan untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru, belajar dari pengalaman bangsa lain, mengembangkan ilmu pengetahuan, terbuka, dan bersedia menyerap nilai-nilai kemodernan yang berasal dari Barat dengan tetap menjaga identitas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
Strategi kebudayaan
Sangat jelas, pemikiran pendidikan yang dikemukakan para pemikir klasik-modern tersebut mengandung makna esensial kebudayaan. Mereka menyentuh pikiran, akal budi, nilai-nilai, dan sikap mental setiap insan—dalam komunitas dan bangsa—yang harus dipupuk dan dikembangkan melalui proses pendidikan sebagai medium pembebasan untuk membangun kebudayaan dan peradaban maju serta modern.
Dalam konteks demikian, pendidikan harus dimaknai sebagai strategi kebudayaan yang berorientasi untuk mengembangkan seluruh potensi manusia. Pendidikan merupakan wahana pembelajaran yang memfasilitas tiga aspek penting setiap manusia dapat tumbuh kembang sempurna: (1) Cognitive learning yang meliputi pengembangan ilmu pengetahuan, talenta, dan daya intelektualitas; (2) Affective development yang meliputi penanaman nilai-nilai moralitas dan religiositas serta pemupukan sikap emosional dan sensitivitas; dan (3) Practical compentence yang mencakup peningkatan kinerja, kemampuan adaptasi, peningkatan kemahiran, dan keterampilan teknik untuk memperluas berbagai pilihan pekerjaan dan mengatasi masalah-masalah praktis dalam kehidupan.
Sebagai bentuk strategi kebudayaan, pendidikan dimaksudkan untuk menyiapkan individu dan masyarakat agar dapat membangun kehidupan modern di masa depan. Pendidikan merupakan (1) medium bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan-kesenian; (2) wahana sosialisasi nilai, pembinaan sikap mental, dan karakter; (3) pemupukan jiwa kreatif yang dapat mendorong tumbuhnya kebebasan dan daya cipta melalui serangkaian eksperimentasi.
Mengingat posisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang demikian penting, maka seyogianya diurus oleh figur dengan kemampuan istimewa yang tergolong outstanding. Oleh karena itu, sungguh diperlukan sosok menteri yang punya pemahaman mendalam dan komprehensif atas masalah-masalah mendasar pendidikan dan kebudayaan. Bangsa ini sangat merindukan tokoh-tokoh sekaliber Daoed Joesoef, Fuad Hasan, dan Malik Fadjar untuk memimpin kementerian strategis ini agar tidak muncul pemahaman keliru dengan ungkapan “kebudayaan ialah bagian dari pendidikan.“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar