Buru
Harta WNI di Kawasan Sekretif
Dedi Haryadi ; Deputi Sekjen Transparansi Internasional
Indonesia
|
KOMPAS,
26 Februari 2015
Kementerian Keuangan berencana memburu kekayaan WNI yang
ditengarai disimpan di bank-bank di Singapura. Menurut perkiraan Budi G
Sadikin, Direktur Utama PT Bank Mandiri, dana individu atau korporasi WNI
yang tersimpan di sana mencapai Rp 3.000 triliun.
Rencana selanjutnya, memberikan pengampunan pajak kepada
warga atau perusahaan yang selama ini tidak membayar pajak karena aktivitas
ekonominya menyimpan kekayaannya di luar negeri. Nilai pajak yang harus
dibayarkan akan dikurangi dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Dengan
cara itu, diharapkan mereka mau menyimpan kekayaannya di dalam negeri.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro padal 15 Desember
2014 menemui Menteri Keuangan Singapura Tharman Shanmugarathman. Mereka
membahas upaya peningkatan kerja sama bilateral dalam bidang pertukaran
informasi tentang perpajakan dalam
mengatasi kejahatan perpajakan lintas negara. Mengapa pertukaran informasi
menjadi isu sentral dalam perburuan kekayaan WNI di luar negeri?
Ada dua faktor yang kait-mengait. Pertama, kekayaan
tersebut biasanya disimpan di beberapa
kawasan sekretif. Kita perlu memahami lebih lanjut karakteristik dan
dinamika kawasan sekretif ini. Banyak negara tak berdaya menghadapi kawasan
sekretif. Kedua, karena sekretif, problem yang dihadapi pemerintah dalam
relasinya dengan kawasan sekretif adalah terjadinya informasi asimetris.
Pemerintah kita saat ini tak tahu siapa saja, perusahaan apa saja, di mana,
berapa, dalam bentuk apa kekayaan WNI disimpan, atau disembunyikan di kawasan
sekretif. Karena itu, perburuan kekayaan ini esensinya adalah menggali dan
mengumpulkan data dan informasi tentang hal itu. Di sinilah letak penting dan
strategisnya pertukaran informasi. Dengan adanya pertukaran informasi dalam
pencegahan dan penanganan kejahatan perpajakan lintas negara, diharapkan
problem informasi asimetris, yang berarti juga mengakhiri rezim kerahasiaan keuangan/perbankan,
bisa diselesaikan.
Bisnis dan industri sekretif
Tax Justice Network memperkirakan kekayaan pihak swasta
(perseorangan atau lembaga) yang diparkir di kawasan sekretif mencapai 32
triliun dollar AS. Kekayaan ini tidak dipajaki atau dipajaki sangat rendah.
Namun, kawasan sekretif bukan melulu soal surga pajak.
Yurisdiksi kawasan sekretif sengaja dirancang untuk menggaet dana atau
kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan finansial, korupsi, perdagangan
narkoba, perdagangan manusia, dan lain-lain. Maka, dari jasa layanan
(ekonomi) yang diberikan, kawasan sekretif adalah melindungi kerahasiaan
identitas nasabah, menutupi asal-usul kekayaan, mengemas kekayaan ilegal jadi
legal, dan juga merelokasi kekayaan ke kawasan sekretif yang lain. Selain
itu, juga memberikan layanan beking politik berupa pemberian impunitas
politik.
Ada 10 kawasan paling sekretif di dunia: Swiss,
Luksemburg, Hongkong, Kepulauan Cayman, Singapura, Amerika Serikat, Lebanon,
Jersey, Jerman, dan Jepang. Jadi, Singapura bukan satu-satunya kawasan
sekretif. Ini berarti kerja sama bilateral pertukaran informasi tak cukup
dilakukan dengan Singapura, tetapi harus juga dengan kawasan sekretif lain, seperti Swiss, Luksemburg, Hongkong,
Kepulauan Cayman, dan juga Inggris. Jangan salah, Inggris itu bandarnya
kawasan sekretif.
Ada lima yurisdiksi sekretif yang berada di bawah
kekuasaan dan pengaruh Inggris: Kepulauan Cayman, Jersey, Bermuda, Guernsey,
dan Kepulauan Virgin Britania Raya. Dengan kelima yurisdiksi sekretif ini,
sebenarnya Inggris-lah yang paling top, melampaui Swiss, dalam bisnis dan
industri kerahasiaan keuangan.
Memperluas kerja sama dengan kawasan sekretif lain jadi
penting karena ketika Kemenkeu berencana memburu kekayaan WNI di Singapura,
bisa jadi kekayaan tersebut sekarang
sudah pindah yurisdiksi. Dalam hitungan jam, kekayaan yang diburu itu bisa
jadi sudah direlokasi ke yurisdiksi sekretif lain. Demikian juga mendirikan
perusahaan rahasia (shell company)
untuk menyembunyikan hasil kejahatan butuh beberapa menit saja. Dengan
koneksi internet dan kartu kredit, tanpa ditanya ini-itu, sebuah perusahaan
baru bisa berdiri dan bisa langsung punya akun bank untuk bertransaksi.
Pada 2013, Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional
(ICIJ) mengungkapkan, 9 dari 11 keluarga terkaya Indonesia teridentifikasi
memiliki 190 perusahaan atau lembaga keuangan yang beroperasi di kawasan
sekretif. Nilai kekayaan mereka mencapai 36 miliar dollar AS. ICIJ juga
mengungkap skandal sebuah ”konsultan” keuangan di Singapura yang membantu
berbagai praktik kecurangan transaksi keuangan, pajak dan kekayaan perusahaan
asing yang melibatkan orang kaya dari Indonesia. Ditengarai ada sekitar 2.500
orang Indonesia yang memanfaatkan jasa ”konsultan” ini.
Pertukaran Informasi
Ada tiga metode pertukaran informasi antarnegara dalam
bidang keuangan dan perpajakan: pertukaran informasi berdasarkan permintaan (exchange information on request/EIR),
pertukaran informasi secara spontan (spontaneous
information exchange/SIE), dan yang paling terkini, pertukaran informasi
secara otomatis (automatic information
exchange/AIE). Pengembangan mekanisme pertukaran informasi ini merupakan
ikhtiar mencegah pemajakan berganda, kejahatan perpajakan lintas negara, dan
menjaga integritas sistem perpajakan.
Pada EIR, pemberian informasi didahului permintaan dari
pihak yang berwenang—taruhlah semacam Dirjen Pajak—satu negara ke negara
lain. Pada SIE, pemberian informasi dari satu negara ke negara lain tanpa
didahului permintaan. Partisipasi dan kerja sama dari otoritas pajak negara
pemberi informasi jadi penting dan menentukan. Pada AIE, perolehan dan
pemberian informasi dilakukan secara otomatis secara reguler (tahunan)
berdasarkan format standar laporan yang sudah disepakati. SIE tak mungkin
diterapkan dalam mengejar kekayaan WNI di kawasan sekretif. Karena tak
mungkin otoritas dari kawasan sekretif memberi tahu kita secara spontan ada
informasi perpajakan yang janggal dari warga atau perusahaan kita di sana.
Lha, wong itu bisnis dan tulang punggung ekonomi mereka!
EIR sebenarnya bisa dipakai, tetapi banyak kendalanya,
baik politik, hukum, maupun teknis administratif sehingga tidak efektif.
Kalaupun ada permintaan dari pemerintah kita kepada Singapura atau kawasan
sekretif, belum tentu dikabulkan karena kendala politik, hukum, dan teknis
administratif. Secara hukum, misalnya, data dan informasi nasabah tertentu
tak bisa diberikan karena tak ada perintah dari pengadilan. Dengan kendala
semacam itu, sulit diharapkan EIR dan SIE bisa mengatasi problem asimetris,
apalagi mengakhiri rezim kerahasiaan keuangan dari kawasan sekretif. Orang
sekarang berpaling dan berharap AIE bisa mengatasi dan mengakhiri eksistensi
kawasan sekretif.
Harapan dan optimisme terhadap AIE itu dimulai dari
Berlin, Jerman. Oktober 2014, di kota ini terjadi penandatanganan Perjanjian
Multilateral Pihak Berwenang atau Multilateral
Competen Authority Agreement (MCAA). Satu kawasan sekretif, yaitu
Kepulauan Cayman, dengan 51 yurisdiksi menandatangani MCAA, bersepakat
mengimplementasikan AIE secara bilateral mengenai perpajakan pada September
2017. Sebulan kemudian, Swiss juga bergabung menjadi negara ke-52 yang
menandatangani MCAA. MCAA dikembangkan
berdasarkan Konvensi Multilateral tentang Saling Bantu Administrasi
Perpajakan (Multilateral Convention on
Mutual Administrative Assistance in Tax Matters) dari negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
OECD yang mengembangkan standar pelaporan tentang EIA dalam informasi
perpajakan.
Indonesia tidak menandatangani perjanjian ini, tetapi
berkomitmen menerapkannya pada 2018. Singapura juga begitu, baru akan
menerapkan ini pada 2018. Para pemimpin G-20 dalam pertemuannya di Brisbane,
15-16 November 2014, juga mendorong implementasi standar pertukaran informasi
secara otomatis tentang informasi keuangan yang berkaitan dengan pajak.
Dengan lini waktu implementasi AIE seperti itu, sebenarnya
tidak mungkin dalam waktu dekat ini pemerintah memburu dan berhasil
mendapatkan data dan informasi tentang WNI (individu atau perusahaan) yang
menyimpan kekayaannya di kawasan sekretif. Kemenkeu saat ini belum siap
memburu kekayaan yang disimpan di kawasan sekretif.
Supaya tidak terkesan temporer, impulsif, dan
meloncat-loncat, pemerintah sebaiknya, pertama, secara sistematis dan
terencana mengembangkan kerja sama pertukaran informasi secara otomatis. Bukan hanya dengan
Singapura, juga dengan berbagai yurisdiksi kawasan sekretif, baik dalam
kerangka bilateral maupun multilateral.
Kerja sama itu tidak mungkin terwujud tanpa adanya
kesejajaran kesiapan kerangka kelembagaan (peraturan, kebijakan, dan
organisasi) dan kapasitas administratif dalam membuat standar laporan
informasi perpajakan yang akan dipertukarkan. Oleh karena itu, kedua, perlu
ada upaya meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam membuat standar laporan
tersebut.
Kalau kerja sama dan peningkatan kesiapan dan kemampuan
ini lancar dan sukses, barulah kita akan mendapatkan informasi yang baik dan
lengkap tentang identitas WNI (perseorangan dan lembaga) yang selama ini
menyimpan kekayaannya di kawasan sekretif. Dari sinilah nanti kita baru bisa
bicara tentang pengampunan pajak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar