Selasa, 10 Februari 2015

Presiden Peragu

Presiden Peragu

Firdaus Cahyadi   ;   Aktivis LSM di Jakarta
KORAN TEMPO, 09 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Sial benar menjadi warga negara Indonesia. Bagaimana tidak, puluhan tahun hidup di bawah kekuasaan seorang presiden otoriter. Setelah sang presiden otoriter jatuh, muncul presiden pencitraan. Sesudah presiden pencitraan berlalu, kini warga negara Indonesia harus dipimpin oleh seorang presiden peragu.

Presiden peragu, mungkin itu predikat yang pas dilekatkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Polemik KPK dan Polri yang sekarang terjadi seharusnya tidak akan berkepanjangan bila Presiden tegas menolak tekanan untuk mencalonkan Kapolri yang telah mendapat Stabilo merah dari KPK. Seperti diungkapkan oleh Ketua Tim 9 bahwa inisiatif pencalonan Kapolri yang jadi tersangka KPK bukan berasal dari Jokowi.

Akibat keraguan Presiden untuk menolak tekanan itu, muncullah polemik KPK versus Polri secara berkepanjangan. Meskipun polemiknya sudah berkepanjangan, Presiden masih tampak ragu dalam mengambil keputusan. Akibatnya, serangan bertubi-tubi diarahkan ke KPK. Semakin lama Presiden dalam keraguan, semakin masif pula serangan ke KPK. Dan jika itu terjadi, cepat atau lambat KPK benar-benar akan hancur.

Komitmen Presiden pada awal masa pemerintahannya yang akan menciptakan pemerintahan yang bersih pun akan terbang melayang akibat keraguan Jokowi. Kepentingan segelintir elite yang menyebabkan sang presiden menjadi sosok peragu. Padahal harapan rakyat begitu kuat disandarkan kepadanya.

Sebaliknya, sosok peragu tidak melekat pada Presiden Jokowi ketika mengambil keputusan yang tidak merugikan kepentingan segelintir elite politik. Salah satu keputusan Presiden Jokowi yang cepat itu adalah menaikkan harga bahan bakar minyak di tengah menurunnya harga BBM di dunia. Kebijakan menaikkan harga BBM itu menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Beberapa hari kemudian harga BBM itu kembali diturunkan. Namun sayang, harga kebutuhan masyarakat tidak ikut turun, meskipun harga BBM sudah beberapa kali diturunkan.

Ketidakraguan Presiden Jokowi juga tampak ketika memutuskan untuk menyelamatkan Lapindo dari tanggung jawabnya dalam menyelesaikan korban lumpur. Tidak ada kepentingan elite politik yang terganggu oleh upaya penyelamatan Lapindo ini, meskipun itu akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan lingkungan hidup ke depannya.

Presiden Jokowi juga tidak ragu-ragu ketika memutuskan bahwa Dewan Nasional Perubahan Iklim, yang semula berada langsung di bawah presiden, dilebur di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tidak ada kepentingan elite politik yang terganggu oleh kebijakan ini, meskipun itu berarti akan melemahkan upaya pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

Namun, dalam kasus konflik KPK dan Polri ini, Presiden benar-benar menjadi sosok yang peragu. Berbagai kewenangan Presiden Jokowi yang sebenarnya bisa digunakan untuk mencegah terjadinya konflik menjadi lebih runyam tidak dilakukan.

Kepentingan elite benar-benar telah membuat Presiden Jokowi menjadi sosok peragu. Upaya pemberantasan korupsi benar-benar dalam ancaman akibat keraguan Presiden Jokowi. Kita harus terus-menerus meyakinkan presiden kita bahwa ia bukan lagi petugas partai politik, sehingga tidak perlu ragu untuk melawan segala tekanan dari segelintir elite politik itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar