Selasa, 10 Februari 2015

Rumor sebagai Trik dalam Politik

Rumor sebagai Trik dalam Politik

Seno Gumira Ajidarma   ;   Wartawan panajournal.com
KORAN TEMPO, 09 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Jokowi disuruh Mega? Jika benar, belum ada faktanya (5W+1H). Jika salah, rumornya sudah dipercaya.

Rumor bisa berakibat fatal dalam trik politik. Tengoklah nasib Frank Pentangeli atau Frankie Five Angels, seorang caporegime dalam keluarga Corleone yang dikepalai oleh Michael Corleone.

Ini memang politik ala mafia Italia alias Cosa Nostra. Dalam latar 1959-1960, pesaing keluarga Corleone dalam dunia hitam Amerika Serikat adalah kelompok Yahudi yang dikepalai Hyman Roth. Mengikuti pesan ayahnya, Vito Corleone, "Jagalah agar kawan-kawanmu dekat, tetapi agar musuh-musuhmu lebih dekat lagi," Michael siap berbisnis dengan Roth. Ini menyulitkan Frank Pentangeli di New York yang bentrok dengan Rosatto Bersaudara, anak buah Roth.

Sebagai anak buah Peter Clemenza, sahabat Vito, Frankie tidak bahagia ketika Michael meminta proses bisnisnya dengan Roth tidak diganggu. Akibatnya, Michael menduga Frankie berada di belakang penembakan dirinya yang gagal, meski faktanya tidak ada.

Maka perhatikanlah trik politik berikut ini. Kepada Hyman Roth, Michael mengungkap persoalan Frankie, dan menyatakan bahwa Frankie dianggap sudah mati. Kepada Frankie, Michael menyatakan Roth berada di belakang penembakan, tetapi ia tetap mau berbisnis, jadi sebaiknya Frankie berdamai dengan Rosatto Bersaudara.

Ternyata, dalam perbincangan damai, Frankie dikalungi garotte (tali kecil pencekik leher) oleh Tony Rosatto, sambil berkata, "Michael Corleone says hello", yang tentu membuat Frankie berpikir bahwa Michael berusaha melenyapkannya. Tetapi pembunuhan ini gagal, dan Frank Pentangeli membalas dengan siap bersaksi di depan Senat, bahwa pengusaha Michael Corleone adalah bos mafia. Menurut Tom Hagen, concigliere atawa penasihat keluarga Corleone, Hyman Roth "play this beautifully".

Maka, dalam sidang, tampaklah rombongan Michael membawa Vincenzo Pentangeli, kakak Frankie, langsung dari Sisilia, Italia, asal-muasal Mafioso, yang tentu maksudnya sebagai sandera. Frankie pun menggugurkan semua kesaksiannya. Sebagai ucapan terima kasih, keluarga Corleone mengirim Tom Hagen ke tempat Frankie ditahan, memintanya bunuh diri, dan berjanji keluarganya akan diurus.

Alur-bawahan (sub-plot) dalam film The Godfather Part II (1974), karya sutradara Francis Coppola yang ditulis Mario Puzzo, itu memperlihatkan bagaimana trik dimainkan dalam permainan kekuasaan. Mengacu terminologi ilmu sulap, trik adalah pengalihan perhatian agar publik mempercayai sesuatu yang tidak ada. Hyman Roth berhasil membuat Frank Pentangeli percaya bahwa Michael Corleone bermaksud membunuhnya, memanfaatkan trik Michael kepada dirinya, bahwa Frankie dianggap mati. Trik ditandingi trik. Jika Frankie sempat bersaksi di Senat, Michael Corleone akan habis tuntas. Padahal secara legal keduanya berbisnis bersama. Kemudian, lewat pertanyaan tricky kepada Roth, yang tidak dijawab, tentang siapa yang mengizinkan pembunuhan Frankie, Michael memilih untuk membunuhnya.

Dalam politik praktis, rumor adalah trik yang sering digunakan demi tujuan tertentu. Konsep rumor adalah wacana tak resmi dan tak bersumber, yang berkembang beberapa tahap dalam sistem komunikasi. Sebagai informasi yang diteruskan dalam setiap tahap, distorsi akan terus bermunculan. Penerima informasi tidak akan waspada atas tidak akuratnya rumor, dan berusaha meneruskan suatu versi ke jalur berikutnya dalam jaringan sosial. Setelah sekian kali distorsi, produk rumor sudah tertandai cukup berbeda dari sumber aslinya.

Keaslian yang hilang secara selektif dalam informasi merupakan suatu proses kognitif yang terhubungkan dengan persepsi, perhatian, kenangan, dan susunan skema. Dalam apa yang disebut skema, berlangsung internalisasi dan cara menalar, berdasarkan cara-cara mapan untuk membangun pengalaman, dan biasa digunakan sebagai cara mengerti situasi baru. Artinya, yang baru dibuat agar sesuai dengan kerangka yang sudah diakrabi.

Media komunikasi massa mempertinggi, menggandakan, dan melakukan modifikasi atas penafsiran tradisional terhadap rumor, yang sebelumnya melalui kontak langsung. Keberadaan media yang meneruskan informasi nyaris secara simultan, menyebabkan pelaporan rumor sebagai fakta bagaikan legitimisasi, yang segera menjadi pewarisan verbal dalam suatu komunitas. Proses legitimasi ini memperlambat kehidupan jangka pendek rumor, membuat yang tidak akurat bertahan di dalam sejarah, mengubah rumor menjadi cerita rakyat [Saunders dalam O'Sullivan et.al, (2001): 274-6].

Potensi rumor, sebagai instrumen bagi kepentingan trik dalam politik, tidak diingkari. Rumor yang sudah telanjur ada bisa dimanfaatkan, dan jika tidak ada, bisa diadakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar