Jumat, 13 Februari 2015

Menimbang Penyertaan Modal Negara ke BUMN

Menimbang Penyertaan Modal Negara ke BUMN

Akhmad Syakhroza   ;   Komisaris PT Jasa Marga (Persero) Tbk;
Guru Besar Fakultas Ekonomi UI
MEDIA INDONESIA, 12 Februari 2015
                                                        
                                                                                                                                     
                                                

KEINGINAN pemerintah, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk memberikan tambahan modal kepada BUMN, memantik pro dan kontra. Dalam era demokrasi, silang pendapat dalam rangka memberikan masukkan yang konstruktif kepada pemerintah merupakan proses pematangan. Sebelum mengupas terlalu jauh, hal yang perlu dikedepankan dalam kaitannya dengan BUMN ialah kesamaan persepsi dalam menilai penyertaan modal negara di BUMN.

Ada dua kunci utama untuk menyamakan persepsi itu.

Pertama, selama ini kita menyadari bahwa negeri ini belum cukup memadai, apalagi memiliki kehandalan dalam infrastruktur. Tidak meng-herankan jika kondisi tersebut berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia. Kita membutuhkan lebih banyak pabrik-pabrik untuk mengelola sumber daya alam, membangun industri penghiliran sumber daya alam, seperti energi dan mineral, pertanian, serta perikanan. Itu semua dapat segera diwujudkan apabila ketersediaan dan kesiapan daya saing terhadap infrastruktur, sumber daya manusia, energi, dan pangan ditingkatkan. Pelaksanaan atas hal itu dapat diserahkan kepada BUMN dengan tetap melibatkan perusahaan-perusahaan swasta nasional.

Kunci kedua, kita juga menyadari bahwa BUMN belum bisa unggul dari segi aset, omzet, dan pasar, serta kapasitas keuangan. BUMN kita belum seperti BUMN milik Singapura dan Malaysia, mungkin juga dengan Thailand. Padahal, negara kita memiliki kekayaan alam berlimpah, pasar yang sangat besar, dan ditunjang oleh manusia cerdas yang sangat banyak. Pertanyaannya, bagaimana membangun BUMN yang unggul?

Penulis berpendapat, untuk membangun BUMN yang unggul dapat dilakukan melalui dua hal utama, yaitu menambah kapasitas engine organisasi dan kapasitas engine keuangan. Kedua faktor tersebut harus dilakukan secara bersamaan (two in one) tidak boleh hanya satu faktor. Dengan menambah engine organisasi berarti memperbesar kapasitas `pabrik' organisasi untuk memproduksi barang dan jasa. Sebagai konsekuensinya, efektivitas organisasi dan SDM, manajemen bisnis dan teknologi, serta perangkat penunjang engine juga harus ditingkatkan kehandalannya, sedangkan menambah engine keuangan berarti tersedianya dana untuk membiayai bergeraknya engine organisasi.

Dalam kaitannya dengan menambah kapasitas engine organisasi, pemerintah harus memberikan kesempatan bagi BUMN untuk memimpin dan dilibatkan dalam pelaksanaan kebijakan penghiliran industri nasional. Kebijakan penghiliran industri atas sumber daya alam Indonesia tersebut haruslah merupakan sebuah kebijakan nasional yang memiliki payung hukum kuat dan menjadi konsensus politik. Negara wajib melarang ekspor sumber daya alam mentah ataupun setengah proses. Dengan demikian, para investor, pengusaha nasional, dan BUMN mempunyai waktu untuk membangun atau memindahkan pabriknya di Indonesia.

Dalam konteks menambah kapasitas engine keuangan, kita kerap mendengar bahwa perusahaan BUMN menghadapi kendala ketersediaan dana untuk menggerakkan engine organisasinya serta kesulitan melakukan ekspansi usaha. Pada umumnya, BUMN masih berkutat dengan manajemen keuangan perusahaan (corporate finance) tradisional melalui pembiayaan dengan cara melakukan pinjaman ke bank, menjual saham, dan mengeluarkan obligasi, serta pemanfaatan dana internal perusahaan. Sistem corporate finance seperti itu sangat menekankan utak-atik utang perusahaan. Pertanyaannya, apakah corporate finance tradisional seperti itu sudah memberikan nilai tambah yang optimal bagi perusahaan? apakah dengan sistem keuangan perusahaan seperti itu, direksi BUMN mampu menambah dan menggerakkan engine organisasi secara maksimal sehingga menjadi BUMN unggul di Asia Tenggara? Tentu saja jawabnya tidak. Itu sangat tidak memadai.

Potensi instrumen keuangan

Bagi BUMN, peluang untuk memperbesar kapasitas engine keuangan perusahaan sangat terbuka. Selama puluhan tahun berinter aksi dengan perusahaan BUMN, penulis mencermati ada beberapa peluang untuk menambah kapasitas engine keuangan perusahaan, tetapi tidak dimanfaatkan secara baik oleh direksi BUMN mau pun pemerintah.

Peluang tersebut antara lain ABPN yang digunakan untuk membangun infrastruktur BUMN; perpan jangan kontrak migas dan minerba; serta pembayaran dividen.

Pemerintah secara rutin membangun infrastruktur dan menyerahkan pengelolaan serta pemeliharaannya kepada BUMN. Namun, alokasi APBN tahunan yang nilainya sangat besar ini (puluhan bahkan ratusan triliun rupiah) tidak diperlakukan sebagai penyertaan modal negara (PMN).Sebagai contoh, alokasi APBN untuk membangun transmisi listrik PLN serta membangun Jembatan Suramadu yang dikelola PT Jasa Marga (persero) Tbk. Alokasi APBN untuk membangun transmisi dalam lima tahun terakhir jika diperlakukan sebagai PMN di PLN membuat struktur keuangan PLN serta kemampuan leverage PLN yang tecermin dari rasio utang dengan modal akan sangat sehat. PT PLN akan dapat memperoleh tambahan biaya ratusan triliun rupiah dengan cara mengeluarkan obligasi dan atau menjual saham.

Secara otomatis, total aset PT PLN akan meningkat secara deret ukur, kemampuan memperbesar engine organisasinya terbuka lebar. Begitu juga dengan PT Jasa Marga (persero) Tbk, apabila Jembatan Suramadu dijadikan PMN, membuat porsi saham publik akan terdistorsi dari 30% mungkin menjadi tinggal 10% saja. Dengan demikian, terbuka peluang PT Jasa Marga untuk melakukan penjualan saham lanjutan minimal 20% untuk mendapatkan dana segar guna membangun jalan tol baru.

Potensi instrumen keuangan lainnya ialah dividen BUMN. Pemerintah bisa saja mengonversi dividen menjadi PMN. Misalnya, dividen yang dibagikan 40% dari laba. Pemerintah hanya mengambil 20%, sisanya ditanamkan kembali dalam bentuk PMN. Akibatnya, kapasitas leverage keuangan perusahaan akan bertambah.

Nilai strategis PMN

Untuk menilai PMN bagi BUMN strategis atau tidak, kita harus bertanya dahulu, apakah PMN dibutuhkan? Lalu, mana yang lebih memberikan nilai lebih baik untuk disuntik PMN, BUMN terbuka atau BUMN belum terbuka?

Pertanyaan pertama tidak begitu sulit menjawabnya.Alokasi APBN/P untuk membangun infrastruktur sudah ada, misalnya pemerintah mengalokasikan dana Rp10 triliun untuk membangun 250 km jalan tol. Apabila Rp10 triliun tersebut menjadi PMN, jelas BUMN akan dapat membangun jalan tol lebih dari 250 km. Katakanlah 500 km karena dana Rp10 triliun itu bakal menjadi tambahan modal perusahaan yang akan menggerakkan perusahaan untuk mencari tambahan sumber dana eksternal tiga kali lipat.

Mengenai apakah PMN diserahkan kepada BUMN tertutup atau terbuka, bagi penulis, pilihan kedua lebih menjanjikan.Apabila BUMN terbuka diberikan PMN, akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan BUMN tertutup. BUMN terbuka berpotensi memperoleh tambahan dana lebih banyak jika dibandingkan dengan BUMN tertutup. BUMN terbuka dapat melakukan penjualan saham lagi tanpa mengganggu posisi mayoritas pemegang saham, yakni pemerintah. Hak kontrol pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas menjadi bertambah kuat. Proporsi saham pemerintah bertambah, sedangkan proporsi saham publik menurun (terdilusi).

BUMN terbuka juga memiliki risiko keuangan atas pengelolaan dana PMN lebih kecil jika dibandingkan dengan BUMN tertutup karena akan diawasi publik dan investor saham. Penulis beranggapan, saat inilah momentum yang tepat jika kita ingin melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur dan menciptakan BUMN unggul. Asupan-asupan dari temuan audit BPK yang belum ditindaklanjuti sebagai faktor untuk mempertimbangkan pemberian PMN ialah penting. Kita sebaiknya perlu mencermati keandalan engine organisasi BUMN, sebelum ditetapkan untuk menerima atau tidak menerima PMN.Tanpa engine organisasi yang sehat, PMN yang diberikan tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar