Rabu, 04 Januari 2017

Trump dan Isu Nuklir

Trump dan Isu Nuklir
Markus Wauran  ;   Pengamat masalah nuklir Anggota DPR/MPR (1987-1999)
                                           MEDIA INDONESIA, 04 Januari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

BERBAGAI pernyataan kontroversial dari Donald Trump pada kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2017-2020 mengakibatkan banyak pihak meremehkan kemenangan dia. Berbagai hasil survei lebih mengunggulkan Hillary Clinton. Namun, sejarah menentukan lain. Rakyat AS lebih suka memilih Trump yang mengusung tema kampanye make America great again.

Salah satu pernyataan kontroversial Trump saat wawancara khusus dengan New York Times, Minggu (20/3/2016), ialah akan mempertimbangkan untuk membiarkan Jepang dan Korea Selatan memproduksi senjata nuklir sendiri. Mereka tidak terus bergantung pada AS untuk melindungi diri dari Korea Utara dan Tiongkok untuk jangka waktu lama. Pernyataan ini menggegerkan dunia dan mendapat reaksi keras dari berbagai pihak.

Presiden Barack Obama di sela-sela pelaksanaan Nuclear Security Summit di Washington, Jumat (1/4/2016), antara lain mengatakan keterlibatan AS selama ini di Asia-Pasifik terkait dengan nuklir sangat penting. Hal tersebut merupakan kunci jaminan perdamaian AS dan negara-negara di wilayah itu hingga kini.

Menlu Jepang Fumio Kishida sebagaimana dikutip CNN tidak setuju dengan proposal Trump. Jepang tidak mungkin membangun kekuatan nuklir sendiri karena merupakan satu-satunya negara yang pernah mengalami serangan nuklir. Dia tak ingin kejadian Hiroshima dan Nagasaki terulang.

Jonathan Cristal, profesor dan pengamat dari World Policy Institute, mengatakan kebijakan Trump bertentangan dengan komitmen AS untuk memperkuat aliansi dengan berbagai negara seperti Jepang dan Korsel. Cristal menyatakan Jepang dan Korsel akan mempertimbangkan berbagai opsi jika AS tak lagi melindungi mereka. Opsi pertama, Jepang dan Korsel akan membayar angka perlindungan kepada AS seperti halnya Estonia yang memberikan 2% dari GDP mereka agar dilindungi NATO. Opsi kedua, Jepang dan Korsel akan mengembangkan senjata nuklir sendiri.

Kepada CNN New York, Cristal menyatakan jika Trump mengabaikan aliansi AS di Asia dan memicu Jepang dan Korsel membuat senjata nuklir, akan ada efek domino ke negara lain. Sebenarnya pernyataan Trump mengingkari ketentuan internasional yang diatur dalam Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) yang ditetapkan PBB pada 12 Juni 1968. NPT mulai berlaku efektif pada 5 Maret 1970 dan AS menjadi anggotanya. Intinya, NPT terdiri dari tiga pilar; pertama, non-proliferation. Semua negara yang memiliki senjata nuklir tak boleh menambah dan diharuskan mengurangi serta mencabut/memisahkan kepala nuklir mereka. Kedua, disarmament, yaitu pemusnahan senjata nuklir dan negara yang tak memiliki senjata nuklir dilarang memiliki dan membuatnya. Ketiga, peaceful use, yaitu energi nuklir hanya dimanfaatkan untuk maksud damai.

Industri senjata

Hampir semua negara menandatangani NPT ini kecuali India, Pakistan, dan Israel. Korut menjadi anggota pada 12 Desember 1985 dan 10 April 2003 keluar dari keanggotaan NPT. Di sisi lain, setelah penandatanganan NPT, hanya lima negara yang diakui memiliki senjata nuklir, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis, dan Tiongkok.

Sangat mungkin pernyataan Trump itu dilatarbelakangi beberapa hal seperti; 1) Mengurangi beban AS yang selama ini menjadi penjamin bagi keamanan Jepang dan Korsel bila ada serangan dari negara luar, 2) Merenegosiasi kembali atas pembayaran kehadiran tentara AS di Jepang sebanyak 54 ribu dan di Korsel 28.500. Jepang membayar US$1,6 miliar dan Korsel US$866 juta per tahun, 3) Menciptakan keseimbangan kekuatan di Asia Timur, 4) Bila terjadi perlombaan pembangunan senjata nuklir yang diawali Jepang dan Korsel, AS akan jadi pemasok terbesar walaupun hal ini bertentangan dengan NPT, 5) Menciptakan Asia Timur sebagai kawasan krisis baru dan membuat AS untung besar, 6) Untuk mengimbangi kemajuan kekuatan militer/persenjataan Tiongkok serta sikap agresif Korut.

Diduga, hal ini juga terkait dengan industri senjata AS yang dikuasai orang-orang yang bersimpati kepada Partai Republik dan tokoh-tokoh partai yang suka perang. Publik tak akan lupa dengan Nixon yang heboh di Vietnam, Reagan dengan konsep perang bintang dan mengebom kediaman pemimpin Libia Muammar Khaddafy, Bush (senior dan junior) yang menyeret AS ke perang Afghanistan dan Irak.

Penandatanganan kesepakatan di bidang nuklir antara PM Jepang Shinzo Abe dan PM India Narendra Madi pada 11 November 2016 di Tokyo membuat konstelasi baru kekuatan nuklir. Abe menegaskan bahwa perjanjian tersebut merupakan kerangka hukum untuk memastikan India bertindak secara bertanggung jawab atas penggunaan energi nuklir.

Kalau akhirnya Jepang dan Korsel memenuhi proposal Trump, negara-negara di Asia tidak akan berdiam diri. Tiongkok dan Korut pun akan terus meningkatkan kemampuan senjata nuklir mereka. Asia Tenggara akan jadi kawasan panas. Posisi Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktifnya perlu berperan aktif untuk membuat ASEAN tetap kompak dan tidak berpikir membuat senjata nuklir karena terikat dengan NPT. Di sisi lain, memiliki komitmen bersama untuk menciptakan ASEAN sebagai zona damai dan bebas senjata nuklir. Hal tersebut tertuang dalam Seanwfz (Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone Treaty) yang ditandatangani 10 negara ASEAN pada 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar