Sabtu, 16 Maret 2013

Spirit Fransiscus dan Muslim


Spirit Fransiscus dan Muslim
Sumiati Anastasia  ;  Alumnus Program Master University of Birmingham,
Studi Relasi Islam-Kristen
JAWA POS, 16 Maret 2013

  
KARDINAL Jorge Mario Bergoglio akhirnya terpilih sebagai paus. Sebagaimana pemilihan paus terdahulu, liputan media kali ini begitu luar biasa. Ini menunjukkan betapa paus dan negara kecil Vatikan secara geopolitik memiliki posisi signifikan dalam percaturan global dewasa ini.

Menarik bahwa paus berdarah Italia dan berkebangsaan Argentina itu memilih nama Fransiskus. Sebagaimana dikutip CNN, pakar soal Vatikan John Allen berpendapat, nama Fransiskus itu merujuk pada salah seorang tokoh yang paling dihormati di Gereja Katolik, yakni Santo Fransiskus dari Asisi, Italia. Dia adalah lambang kerendahhatian, kesederhanaan, dan keberanian untuk melintas batas-batas agama (passing over) demi menjalin persaudaraan dengan semua orang.

Jika kita flashback dalam sejarah relasi Islam dan Kristen, Fransiskus punya peran monumental. Pada 1219, ketika Perang Salib tengah berkecamuk antara kaum Kristen dan kaum muslim guna memperebutkan hegemoni atas Yerusalem (Al-Quds), Fransiskus dengan ketulusan dan kerendahan hati pergi ke tepi Nil, Mesir, menemui Sultan Malik al-Khamil yang notabene adalah musuh gereja. Al-Khamil adalah keponakan Sultan Salahuddin Al Ayyubi (Saladin), pahlawan muslim legendaris melawan kaum salib.

Fransiskus hadir sambil mengaku diri sebagai orang Kristen. Tentu itu sebuah tindakan berani, mengingat ketika itu permusuhan sedang panas. Fransiskus ternyata diterima untuk berdiskusi beberapa hari dan membuktikan Islam ternyata cinta damai (Islam dari kata aslama, berarti damai). Bahkan, menurut situs www.hidupkatolik.com, Fransiskus sangat terkesan pada lantunan azan di tengah masyarakat muslim. Dia ingin penanda semacam itu dilakukan di wilayah kristiani. Digunakanlah lonceng angelus sore hari sebagai penanda doa.

Langkah ikhtiar damai yang diambil Fransiskus berhasil menginspirasi banyak pihak, terutama gereja, untuk mulai membuka diri dari eksklusivisme. Spirit hidup Fransiskus mewarnai gereja sehingga pada zaman ini gereja punya cara pandang baru terhadap Islam.

Cara pandang gereja yang positif dan apresiatif itu bisa dilihat dalam dokumen Nostra Aetate, yang merupakan salah satu hal penting dalam Konsili Vatikan II. Dalam dokumen Nostra Aetate yang diketok pada 28 Januari 1965, Gereja Katolik berani mengakui kebenaran dalam agama-agama lain. Bahkan, menyangkut relasinya yang buruk pada masa lalu, Gereja Katolik berani mengakui kesalahan dan mengajak setiap umat beragama ke depan untuk lebih berfokus mengusahakan saling pengertian, memajukan keadilan sosial, nilai-nilai moral, perdamaian, dan persaudaraan antarmanusia. 

Dokumen Konsili Vatikan II, antara lain, berbunyi: ''Orang-orang Islam yang mengikuti akidah Nabi Ibrahim menyembah bersama kita kepada Tuhan yang Tunggal, yang maha penyayang, yang akan mengadili manusia pada hari akhir.''

Teladan Kanjeng Rasul 

Nah, cara pandang positif itu sebenarnya sudah lama menjadi sikap dan cara hidup junjungan umat Islam Kanjeng Rasul Muhammad SAW. Pada abad VI, Kanjeng Rasul sudah mengajarkan bagaimana kita harus menyikapi perbedaan agama tanpa bersikap diskriminatif. Dalam hal interaksi dengan ''ahlul kitab'' (termasuk Kristen), Kanjeng Nabi sangat terkenal dengan toleransinya. Itu bisa dilihat dari adanya Piagam Madinah yang terkenal tersebut. 

Harold Coward juga menulis dalam bukunya Pluralisme-Tantangan bagi Agama-Agama bahwa, ''Muhammad memahami wahyunya sebagai kelanjutan dan pemenuhan dari tradisi alkitabiah Yahudi dan Kristen. Rasa hormat beliau terhadap tradisi alkitabiah sungguh diperlihatkan dalam ajarannya.''

Relasi Muhammad dengan orang Kristen dimulai sejak awal Islam. Pernah dikisahkan, suatu hari Khadijah mengajak Muhammad, suaminya, mengunjungi saudara sepupunya, Waraqah ibnu Naufal, yang menjadi rahib Kristen. Waraqah itulah yang menjelaskan makna kedatangan Gabriel atau malaikat Jibril sebagai isyarat bahwa Muhammad telah diangkat menjadi seorang rasul. 

Ketika sekarang seolah relasi antara Islam dan Kristen tengah memburuk, sebenarnya kita perlu melanjutkan spirit Nabi Muhammad dan spirit Fransiskus untuk saling mengapresiasi. Di tengah isu terorisme dan kekerasan yang menodai Islam dan memburukkan nama Islam di Barat, sehingga memunculkan islamofobia atau ketakutan terhadap Islam, Gereja Katolik justru menampilkan solidaritas kepada Islam. 

Bahkan, paus kerap mengecam pihak yang menghina Islam. Ketika meledak kemarahan karena kartun Nabi Muhammad dalam surat kabar Jyllands-Posten, Denmark, edisi 30 September 2005, Paus Benediktus XVI menyatakan, kebebasan berekspresi bukan berarti kebebasan menghina umat agama lain (Islam). Demikian juga di tengah kasus film The Innocence of Muslims di  Youtube yang jelas-jelas amat menghina pribadi Nabi Muhammad, Paus Benediktus menilai film itu merupakan produk yang tidak beradab.

Kita berharap Paus Fransiskus I juga melanjutkan kebijakan para pendahulunya yang apresiatif pada Islam, demi sebuah dunia yang lebih baik, damai, dan saling menghormati. Bagaimanapun, junjungan kaum kristiani, yakni Almasih, adalah salah satu rasul utama yang teguh hati atau ulul azmi bagi kaum muslim. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar