Sabtu, 16 Maret 2013

Korupsi dan Kemiskinan


Korupsi dan Kemiskinan
Muhtadi  ;  Staf Pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta
SUARA KARYA, 16 Maret 2013
  

Tindakan korupsi di Indonesia sudah sistemik. Korupsi yang dilakukan secara berjamaah dan melibatkan banyak aktor, baik di eksekutif, legislatif, yudikatif maupun swasta dan masyarakat. Sehingga, kasus korupsi pun penanganannya memerlukan waktu yang lama dan kerja-kerja yang luar biasa untuk menyelesaikan. Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (crime extraordinary) yang dapat membuat rapuh ketahanan bangsa.

Berdasarkan rilis dari organisasi Fund for Peace bahwa dari 182 negara, Indonesia berada di urutan 100 untuk urusan indeks korupsi tersebut. Indonesia hanya berbeda 82 dari negara paling korup berdasarkan indeks lembaga tersebut, Negara Somalia. Negara yang dianggap paling rendah indeks korupsinya adalah Selandia Baru.

Transparency International (TI) Indonesia juga telah meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), yaitu sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. Menurut catatan TI Indonesia, indeks korupsi di Indonesia pada tahun 2012 memiliki skor 32, atau berada di urutan ke-118 dari 182 negara yang diukur. Hal ini berarti, kondisi buruk korupsi di Indonesia masih belum mengalami perubahan signifikan dari tahun ke tahun.

Hasil rilis dari lembaga-lembaga internasional tersebut mengisyaratkan bahwa kejahatan korupsi belum turun dan masih menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Padahal, bangsa ini tidak akan menyongsong fajar baru kemakmuran, kesejahteran dan keadilan selama tindakan korupsi masih bersemayam dalam kehidupan di masyarakat. Karena, tindakan atau kejahatan korupsi akan berdampak dan memberikan kontribusi besar bagi terwujudnya kemiskinan di masyarakat.

Korupsi tinggi berbanding lurus dengan kemiskinan yang tinggi. Anggaran bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pemberantasan kemiskinan dan lainnya jika dikorupsi, maka pembangunan tidak akan berjalan maksimal dan tidak akan bermanfaat bagi pembangunan kesejahteran masyarakat.
Angka pengangguran dan kemiskinan tinggi, tingkat kesehatan akan menurun dan rendah, belum lagi infrastruktur yang cepat rusak hingga berpotensi dapat menghambat pertumbuhan perekonomian masyarakat. Pada titik inilah, korupsi, sekali lagi, memberikan dampak buruk bagi kesejahtraan masyarakat. Kemiskinan pun akan menjadi permanen jikalau korupsi merajalela dan tidak dihentikan.

Negara yang tingkat korupsinya rendah, dapat dipastikan bahwa kehidupan masyarakatnya akan sejahtera. Dengan indeks korupsi rendah, maka kemajuan-kemajuan akan dapat dicapai di bidang ekonomi, pendidikan dan infrastruktur cukup mengagumkan dan benar-benar mampu menyejahterakan warganya.

Krisis Moral

Di sisi lain, pelaku-pelaku tindakan korupsi adalah pribadi-pribadi yang miskin integritas (baca; kejujuran) dan mengalami krisis moralitas. Mereka adalah individu-individu yang memiliki karakter-karakter negatif dan menyebabkan diri menjadi terasing. Mereka juga adalah pribadi yang ambisius dan egois serta serakah karena tidak malu-malu memakan dan mengambil yang bukan haknya. Kemiskinan moral yang disematkan kepada para koruptor memiliki daya rusak dan daya ledak dahsyat dalam meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bangsa ini.

Korupsi yang sudah laten dan sistematik di negeri ini perlu segera disikapi dengan tindakan-tindakan riil dan nyata untuk mengubah agar bumi Pertiwi ini dapat terbebas dari penyakit tersebut. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah luar biasa untuk menuju Indonesia bebas korupsi.

Pertama, kalangan civil society, pers dan masyarakat agar menekan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan perubahan dan penambahan dalam perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pemberantasan korupsi, terutama tentang hukuman bagi koruptor dengan hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati, ditambahkan lagi dengan pasal pembuktian terbalik dan pemiskinan.

Sebagaimana kita lihat dan dengar, bahwa hukuman bagi koruptor di Indonesia tergolong ringan dan tidak memberikan efek jera bagi para pelakunya. Padahal, hukuman ringan bagi koruptor merupakan variabel dan faktor yang memberikan kontribusi tumbuh suburnya kasus-kasus korupsi di negeri ini. Untuk hukuman berat bagi koruptor adalah suatu keniscayaan bila ingin kasus-kasus korupsi dapat ditekan sampai titik paling rendah.

Kedua, civil society dan masyarakat dapat mendukung penguatan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Publik dapat ikut mendorong pemerintah dan parlemen untuk memberikan anggaran pembiayaan, sumber daya manusia serta sarana prasarana yang maksimal. Di sisi lain peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi diperkuat lagi.

Indonesia yang bebas korupsi adalah mimpi dapat menjadi kenyataan, bila komitmen dari seluruh komponen seluruh kompenen bangsa kuat.

Upaya-upaya sebagaimana dimaksud diatas, akan nyata dan efektif dalam pemberantasan korupsi, bila aparat penegak hukum, pemerintah dan legislatif benar-benar mendukung dengan serius dan sepenuh hati. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar