Jumat, 29 Maret 2013

Merayakan Kebebasan


Merayakan Kebebasan
Komaruddin Hidayat ;  Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
KORAN SINDO, 29 Maret 2013


Hidup adalah journey. Sebuah perjalanan. Dan, perjalanan pada dasarnya adalah festival merayakan kebebasan. Bukankah semua yang ada ini selalu dalam proses bergerak? 

Sejak dari planet yang terhampar di angkasa sampai atom dan bahkan yang lebih kecil lagi, semuanya bergerak. Semua bertawaf. Begitu pun manusia. Tak ada yang diam. Belum lagi pikiran dan imajinasinya selalu bergerak melakukan pengembaraantan pabatas. Manusia diciptakan sebagai pengembara. 

Yang namanya rumah pun sesungguhnya dibangun hanya sekadar sebagai tempat istirahat dan transit. Begitu pun mobil, pesawat, dan kendaraanlain dibuat dan dibeli untuk memudahkan perjalanan. Kartu kredit dipromosikan juga untuk menemani perjalanan. Pendeknya, manusia adalah makhluk peziarah. Termasuk dunia ini pun sebagai tempat transit dalam perjalanan panjang anak manusia. Bukankah dunia dan bumi ini bukan rumah permanen kita? 

Rasulullah Muhammad menyebut dunia sebagai tempat bercocok tanam, dan panennya sebagian kecil dinikmati sekarang, here and now. Sebagian besarnya nantisetelah kita melalui tahapan dunia ini, entah di mana. Karena hidup adalah sebuah ziarah atau perjalanan, maka pilihan terbaik mari kita rayakan bersama agar terasa mengasyikkan, damai dan jangan lupa mewariskan tanaman kebajikan untuk kita panen baik di hari tua maupun setelah mati. 

Alquran tegas sekali memperingatkan, janganlah manusia merusak bumi yang begitu indah dan berbaik hati pada manusia. Bumi melayani semua yang diperlukan manusia untuk merayakan kehidupannya, sampai- sampai bumi dijuluki sebagai sosok ibu. Ciri ibu adalah tak pernah henti mengasihi, melindungi, mencintai manusia. Maka janganlah jadi anak durhaka terhadap ibu, agar tidak kehilangan kehidupan surgawi. 

Meski hidup adalah sebuah journey, tak ada perjalanan yang serbamulus tanpa risiko. Bukankah pendaki gunung baru akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan batin hanya setelah berjuang menaklukkan jalanan terjal yang berbahaya? Bukankah pencetak gol dalam pertandingan bola mengalami ekstasi yang tak bisa diceritakan dengan kata-kata hanya setelah berhasil lolos dari rintangan yang ketat dan rapat? Begitulah hidup. Kita memiliki kebebasan untuk membuat keputusan hendak melangkah ke mana. 

Tetapi tak ada kebebasan tanpa batasan dan keterikatan. Orang yang tinggal di hutan pun akan terikat dengan kondisi hutan yang membatasi kebebasannya. Alam membuat batasan dengan udara dingin sehingga orang menciptakan selimut. Alam kadang kala mengirim panas sehingga manusia dipaksa membuat rumah untuk berteduh dan menghidupkan mesin pendingin (AC). Kebebasan selalu dibatasi oleh hukum alam, sehingga sesungguhnya kebebasan absolut itu hanyalah fatamorgana. 

Orang bisa saja merasa memiliki kebebasan tidak makan dan tidak minum, namun pasti ada batasan risiko akan lapar, sakit dan ujungnya mati. Bahkan, banyak sekali realitas hidup yang mesti kita terima tanpa ada proses dan peluang untuk memilih secara bebas. Kita terlahir dari rahim seorang ibu serta dengan sifat dan kategori etnis tertentu, bukanlah produk pilihan bebas. 

Karena itu realitas yang mesti kita terima dan sudah terkondisikan sebelum kita lahir, disebut sebagai fakta primordial. Makanya agama melarang seseorang membenci orang lain atas dasar ras atau etnis, karena hal itu bukan produk pilihan bebas seseorang. Dengan kata lain, itu ciptaan Tuhan. Mengutuk seseorang atas dasar etnis sama saja mengutuk penciptanya, yaitu Tuhan. Jadi, kalau Yahudi itu kategori etnis, kita tidak boleh membenci orang Yahudi. 

Yang diperbolehkan dikritik adalah kesalahan perilaku seseorang, apapun afiliasi etnis dan agamanya. Mengingat hidup adalah journey, sebuah perjalanan, sungguh akan dirasakan nyaman jika seseorang memiliki peta jalan dan tujuan yang jelas. Perjalanan ini bisa diletakkan dalam konteks karier, rumah tangga, atau hidup itu sendiri. 

Dengan memiliki teman seperjalanan yang memiliki tujuan sama, sikap saling menolong, tahan uji, bisa bercanda dan berdamai dengan tantangan hidup, maka perjalanan akan dirasakan layaknya sebuah festival. Tuhan telah memberikan modal, bekal atau fasilitas yang melimpah untuk mengisi dan merayakan kehidupan ini agar produktif dan bermakna. 

Perhatikan betapa canggihnya organ manusia dan kapasitas intelektualnya. Luar biasa potensi kekuatan yang tersimpan. Betapa melimpahnya fasilitas yang dibutuhkan manusia yang semuanya tersedia dalam hamparan semesta ini. “Nikmat apa lagi yang hendak kamu dustakan?” tegur Allah berulang kali dalam Alquran. Jadi, orang yang merdeka, yang bebas, bukannya bebas berbuat dan berpikir apa saja. 

Tetapi sesungguhnya orang disebut bebas dan merdeka jika terbebas dari jebakan dan belenggu yang menghalangi perjalanan ini untuk meraih hidup yang baik, produktif dan membawa manfaat sebanyak mungkin untuk sesama dalam rangka menapaki hari depan yang jauh lebih indah dan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar