Hidup
adalah journey. Sebuah perjalanan.
Dan, perjalanan pada dasarnya adalah festival merayakan kebebasan.
Bukankah semua yang ada ini selalu dalam proses bergerak?
Sejak dari
planet yang terhampar di angkasa sampai atom dan bahkan yang lebih kecil
lagi, semuanya bergerak. Semua bertawaf. Begitu pun manusia. Tak ada yang
diam. Belum lagi pikiran dan imajinasinya selalu bergerak melakukan
pengembaraantan pabatas. Manusia diciptakan sebagai pengembara.
Yang namanya
rumah pun sesungguhnya dibangun hanya sekadar sebagai tempat istirahat
dan transit. Begitu pun mobil, pesawat, dan kendaraanlain dibuat dan
dibeli untuk memudahkan perjalanan. Kartu kredit dipromosikan juga untuk
menemani perjalanan. Pendeknya, manusia adalah makhluk peziarah. Termasuk
dunia ini pun sebagai tempat transit dalam perjalanan panjang anak
manusia. Bukankah dunia dan bumi ini bukan rumah permanen kita?
Rasulullah
Muhammad menyebut dunia sebagai tempat bercocok tanam, dan panennya
sebagian kecil dinikmati sekarang, here
and now. Sebagian besarnya nantisetelah kita melalui tahapan dunia
ini, entah di mana. Karena hidup adalah sebuah ziarah atau perjalanan,
maka pilihan terbaik mari kita rayakan bersama agar terasa mengasyikkan,
damai dan jangan lupa mewariskan tanaman kebajikan untuk kita panen baik
di hari tua maupun setelah mati.
Alquran tegas
sekali memperingatkan, janganlah manusia merusak bumi yang begitu indah
dan berbaik hati pada manusia. Bumi melayani semua yang diperlukan
manusia untuk merayakan kehidupannya, sampai- sampai bumi dijuluki
sebagai sosok ibu. Ciri ibu adalah tak pernah henti mengasihi,
melindungi, mencintai manusia. Maka janganlah jadi anak durhaka terhadap
ibu, agar tidak kehilangan kehidupan surgawi.
Meski hidup
adalah sebuah journey, tak ada perjalanan yang serbamulus tanpa risiko.
Bukankah pendaki gunung baru akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan
batin hanya setelah berjuang menaklukkan jalanan terjal yang berbahaya?
Bukankah pencetak gol dalam pertandingan bola mengalami ekstasi yang tak
bisa diceritakan dengan kata-kata hanya setelah berhasil lolos dari
rintangan yang ketat dan rapat? Begitulah hidup. Kita memiliki kebebasan
untuk membuat keputusan hendak melangkah ke mana.
Tetapi tak
ada kebebasan tanpa batasan dan keterikatan. Orang yang tinggal di hutan
pun akan terikat dengan kondisi hutan yang membatasi kebebasannya. Alam
membuat batasan dengan udara dingin sehingga orang menciptakan selimut.
Alam kadang kala mengirim panas sehingga manusia dipaksa membuat rumah
untuk berteduh dan menghidupkan mesin pendingin (AC). Kebebasan selalu
dibatasi oleh hukum alam, sehingga sesungguhnya kebebasan absolut itu
hanyalah fatamorgana.
Orang bisa
saja merasa memiliki kebebasan tidak makan dan tidak minum, namun pasti
ada batasan risiko akan lapar, sakit dan ujungnya mati. Bahkan, banyak
sekali realitas hidup yang mesti kita terima tanpa ada proses dan peluang
untuk memilih secara bebas. Kita terlahir dari rahim seorang ibu serta
dengan sifat dan kategori etnis tertentu, bukanlah produk pilihan bebas.
Karena itu
realitas yang mesti kita terima dan sudah terkondisikan sebelum kita
lahir, disebut sebagai fakta primordial. Makanya agama melarang seseorang
membenci orang lain atas dasar ras atau etnis, karena hal itu bukan
produk pilihan bebas seseorang. Dengan kata lain, itu ciptaan Tuhan.
Mengutuk seseorang atas dasar etnis sama saja mengutuk penciptanya, yaitu
Tuhan. Jadi, kalau Yahudi itu kategori etnis, kita tidak boleh membenci
orang Yahudi.
Yang
diperbolehkan dikritik adalah kesalahan perilaku seseorang, apapun
afiliasi etnis dan agamanya. Mengingat hidup adalah journey, sebuah
perjalanan, sungguh akan dirasakan nyaman jika seseorang memiliki peta
jalan dan tujuan yang jelas. Perjalanan ini bisa diletakkan dalam konteks
karier, rumah tangga, atau hidup itu sendiri.
Dengan
memiliki teman seperjalanan yang memiliki tujuan sama, sikap saling
menolong, tahan uji, bisa bercanda dan berdamai dengan tantangan hidup,
maka perjalanan akan dirasakan layaknya sebuah festival. Tuhan telah
memberikan modal, bekal atau fasilitas yang melimpah untuk mengisi dan
merayakan kehidupan ini agar produktif dan bermakna.
Perhatikan
betapa canggihnya organ manusia dan kapasitas intelektualnya. Luar biasa
potensi kekuatan yang tersimpan. Betapa melimpahnya fasilitas yang
dibutuhkan manusia yang semuanya tersedia dalam hamparan semesta ini. “Nikmat apa lagi yang hendak kamu
dustakan?” tegur Allah berulang kali dalam Alquran. Jadi, orang yang
merdeka, yang bebas, bukannya bebas berbuat dan berpikir apa saja.
Tetapi
sesungguhnya orang disebut bebas dan merdeka jika terbebas dari jebakan
dan belenggu yang menghalangi perjalanan ini untuk meraih hidup yang
baik, produktif dan membawa manfaat sebanyak mungkin untuk sesama dalam
rangka menapaki hari depan yang jauh lebih indah dan damai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar