Rabu, 27 Maret 2013

Menghapus Badan Anggaran DPR


Menghapus Badan Anggaran DPR
Feri Amsari  ;  Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas
KORAN TEMPO, 27 Maret 2013

  
Badan Anggaran (Banggar) DPR acap kali bermain mata. Dugaan itu menguat ketika aroma keterlibatan anggota Banggar DPR dalam pelbagai kasus korupsi mulai tercium. Bahkan, dari dua ribu transaksi hitam di gedung parlemen, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa rekening anggota Banggar paling mencurigakan. Pelbagai fakta persidangan juga menguatkan dugaan "bisnis kotor parlemen" dikelola oleh Banggar.
Misalnya, dalam kesaksian mantan anggota Banggar, Wa Ode Nurhayati, terpidana korupsi dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID), disebutkan bahwa kejahatannya melibatkan banyak anggota Banggar lainnya. Dalam kasus Hambalang dan Wisma Atlet, Nazaruddin juga "memastikan" terdapatnya keterlibatan anggota Banggar dalam main mata dana pengembangan fasilitas olahraga tersebut. Keterangan Nazaruddin mengenai keterlibatan Banggar dikuatkan melalui fakta-fakta persidangan kasus korupsi Angelina Sondakh.
Aroma yang sama dapat dicium dari praktek korupsi pengadaan Al-Quran dan komputer di Kementerian Agama. Kesaksian tersangka Fadh el Fouz menerangkan bahwa anggota Banggar memainkan peran penentu terjadinya transaksi hitam. Jika disimak lebih jeli, perkara anggota Banggar di Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) selalu berkaitan dengan pengelolaan fungsi anggaran di parlemen.
Selain faktor serakah, kesempatan anggota Banggar menyimpangkan uang rakyat terjadi karena ruang yang diberikan undang-undang. Melalui beberapa ketentuan, misalnya Pasal 107 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Pasal 15 ayat (3) dan ayat (5) UU Keuangan Negara, Banggar DPR dapat mengelola permainan anggaran dari hulu (anggaran makro) hingga hilir (anggaran mikro) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kewenangan sangat besar itu menciptakan godaan bagi anggota Banggar untuk melakukan praktek penyimpangan anggaran.
Praktek penyimpangan anggaran oleh Banggar menunjukkan bahwa pencurian uang rakyat dilandasi fungsi kelembagaan DPR. Ketiga fungsi, yakni pembentukan undang-undang (legislasi), pengawasan, dan anggaran, telah dijadikan alat mempermudah praktek korupsi di Banggar. Ketiga fungsi yang terlalu besar itu membuat parlemen yang korup dilindungi undang-undang.
Untuk mengatasi penyimpangan tersebut, fungsi absolut DPR (baca: melalui Banggar) harus dibatasi. Menurut Donald S. Lutz, pembatasan itu didasari pemisahan fungsi dari lembaga dan penyelenggara negara (Donald S. Lutz, Principles of Constitutional Design, Cambridge University Press, 2006, hlm. 112). Salah satu upaya untuk membatasi dominasi DPR dalam politik anggaran adalah dengan membubarkan Banggar. Itulah sebabnya, upaya kelompok masyarakat tertentu untuk menyelamatkan uang rakyat dengan menggugat penghapusan Banggar ke Mahkamah Konstitusi (MK) patut diapresiasi.
Penyelamatan Demokrasi
Setidaknya terdapat dua alasan penting kenapa penghapusan Banggar DPR berkaitan dengan penyelamatan demokrasi. Pertama, pencurian uang rakyat yang melibatkan anggota Banggar DPR telah menciptakan demokrasi tak sehat. Tak bisa dimungkiri, partai politik peserta Pemilu acap kali memaksa kadernya melakukan pelbagai cara agar brankas partai melimpah. Leonardo Morlino menjelaskan, memang partai melakukan pelbagai cara untuk merampok uang rakyat dalam sistem demokrasi yang rusak (Larry Diamond, Political Parties and Democracy, 2001, hlm. 113).
Ketika pencurian uang rakyat melalui Banggar itu mengalir ke partai politik, proses demokrasi hanya akan menghasilkan wakil rakyat tidak berintegritas. Dengan membubarkan Banggar, sumber mata air partai politik akan terhenti. Jika partai ingin bertahan, partai akan melakukan pencarian sumber dengan cara-cara halal. Seperti di Amerika, partai politik tak hanya berharap sumbangan penguasa atau politisi kaya, tapi juga berharap kepada pemilih. Kondisi itu dapat diwujudkan apabila partai memiliki integritas yang diyakini publik. Pembubaran Banggar merupakan titik awal dari upaya membangun partai yang bersih dan lebih ideologis. Ujungnya, demokrasi akan menghasilkan figur politik berkualitas.
Alasan kedua, pembubaran Banggar berkaitan dengan prinsip pemisahan kekuasaan negara dalam sistem demokrasi. Jika Banggar dihapuskan, kewenangan pengelolaan anggaran mikro diserahkan kepada pemerintah. Ke masa depannya, fungsi anggaran DPR harus dimaknai hanya dalam penentuan anggaran makro. Wakil rakyat (baca: DPR) hanya terlibat dalam merancang grand design pengelolaan APBN. Eksekutor rancangan itu diserahkan sepenuhnya kepada eksekutif (baca: pemerintah). Ketika pemerintah gagal mewujudkan anggaran mikro, DPR memiliki ruang untuk mempertanyakan konsep kebijakan ekonomi pemerintah. 
Maka, pembubaran Banggar berkaitan erat dengan konsep trias politica Montesquieu, yang menghendaki cabang-cabang kekuasaan negara dipisahkan kewenangannya. Tak ada satu lembaga negara yang absolut kekuasaannya. Menurut C.F. Strong, satu-satunya jembatan penghubung dari pemisahan kewenangan itu adalah memberlakukan mekanisme checks and balances (saling mengawasi) antar lembaga negara, sehingga pembubaran Banggar akan membuat DPR kehilangan kekuasaan penentuan anggaran dari hulu hingga hilir. Ide itu akan menyelamatkan demokrasi.
Jika MK membubarkan Banggar DPR, setidak-tidaknya ruang pencurian uang rakyat akan semakin sempit. Ujung dari itu semua adalah terselamatkannya demokrasi kita.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar