Perkembangan industri ekonomi
syariah (Islam) telah banyak mengalami peningkatan dalam dua dekade
terakhir. Diawali dengan oil price
boom yang berdampak pada peningkatan investasi di negara Timur Tengah
hingga beralihnya masyarakat dari ekonomi konvensional ke syariah setelah
sejumlah krisis keuangan di AS.
Kegagalan Eropa menyelesaikan
krisis utang dan masalah pengangguran di Amerika Serikat telah berimbas pada
semakin diliriknya sistem ekonomi Islam di berbagai negara. Kemajuan
ekonomi Islam di dunia diharapkan dapat menjadi solusi sekaligus alternatif
sistem pembiayaan bagi banyak negara.
Tingginya minat dan pertumbuhan
industri keuangan syariah di dunia membuat sejumlah perguruan tinggi di
negara, seperti Amerika, Inggris, Australia, telah mengembangkan kurikulum
pengajaran ekonomi Islam sebagai bentuk legitimasi dan pengakuan atas kemajuan
ekonomi Islam. Hingga saat ini, sektor perbankan dan lembaga keuangan Islam
lainnya telah menyebar ke 75 negara, termasuk ke negara-negara Barat.
Pada 26-27 Februari 2013, telah
diselenggarakan The 12th Annual Islamic
Finance Summit di London sebagai bentuk legitimasi eksistensi ekonomi
Islam di dunia. Aset keuangan syariah global pada 2011 mencapai 1,36
triliun dolar AS atau tumbuh 103 persen dari 639 miliar dolar AS pada tahun
sebelumnya.
Sementara itu, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia terus bertumbuh
mencapai rata-rata 40 persen setiap tahunnya dibandingkan pertumbuhan
ekonomi konvensional yang hanya sebesar 19 persen. Bahkan, hingga saat ini,
Indonesia disebut sejumlah kalangan sebagai negara dengan industri keuangan
syariah terbesar di dunia dengan 22 ribu gerai koperasi syariah dan Balai
Mandiri Terpadu.
Sementara itu, sektor perbankan
syariah Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan selama lima
tahun terakhir. Aset perbankan syariah yang terdiri atas bank umum syariah
(BUS), unit usaha syariah (UUS), dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS)
hingga Oktober 2012 meningkat men- jadi Rp 179 triliun atau tumbuh sekitar
37 persen dibanding Oktober 2011 sebe- sar Rp 125,5 triliun.
Fenomena ini menjadikan
perbankan syariah Indonesia menjadi keempat terbesar setelah Iran,
Malaysia, dan Arab Saudi. Namun demikian, pangsa perbankan syariah terhadap
industri perbankan nasional relatif masih kecil, sekitar empat-lima persen
dari total industri, begitu pula pangsa perbankan syariah global hanya
sebesar 0,7 persen dari industri perbankan global.
Di sisi lain, praktik perbankan
syariah di Indonesia telah menunjukkan kinerja yang cukup baik dibanding dengan
perbankan konvensional. Dari sisi fungsi intermediasi, pengumpulan dana
pihak ketiga dan pembiayaan ke masyarakat pada perbankan syariah masing-masing
mencapai Rp 97,8 triliun dan Rp 92,8 triliun dengan tingkat financing to deposit ratio (FDR)
sebesar 95,7 persen.
Sementara, loan to deposit ratio (LDR)
bank konvensional hanya mencapai 60-70 persen. Besarnya aliran dana dari
perbankan syariah ke sektor riil merupakan modal dasar bagi percepatan
pembangunan dan distribusi pertumbuhan ke seluruh wilayah Indonesia.
Ke depan, industri keuangan dan
perbankan syariah diprediksi akan semakin berkembang di Indonesia mengingat
85 persen dari 245 juta penduduk beragama Islam. Begitu pula jaringan
pesantren di 33 provinsi yang mencapai 25 ribuan pesantren, sebanyak 3,7
juta santri dan sejumlah BMT merupakan fak tor pendukung perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia. Perkembangan ekonomi syariah diharapkan mampu menjadi
penopang percepatan pembangunan nasional.
Pascadisahkannya UU No 19/2008
mengenai Surat Berharga Syariah Negara dan Peluncuran Sukuk Negara, kontribusi
ekonomi syariah terus didorong untuk sejumlah agenda pembangunan atau
pembiayaan infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, bandara, jembatan,
rel kereta api, dan pembangkit tenaga listrik. Namun demikian, sejumlah
tantangan ke depan juga dihadapi oleh sektor ini.
Untuk menjadikan Indonesia sebagai
pusat dan episentrum ekonomi syariah dunia berarti kita perlu akselerasi
daya saing industri ekonomi syariah nasional. Hal ini hanya akan dapat diwujudkan
ketika semua elemen bangsa ini bahu-membahu dan saling dukung untuk
membangun fondasi, regulasi, persaingan industri yang sehat, pelaku industri
yang modern, serta pemanfaatan teknologi yang tepat guna untuk menunjang
efisiensi industri.
Dengan segenap potensi yang
dimiliki Indonesia, kita perlu optimistis bahwa Indonesia mampu menjadi
pusat industri keuangan syariah sekaligus pengembangan ilmu dan metodologi
yang terkait di dalamya. Tentunya terdapat beberapa hal yang perlu terus
kita lakukan.
Pertama, kesiapan sumber daya
manusia yang andal di sektor ini perlu terus kita akselerasi dan kita
tingkatkan kualitasnya. Industri ini diperkirakan membutuhkan setidaknya
200 ribu tenaga kerja yang memiliki kompetensi di industri perbankan dan
keuangan syariah.
Bahkan, di beberapa negara
telah diterapkan sertifikasi Islamic
Finance Qualification (IFQ) yang dikeluarkan oleh Inggris, Lebanon,
Bahrain, Dubai, dan Malaysia. Kedua, pemahaman masyarakat terhadap
instrumen perbankan dan keuangan syariah juga perlu kita intensifkan.
Program sosialisasi dan berbagai skema penyampaian informasi dibutuhkan
untuk memasyarakatkan sistem ekonomi syariah di Indonesia.
Ketiga, jumlah perguruan tinggi
yang mengajarkan ekonomi Islam perlu kita perbanyak untuk menghasilkan
tenaga-tenaga ahli dalam menopang pertumbuhan industri ekonomi syariah.
Keempat, koordinasi kelembagaan
yang mengatur industri perbankan dan keuangan nasional serta stimulus kebijakan
terintegrasi juga perlu terus kita tingkatkan. Kehadiran OJK
diharapakan mampu membenahi dan meningkatkan koordinasi kelembagaan serta
mendorong perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Yang terakhir, keterpaduan
seluruh pihak, baik pelaku industri, pemerintah, otoritas lain (BI, OJK,
dan LPS) maupun masyarakat, perlu terus kita lakukan untuk menjadikan Indonesia
sebagai pusat ekonomi syariah (Islam) dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar