Selasa, 19 Maret 2013

Pendidikan dan Gurita Kemiskinan


Pendidikan dan Gurita Kemiskinan
Masduri ;  Pustakawan Pesantren Mahasiswa (PesMa) IAIN Sunan Ampel Surabaya
SUARA KARYA, 19 Maret 2013


Gurita kemiskinan benar-benar mencengkeran dan menghantui perjalanan bangsa Indonesia. Angka-angka statistik tentang keberhasilan pemerintah menurunkan angka kemiskinan itu hanya sebatas angka. Yang turun angka kemiskinannya, bukan kemiskinan itu sendiri sebagai realitas sosial yang mesti diselesaikan dengan baik.

Pada kenyataannya, kemiskinan masih menjadi realitas yang mudah ditemukan di mana-mana, bahkan di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, kemiskinan masih menjadi pemandangan umum yang menjadi pemandangan di berbagai tempat. Di balik megahnya bangunan pencakar langit, di gang-gang sempit kota besar tersimpan kerumunan masyarakat miskin. Mereka bertempat tinggal di bawah atap-atap seng dan genting yang sangat sederhana bahkan memprihatinkan, dindingnya terbuat dari kayu, bukan gedung dari beton seperti Istana Negara, Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Selain itu, di mal, super market, pelabuhan, terminal bus, dan stasisun kereta api kerap ditemukan masyarakat miskin yang meminta-minta. Mereka mengorbankan rasa malu dengan meminta-minta, lantaran sulitnya mendapat pekerjaan layak sebagai warga negara Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela meninggalkan sanak keluarga di rumah bekerja ke luar negeri untuk mendapat pekerjaan layak, sebab mencari pekerjaan di negaranya sendiri sulit sekali.

Itu hanya sedikit gambaran gurita kemiskinan di kota-kota besar dan tempat umum. Jika masuk lebih ke pedalaman Indonesia lagi, seperti yang terjadi di kampung-kampung, sungguh kemiskinan benar-benar menggurita. Mereka kesulitan sekali mendapat pekerjaan layak untuk bisa bertahan hidup. Bahkan dari cerita warga di kampung-kampung pedalaman, ada sebagian tetangga yang anaknya putus sekolah lantaran tidak punya biaya.

Hari ini, anak-anak Indonesia masih belum bisa mengenyam pendidikan secara layak?

Cerita warga tersebut perlu menjadi catatan penting bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jika ternyata pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga menengah pertama belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat, terutama yang berada di tempat-tempat terpencil. Ada, baiknya pihak Kemendibud tidak hanya lantang bicara di acara dialog, seminar, ataupun workshop, atau pula sebatas menjawab pertanyaan wartawan di berbagai media massa. Tapi mereka semestinya harus turun langsung ke pelosok melihat bagaimana kondisi pendidikan di pedalaman, salah satunya misalnya di pulau-pulau kecil atau perbatasan. Apalagi di pulau-pulau kecil bagian Timur Pulau Madura, dari cerita masyarakat di sana, pendidikan sangat tidak layak, terutama fasilitasnya.

Lagi-lagi itu hanya sedikit cerita gurita kemiskinan di Indonesia, masih sangat banyak sekali tempat-tempat terpencil lainnya yang kurang di perhatian oleh pemerintah. Bahlan mungkin lebih parah dari pada yang terjadi di tempat kelahiran saya. Terutama peningkatan mutu pendidian. Sebab bagaimanapun, pendidikan adalah kunci utama untuk membebaskan bangsa Indonesia dari gurita kemiskinan.

Jika pendidikannya saja sangat tidak layak, lalu kapan bangsa ini bisa maju bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Maka, keputusan MK menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat tepat sekali sebagai tindakan untuk meratakan mutu pendidikan nasional. Agar masyarakat secara umum bisa mendapat pendidikan layak. Selama ini hanya anak-anak orang berduit yang berkesempatan menikmati RSBI. Sedangkan masyarakat miskin untuk biaya makan saja harus pontang-panting mendapatkannya, apalagi untuk biaya pendidikan sekelas RSBI.

Sampai kapan pun bangsa Indonesia akan terus tertinggal dari bangsa-bangsa maju, jika pemerataan mutu pendidikan tidak segera dilakukan. Pendidikan harus menjadi fokus utama pemerintah dalam memutus mata rantai kemiskinan. Kemendikbud sejak tahun 2010 sudah mengeluarkan beasiswa Bidik Misi bagi siswa miskin yang berprestasi, sehingga mereka bisa kuliah di kampus-kampus mahal kota-kota besar.

Tentu kebijakan ini bagus sekali, hanya saja yang perlu ditingkatkan Kemendikbud adalah evaluasi tepat tidaknya penerima beasiswa Bidik Misi. Sebab masih saja ada sebagian penerima yang sebenarnya tidak layak, lantaran memiliki kemampuan ekonomi yang mapan. Karena itu, pengawasan yang intensif dari pihak Kemendikbud harus ditingkatkan agar kebijakannya benar-benar dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.

Jika pendidikan bangsa Indonesia sudah bagus, dengan cepat Indonesia akan maju dan sejahterah. Demokrasi kita akan semakin mapan diikuti politik yang semakin bagus. Peran negara benar-benar hadir dalam masyarakat. Kesejahteraan terjamin. Keamanan sangat kondusif. Pemerintah tidak lagi korup. Hukum benar-benar adil. Dan, cita-cita kemerdekaan bisa segara terwujud, yakni Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.

Meskipun disadari, untuk mencapai itu semua tidak semudah seperti yang terbayangkan dalam tulisan ini, setidaknya ini gambaran umum tentang masa depan kemajuan bangsa Indonesia.
Realitasnya tentu sangat sulit. Tetapi mari semua bergandeng tangan untuk terus memajuan bangsa Indonesia. Pendidikan harus ditingkatkan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan. Karena kemiskinan adalah musuh utama negara. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar