Gurita kemiskinan benar-benar
mencengkeran dan menghantui perjalanan bangsa Indonesia. Angka-angka
statistik tentang keberhasilan pemerintah menurunkan angka kemiskinan itu
hanya sebatas angka. Yang turun angka kemiskinannya, bukan kemiskinan itu
sendiri sebagai realitas sosial yang mesti diselesaikan dengan baik.
Pada kenyataannya, kemiskinan
masih menjadi realitas yang mudah ditemukan di mana-mana, bahkan di kota
besar seperti Jakarta dan Surabaya, kemiskinan masih menjadi pemandangan
umum yang menjadi pemandangan di berbagai tempat. Di balik megahnya
bangunan pencakar langit, di gang-gang sempit kota besar tersimpan
kerumunan masyarakat miskin. Mereka bertempat tinggal di bawah atap-atap
seng dan genting yang sangat sederhana bahkan memprihatinkan, dindingnya
terbuat dari kayu, bukan gedung dari beton seperti Istana Negara, Gedung
Dewan Perwakilan Rakyat, dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Selain itu, di mal, super
market, pelabuhan, terminal bus, dan stasisun kereta api kerap ditemukan
masyarakat miskin yang meminta-minta. Mereka mengorbankan rasa malu dengan
meminta-minta, lantaran sulitnya mendapat pekerjaan layak sebagai warga
negara Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela meninggalkan
sanak keluarga di rumah bekerja ke luar negeri untuk mendapat pekerjaan
layak, sebab mencari pekerjaan di negaranya sendiri sulit sekali.
Itu hanya sedikit gambaran
gurita kemiskinan di kota-kota besar dan tempat umum. Jika masuk lebih ke
pedalaman Indonesia lagi, seperti yang terjadi di kampung-kampung, sungguh
kemiskinan benar-benar menggurita. Mereka kesulitan sekali mendapat
pekerjaan layak untuk bisa bertahan hidup. Bahkan dari cerita warga di
kampung-kampung pedalaman, ada sebagian tetangga yang anaknya putus sekolah
lantaran tidak punya biaya.
Hari ini, anak-anak Indonesia
masih belum bisa mengenyam pendidikan secara layak?
Cerita warga tersebut perlu
menjadi catatan penting bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), jika ternyata pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga
menengah pertama belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat, terutama
yang berada di tempat-tempat terpencil. Ada, baiknya pihak Kemendibud tidak
hanya lantang bicara di acara dialog, seminar, ataupun workshop, atau pula
sebatas menjawab pertanyaan wartawan di berbagai media massa. Tapi mereka
semestinya harus turun langsung ke pelosok melihat bagaimana kondisi
pendidikan di pedalaman, salah satunya misalnya di pulau-pulau kecil atau
perbatasan. Apalagi di pulau-pulau kecil bagian Timur Pulau Madura, dari
cerita masyarakat di sana, pendidikan sangat tidak layak, terutama
fasilitasnya.
Lagi-lagi itu hanya sedikit
cerita gurita kemiskinan di Indonesia, masih sangat banyak sekali
tempat-tempat terpencil lainnya yang kurang di perhatian oleh pemerintah.
Bahlan mungkin lebih parah dari pada yang terjadi di tempat kelahiran saya.
Terutama peningkatan mutu pendidian. Sebab bagaimanapun, pendidikan adalah
kunci utama untuk membebaskan bangsa Indonesia dari gurita kemiskinan.
Jika pendidikannya saja sangat
tidak layak, lalu kapan bangsa ini bisa maju bersaing dengan bangsa-bangsa
lain di dunia. Maka, keputusan MK menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat tepat
sekali sebagai tindakan untuk meratakan mutu pendidikan nasional. Agar
masyarakat secara umum bisa mendapat pendidikan layak. Selama ini hanya
anak-anak orang berduit yang berkesempatan menikmati RSBI. Sedangkan
masyarakat miskin untuk biaya makan saja harus pontang-panting
mendapatkannya, apalagi untuk biaya pendidikan sekelas RSBI.
Sampai kapan pun bangsa
Indonesia akan terus tertinggal dari bangsa-bangsa maju, jika pemerataan
mutu pendidikan tidak segera dilakukan. Pendidikan harus menjadi fokus
utama pemerintah dalam memutus mata rantai kemiskinan. Kemendikbud sejak
tahun 2010 sudah mengeluarkan beasiswa Bidik Misi bagi siswa miskin yang
berprestasi, sehingga mereka bisa kuliah di kampus-kampus mahal kota-kota
besar.
Tentu kebijakan ini bagus
sekali, hanya saja yang perlu ditingkatkan Kemendikbud adalah evaluasi
tepat tidaknya penerima beasiswa Bidik Misi. Sebab masih saja ada sebagian
penerima yang sebenarnya tidak layak, lantaran memiliki kemampuan ekonomi
yang mapan. Karena itu, pengawasan yang intensif dari pihak Kemendikbud
harus ditingkatkan agar kebijakannya benar-benar dirasakan secara maksimal
oleh masyarakat.
Jika pendidikan bangsa
Indonesia sudah bagus, dengan cepat Indonesia akan maju dan sejahterah.
Demokrasi kita akan semakin mapan diikuti politik yang semakin bagus. Peran
negara benar-benar hadir dalam masyarakat. Kesejahteraan terjamin. Keamanan
sangat kondusif. Pemerintah tidak lagi korup. Hukum benar-benar adil. Dan,
cita-cita kemerdekaan bisa segara terwujud, yakni Indonesia yang berdaulat,
adil, dan makmur.
Meskipun disadari, untuk
mencapai itu semua tidak semudah seperti yang terbayangkan dalam tulisan
ini, setidaknya ini gambaran umum tentang masa depan kemajuan bangsa
Indonesia.
Realitasnya tentu sangat
sulit. Tetapi mari semua bergandeng tangan untuk terus memajuan bangsa
Indonesia. Pendidikan harus ditingkatkan untuk membebaskan bangsa Indonesia
dari kemiskinan. Karena kemiskinan adalah musuh utama negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar