Senin, 18 Maret 2013

Bocornya Draf Sprindik KPK : Antara Etis dan Pidana


Bocornya Draf Sprindik KPK : Antara Etis dan Pidana
Harry Bawono  ;  Peneliti Pusat Kajian & Pengembangan Sistem Kearsipan
DETIKNEWS, 15 Maret 2013


Draf Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KPK kepada Anas Urbaningrum bocor ke publik. Permasalahan yang kemudian diangkat adalah bocornya draf sprindik hanya merupakan perkara etis.

Padahal jika ditelisik dari kacamata kearsipan, bocornya draf sprindik bisa diajukan sebagai masalah pidana.

Arsip Negara Dalam Bahasa Hukum

Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan (selanjutnya disebut undang-undang kearsipan), arsip didefinisikan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selanjutnya pasal 33 undang-undang kearsipan menyatakan bahwa arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana negara dinyatakan sebagai arsip milik negara.

Arsip milik negara harus dilindungi dan diselamatkan baik terhadap arsip yang keberadaannya di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perlindungan dan penyelamatan terhadap arsip milik negara ini wajib dilakukan negara karena arsip atau dokumen milik negara ini sebagai bahan pertanggungjawaban setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan, pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat (lihat pasal 43 (1) undang-undang kearsipan).

Secara garis besar, arsip terbagi menjadi 2 (dua) yakni, arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu.

Sedangkan, arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai kesejarahan dan berketerangan dipermanenkan.

Sprindik pada konteks ini digolongkan arsip dinamis. Pengelolaan arsip dinamis dilakukan melalui proses pengendalian yang dimulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.

Perkaranya kemudian adalah perdebatan yang sempat muncul mengenai apakah draf sprindik tersebut bisa dikategorikan sebagai arsip atau tidak.

Dari pemaknaan atas pengelolaan arsip dinamis tersebut jelas bahwa proses pengelolaan berlangsung dari mulai penciptaan dan draf merupakan bagian dari penciptaan. Pada taraf draf itulah arsip telah tercipta. Maka dapat disimpulkan bahwa draf adalah arsip dinamis negara.

Komponen Pengelolaan Arsip Negara

Pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan arsip dalam penyelanggaraan kegiatan suatu lembaga negara sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah.

Terkait dengan fungsi arsip sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah maka sejak penciptaannya, penggunaan dan pemeliharaan serta penyusutannya arsip tersebut harus dikelola dalam suatu sistem pengelolaan arsip dinamis yang andal, sistematis, utuh dan menyeluruah sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang mengacu kepada Sistem Kearsipan Nasional (SKN).

Oleh sebab itu agar pengelolaan arsip pada setiap lembaga negara, pemerintah daerah maupun BUMN/BUMD dapat berjalan secara efektif dan efisien maka masing-masing lembaga harus menyusun 4 (empat) komponen pedoman pengelolaan arsip yang meliputi: tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip serta sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip.

Empat komponen pengelolaan arsip ini harus menjadi acuan bagi pencipta arsip (lembaga negara) dalam mengelola arsip negara terutama arsip dinamis agar dapat menjadi informasi yang dijadikan sebagai bahan pertanggungjawaban nasional dari penyelenggaraan sebuah lembaga/organisasi.

Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip Negara

Arsip dinamis merupakan sumber utama informasi, maka konsekuensinya adalah arsip harus mudah diakses oleh publik, hal ini diatur dalam pasal 42 (1) undang-undang kearsipan yang menyatakan bahwa, pencipta arsip wajib menyediakaan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak.

Selanjutnya diperjelas oleh pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan bahwa penggunaan arsip dinamis tersebut diperuntukkan bagi kepentingan pemerintahan dan masyarakat. Namun, peruntukan itu diatur dalam klasifikasi keamaan dan akses arsip.

Penentuan kategori klasifikasi keamanan didasarkan pada identifikasi ketentuan hukum, analisis fungsi unit kerja dalam organisasi, job description (uraian tugas) serta analisis resiko.

Dari hasil pertimbangan itu akan dihasilkan 4 (empat) kategori klasifikasi keamanan arsip negara yakni, sangat rahasia, rahasia, terbatas, biasa.

Sangat rahasia merujuk pada arsip negara tertentu yang jika diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan keselamatan bangsa.

Rahasia merujuk pada arsip tertentu yang jika diketahui oleh pihak yang tidak berhak, dapat terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, ketertiban umum, termasuk dampak ekonomi makro.

Apabila informasi yang terdapat dalam arsip bersifat sensitif bagi lembaga/organisasi akan menimbulkan kerugian serius terhadap privasi, keuntungan kompetitif, hilangnya kepercayaan, serta merusak kemitraan dan reputasi.

Terbatas me rujuk pada arsip tertentu yang jika diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat mengakibatkan terganggungnya pelaksanaan fungsi dan tugas lembaga negara, seperti kerugian finansial yang signifikan.

Biasa/terbuka merujuk pada arsip tertentu yang apabila dibuka untuk umum tidak membawa dampak apapun terhadap keamanan negara.

Dengan mempertimbangkan dampak, para pejabat yang berhak dapat membuka akses dan mengizinkan informasi (arsip) tersebut untuk dapat disajikan demi kepentingan pihak yang berhak baik pemerintah maupun publik.

Persoalannya adalah apakah pada lembaga KPK telah ada aturan formal mengenai klasifikasi keamanan tersebut dan apakah sprindik telah diatur didalamnya?

Terkait sanksi, apabila ada pihak yang mencoba membuka akses arsip negara tanpa persetujuan pejabat yang berwenang dengan cara apapun dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 82 undang-undang kearsipan yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna arsip yang tidak berhak, dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 125.000.000,-.

Jika sprindik telah dikategorikan sebagai rahasia maka lihat juga pasal 85 undang-undang kearsipan, maka membocorkannya dapat dikenakan hukum penjara paling lama 5 (lima) tahun atau dengan paling banyak Rp 250.000.000,-.

Dengan diaturnya mengenai klasifikasi keamanan dan akses arsip dinamis diharapkan akan terpenuhi kewajiban untuk menjaga keamanan dan keselamatan arsip negara disatu sisi dan disisi lain terpenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi secara adil sesuai aturan hukum.

Terpampang jelas dari uraian diatas, bahwa kasus bocornya draf sprindik bukan sekedar perkara etis belaka melainkan juga perkara pidana. Maka penyelesaiannya tidak cukup hanya melalui komite etik semata.

Dari kasus beredarnya draf Sprindik ke ranah publik, dapat kita petik pelajaran bahwa inilah saatnya setiap lembaga negara harus serius mengelola arsip negara dengan standar yang mengacu pada pada Sistem Kearsipan Nasional. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar