Senin, 15 Desember 2014

Ketika Persahabatan Hancur Berkeping

                    Ketika Persahabatan Hancur Berkeping

Sawitri Supardi Sadarjoen  ;   Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas Minggu
KOMPAS,  14 Desember 2014

                                                                                                                       


Perempuan adalah orang yang paling bisa menjalin persahabatan. Persahabatan yang lekat dan akrab bisa memunculkan dan menyiasati perasaan marah, cemburu, persaingan, dan berbagai emosi lainnya, terutama jika kita dapat mengenali emosi yang sedang kita rasakan dan tidak menghindari emosi tersebut. Tapi ternyata persahabatan tidak selalu dengan mudah tetap terjalin karena bisa saja kita merasa dikecewakan oleh sahabat kita tersebut.

Lena dan Ita adalah dua orang yang menjalin persahabatan sejak semester satu di suatu perguruan tinggi. Hingga saat terakhir, persahabatan sudah berlangsung selama 6 tahun. Sebenarnya relasi persahabatan mereka lebih terjalin oleh sikap tertentu dari kedua orang tersebut. Lena lebih menjadi pemimpin, guru, dan seseorang yang selalu meladeni keinginan Ita, sementara Ita adalah sosok yang sering hanya menjadi orang yang menurut terhadap saran-saran Lena. Apalagi Ita adalah sosok yang sering mengalami kesulitan untuk memahami ide dan keinginan dirinya sendiri. Namun, terlepas dari kondisi interelasi mereka, keduanya merasa saling membutuhkan dan persahabatan mereka sangat erat. Mereka dua sahabat yang saling menyayangi, namun setelah Ita menikah, persahabatan mereka seperti hancur berkeping.

Ita mencari saya untuk memecahkan masalah persahabatannya dengan Lena. Saat datang berkonsultasi, sebenarnya Ita sudah mencoba berbagai cara untuk menjalin kembali persahabatannya dengan Lena, tetapi selalu gagal. Pertama kali, Ita mengajak Lena untuk main tenis meja, kemudian mengajaknya berenang bersama serta berbelanja baju bersama. Dengan cara tersebut, Ita ingin menyampaikan bahwa persahabatannya dengan Lena masih merupakan hal penting bagi Ita. Namun, Lena tidak pernah sekali pun mengundang Ita untuk melakukan aktivitas bersama dan serta-merta relasi yang terjalin terasa hambar, bersifat permukaan saja, seolah bergantung di udara seperti halnya kabut tebal di langit.

Sebenarnya Ita secara langsung pernah mengungkapkan kepada Lena bahwa relasi antarmereka sudah berubah dan terasa kurang akrab. Ita tidak berputus asa, pada suatu saat, Ita sengaja datang ke rumah Lena dan mengungkapkan bahwa mereka perlu bertemu dan berbicara serius tentang persahabatan mereka. Lena menjawab bahwa tidak ada apa-apa yang perlu dibicarakan, kerenggangan persahabatan mereka, menurut Lena, hanya disebabkan oleh kesibukan keseharian Lena yang sangat padat.

Untuk memperjelas, Ita kemudian mengungkapkan kepada Lena apakah ada perbuatan Ita terhadap Lena yang tidak menyenangkan, menyinggung perasaan Lena, atau membuat Lena kecewa. Namun, Lena tetap menjawab bahwa tidak satu pun sikap Ita yang mengecewakan Lena. ”Enggak ada apa-apa, Ita, kamu baik selama ini,” demikian jawaban Lena. Ita sedih dengan perpisahan ini, namun Ita akhirnya menyadari bahwa makna kelekatan persahabatan antara dirinya dan Lena selama 6 tahun tidaklah sama. Jadi, bisa saja salah satu pihak melepaskan diri dari kelekatan tersebut tanpa merasakan penghayatan perasaan yang berarti.

Belajar untuk ”lepas”

Perlu kita pahami bahwa dalam jalinan relasi antarsahabat tercipta lingkaran dalam rentang kedekatan dan jarak, kita tidak perlu bersusah payah mencari jalan agar persahabatan berjalan sepanjang masa. Teman yang baik bisa saja dengan mudah menjauhkan diri, kehilangan minat untuk terus berkawan dengan kita, atau menemukan orang lain yang dirasakan lebih mengasyikkan baginya. Dalam situasi yang semacam ini, agaknya para perempuan bisa belajar dari kaum lelaki yang menghargai pendapat bahwa setiap orang memiliki tujuan yang berbeda satu sama lain. Apabila seseorang sudah tidak berminat pada relasi yang terbina selama ini, hendaknya kita terima dengan besar hati dan upayakan diri tetap merasa nyaman, apakah kita saat ini berjarak atau berdampingan dengan sahabat kita tersebut.

Walaupun hati kita terasa amat sakit dengan perpisahan, kita harus terima dengan jiwa besar karena setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih teman dekat, memastikan bahwa perasaan positif mereka terhadap diri kita bisa saja tiba-tiba hilang. Walaupun kita menginginkan persahabatan dengan seseorang yang kita sayangi berlangsung selamanya, kita tidak selalu bisa mendapatkan jenis persahabatan yang setia selamanya semacam itu. Perubahan dan ketidakpermanenan adalah bagian dari setiap interelasi, kita tidak dapat menghentikan jalannya jam, walaupun kita kerahkan sekuat tenaga.

Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menghindari penolakan dan kekecewaan walaupun untuk itu kita duduk diam di salah satu sudut ruang yang kita yakini sama sekali tidak berisiko. Seyogianya kita hidup dengan sikap berani untuk mengalami ”kekecewaan-bangkit-ditolak” dan merasakan ”kehilangan”.

Dalam hidup ini sikap dan upaya yang terbaik dalam situasi itu adalah membiarkan segalanya terjadi dan serta-merta kita mengalihkan perhatian kita, dengan harapan ”saya mampu menjadikan langkah ringan dengan tujuan mendapat ketenangan, berkat, hikmah, dan efisiensi”. Walaupun untuk itu memang memerlukan waktu tertentu agar benar-benar kita dapat memperoleh tujuan baru. Tidak berarti bahwa kita memutuskan cara mengatasi masalah yang kita hadapi berlalu begitu saja, namun kita pilih cara matang dan penuh rasa tanggung jawab.

Akhirul kalam maka keluar ungkapan dari hati kita yang paling dalam ”Woo, yang sudah terjadi terjadilah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar