Natal
Pertama dan Rekonsiliasi Keluarga
Amanda Adiwijaya ; Konselor keluarga di Surabaya dan Jakarta
|
JAWA
POS, 25 Desember 2014
SECARA
tradisional, di berbagai penjuru dunia, Natal dihayati sebagai pesta
keluarga. Kebetulan, tema Natal Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia dan
Konferensi Wali Gereja Indonesia pada 2014 adalah Berjumpa dengan Allah dalam
Keluarga.
Sayang,
dalam banyak keluarga, termasuk keluarga kristiani di negeri ini, kerap Allah
yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak bisa dijumpai lagi. Mengapa? Pasalnya,
institusi paling kuno dalam sejarah, yakni keluarga, justru sedang menghadapi
beragam masalah yang pelik. Keluarga justru berada dalam bahaya karena
berbagai ancaman yang bertujuan menghancurkan sendi-sendi kehidupannya.
Berbagai Ancaman
Beberapa
ancaman sungguh amat menonjol dan nyata terjadi, misalnya kekerasan,
ketidaksetiaan, kejahatan seks pada anak, narkoba, dan sebagainya. Kekerasan
memang menjadi pandemi global yang paling meresahkan. Paus Fransiskus,
misalnya, menyesalkan kian maraknya kekerasan domestik seperti kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT). Bahkan, perkawinan secara kristiani pun tidak
steril dari KDRT.
Ancaman
lain yang cukup hebat adalah ketidaksetiaan kepada pasangan yang tecermin
dari kian tingginya kasus perselingkuhan, prostitusi, dan hubungan seks
berisiko lainnya. Padahal, hubungan seperti itu kian menyebarkan human immunodeficiency virus/acquired
immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS). Yang menyedihkan, jumlah orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) di kalangan ibu rumah tangga kian meningkat.
Menyedihkan, seorang istri baik-baik, bahkan calon bayi yang belum mengenal
dosa, harus mengidap HIV/AIDS karena sikap sembrono sang bapak yang notabene
kepala keluarga.
Memang
di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, tiap pria dengan mudah bisa
mendapatkan akses ke hubungan seks berisiko. Demikian juga keberadaan
internet, memunculkan pornografi yang bisa diakses di mana pun dan merangsang
orang untuk mengkhianati pasangan serta keluarga. Transaksi seksual juga bisa
dilakukan dengan mudah di dunia maya, misalnya lewat Facebook dan media
sosial lain.
Sayang,
dalam dunia nyata, kita juga melihat fenomena yang mengerikan ketika
anak-anak harus menghadapi ancaman kejahatan seksual seperti yang dirasakan
para korban di SDN Gubeng I, Surabaya, baru-baru ini. Ancaman lain bagi
keluarga adalah narkoba. Sebab, menurut Badan Narkotika Nasional, sudah 4,2
juta warga kita yang menjadi korban. Bahkan, Wakil Rektor III Unhas Prof Dr
Musakkir SH MH, guru besar fakultas hukum, malah ditangkap polisi karena
diduga mengonsumsi narkoba. Jutaan orang, termasuk anak, juga dijadikan kurir
narkoba.
Peristiwa
guru besar nyabu itu sesungguhnya memberikan warning bahwa narkoba tidak bisa
disepelekan. Sebab, narkoba berpotensi kuat menghancurkan bangsa, peradaban,
dan keluarga kita.
Kita
tahu, institusi keluarga adalah tempat persemaian nilai-nilai peradaban
paling awal dan paling lama dalam sejarah. Nilai-nilai moralitas seperti baik
dan buruk serta berbagai nilai luhur kemanusiaan bisa dipastikan kali pertama
tersemai dalam keluarga.
Pesan Natal Pertama
Bahkan
dalam konteks iman kristiani, Yang Mahatinggi dan Besar mau menjelma dan
hadir di tengah keluarga kudus. Itu terjadi pada Natal pertama, ketika bayi
Yesus lahir di kandang hewan di Bethlehem lewat rahim Bunda Maria dan dijaga
oleh Yusuf atau Yosef, suami Maria.
Kelahiran
dan kehadiran bayi Yesus sudah pasti menyucikan Maria sebagai ibu dan Yosef
sebagai bapak keluarga. Keluarga yang sudah tersucikan itu membuat para
tetangga juga ikut merasakan kehadiran Allah. Simak para gembala di Bethlehem
pada malam Natal pertama. Mereka bergegas menjumpai keluarga Maria, Yusuf,
dan kanak-kanak Yesus. Perjumpaan itu sungguh berkesan sehingga para gembala
dan kawanannya memuliakan Allah (Luk 2:20).
Misteri
inkarnasi Allah yang hadir dalam keluarga Maria dan Yusuf memang sulit
dimengerti. Para imam dan ahli agama Yahudi pun tidak mengerti. Namun, para
gembala yang sederhana, demikian orang-orang majusi yang notabene kafir atau
tidak menganut agama Yahudi, juga bisa memahami misteri itu lewat perjalanan
bintang.
Maka, di
tengah berbagai ancaman kepada keluarga seperti yang sudah dibeberkan
sebelumnya, mari keluarga-keluarga kristiani kembali menengok apa yang
terjadi pada Natal pertama. Melalui keluarga Yusuf dan Maria, Allah mengutus
Yesus ke dalam dunia yang begitu dikasihi-Nya. Dia datang semata-mata untuk
menyelamatkan manusia dari kekuasaan dosa. Setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak akan binasa, tetapi akan memperoleh hidup yang kekal (Yoh 3:16-17).
Keluarga-keluarga
yang mau kembali menengok Natal pertama sudah pasti akan diselamatkan dari
beragam ancaman dan kembali dikuduskan sebagaimana keluarga Yusuf dan Maria.
Maka, iman akan Juru Selamat harus kembali menjadi inspirasi bagi setiap
keluarga. Jangan sampai Dia terusir dari hidup dan keluarga kita.
Semoga di Natal kali ini, Sang Juru Selamat kembali berkenan hadir dan
lahir dalam keluarga kita, menjadi pusat hidup dan perisai dalam menghadapi
beragam ancaman. Semoga Natal menjadi momentum bagi rekonsiliasi keluarga.
Selamat Natal 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar