Kamis, 25 Desember 2014

Kemandirian Generasi Kreatif

Diskusi LMI-Kompas “Generasi Kreatif dan Kemandirian Kaum Muda Indonesia”

Kemandirian Generasi Kreatif

KOMPAS,  24 Desember 2014

                                                                                                                       


KEBARUAN , terobosan, dan inovasi bermula dari gagasan. Ia  terlebih dahulu hadir lewat pikiran, terwujud pada tindakan. Seperti halnya sekelompok pemuda berusia dua puluhan yang berbeda suku bangsa berkongres dan menggagas ke-Indonesia-an di Batavia pada tahun 1928. Mereka terbata-bata menggunakan bahasa Melayu sebab lebih fasih berbahasa Belanda. Butuh perjalanan kapal berhari-hari untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Namun, yang mereka gagas pada hari itu mewujud puluhan tahun kemudian. Semangat negara kesatuan yang ada sekarang ini besar dipengaruhi ikrar para pemuda tersebut. Imajinasi mereka meletakkan dasar untuk identitas nasional.

Dalam satu dasawarsa terakhir, dunia ide tumbuh menjadi sektor ekonomi sendiri. Biasa disebut ekonomi atau industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan suatu konsep yang menggambarkan keterhubungan antara aspek kreatif dan potensi pertumbuhan ekonomi. Di dalamnya ada bakat, keterampilan, penciptaan lapangan kerja, kekayaan intelektual, produksi dan konsumsi produk budaya, turisme, serta teknologi. Pemahaman sederhana kreativitas adalah menciptakan kebaruan.

Mencari kebaruan, energik, berani berspekulasi, dan menerobos batasan-batasan merupakan atribut diri yang khas ada pada kaum muda. Mereka pun lebih cepat beradaptasi dengan teknologi. Tak pelak jika sektor kreatif banyak diisi bakat-bakat muda. Semakin banyak dari mereka yang mendunia. Hasil karya animator Indonesia hadir di beberapa film box office internasional dan games. Karya para desainer busana Indonesia juga diakui oleh konsumen luar negeri. Produk busana  dan tas mereka kini disandang oleh sosialita dunia.

Akankah ekonomi kreatif memperbesar kesenjangan mengingat mereka yang lebih kaya dan terdidik relatif lebih punya akses untuk maju? Pertanyaan utama yang muncul kemudian dalam diskusi ini adalah bagaimana agar ekonomi kreatif, terutama pelaku, dapat berkembang lebih terencana dan sistematis.

Suasana egaliter

Secara struktural, mereka yang kaya dapat memilih pendidikan yang baik dan lebih mudah mendapat akses ke dalam sistem ekonomi. Akses pada sektor ekonomi kreatif relatif lebih  terbuka bagi semua orang. Kreativitas dapat muncul dengan unik pada diri setiap individu. Mereka yang hidup dengan keterbatasan sumber daya sering kali didorong untuk menggunakan daya imajinasi yang lebih.

Adapun hidup yang mengandalkan materi berpotensi membatasi imajinasi karena terbiasa dengan hal konkret yang selalu ada. Anak muda di Salatiga yang hanya lulusan SMK dapat proyek desain dari perusahaan rekayasa kelas dunia General Electric. Anak muda di Yogyakarta mengerjakan desain untuk perusahaan permainan terkemuka milik Gameloft.

Mereka yang mengandalkan pasar domestik lebih banyak lagi. Kuliner, misalnya, dengan menambahkan bumbu atau mengubah cara pengolahan  muncul produk makanan yang baru. Juga produk pernak-pernik yang diproduksi secara rumahan. Adalah teknologi komunikasi yang memfasilitasi semuanya itu. Akses akan pasar (transaksi penawaran-permintaan) terjadi dalam jaringan (online).

Selain kesetaraan akses, dalam dunia kreatif, uang bukan lagi modal utama untuk mengakses pasar. Perbedaan hanya ada di level daya kreasi. Banyak dari mereka tak perlu modal usaha awal untuk membuat perusahaan dan pemasaran. Mereka yang hidup di dunia perancangan (desain), misalnya, mendapat pekerjaan dari mana saja lewat internet. Kemudian mereka membuka lapangan kerja karena membutuhkan tenaga tambahan guna menyelesaikan sejumlah proyek yang digarap atau untuk memproduksi dan mengemas pesanan barang yang terus bertambah. Menurut catatan pemerintah, dalam kurun waktu tahun 2002-2006, sektor ekonomi kreatif menyerap 5,4 juta orang (5,8 persen dari total tenaga kerja di Indonesia).

Ruang untuk berkembang

Kisah ekonomi kreatif di Indonesia adalah kisah inisiatif individu-individu dan terlihat sporadis. Yudi Latif menjelaskan bahwa kreativitas memerlukan bidang pendukung (field) yang akan menyokong dan menyaring produk kreatif yang dianggap ”layak”. Ia merupakan kurasi dari jejaring orang dan institusi. Kreativitas membutuhkan ruang untuk berkembang. Inisiatif individu di Indonesia tidak hanya dalam kreasinya, tetapi juga dalam menciptakan ekosistem agar kreativitas terus berkembang.

Kultur kolektif di masyarakat kita secara mudah turut membangun beberapa komunitas di dunia kreatif. Komunitas yang kemudian mendorong suasana kreatif terserap naik ke level yang lebih besar. Bandung adalah salah satu kota yang menginisiasi sebagai ruang tinggal bagi kreativitas. Festival busana di jalan kota Jember adalah hasil inisiatif satu orang sehingga kemudian melibatkan banyak warga lain. Sekarang semakin banyak kota/kabupaten di Indonesia yang mengadakan festival sejenis sesuai dengan keunikan daerah itu.

Festival-festival ini menjadi ruang pengakuan akan kreativitas dan produk-produk yang diciptakannya. Pengakuan dan keterbukaan kota akan inovasi secara otomatis memberi ruang bagi individu-individu kreatif untuk terus berkembang. Resensi dan kurasi dari media sosial dan media massa merupakan jejaring yang memberi pengakuan pada suatu produk kreatif.

Tidak semua sektor ekonomi kreatif terbuka untuk berkembang. Sektor kreatif yang memiliki komunitas cenderung bertumbuh karena di sana terdapat transfer pengetahuan di antara sesama anggota kelompok. Riset dan pengembangan termasuk juga dalam sektor kreatif. Sayangnya, dalam diskusi terungkap bahwa sejumlah hasil riset instansi pemerintah yang sedianya dapat dimanfaatkan untuk inovasi di bidang agroindustri, misalnya, sukar diakses warga biasa.

Meskipun tingkat pendidikan relatif tidak berpengaruh pada kreativitas, kungkungan metode pendidikan yang salah dipastikan akan mematikan daya kreatif anak. Menurut Rhenald Kasali, kurikulum yang tidak menstimulus aspek nonkognitif (empati, penalaran, regulasi diri, inisiatif, kreatif, dan adaptasi) memperbesar peluang menciptakan manusia mekanis dan tidak produktif.

Dampak positif

Secara psikologis, pengakuan akan suatu hasil kreasi memberi dampak positif terhadap citra diri. Nilai uang yang kemudian menyertainya menjadi insentif tersendiri bagi individu untuk tetap produktif. Produktivitas membuat manusia sehat dan positif. Bagi Haidar, sebagai pengusaha yang terlibat dalam pertumbuhan ekonomi kreatif Muslim, kondisi tersebut  dipandang penting karena dapat meminimalkan radikalisme di Indonesia. Mereka yang produktif mendapatkan makna hidupnya dan berpaling dari hal-hal destruktif.
Pada level yang lain, ekonomi kreatif memberi dampak yang penting bagi proses berbangsa: ia mengukuhkan identitas nasional. Pengakuan hasil karya anak bangsa Indonesia  oleh dunia luar memberi rasa bangga bagi rakyat Indonesia lainnya. Layaknya medali  di bidang olahraga meskipun pencapaiannya diraih lewat kerja keras individu, tetap ia membangkitkan rasa nasionalisme.

Semakin tinggi rasa kebanggaan sebagai orang Indonesia, semakin rakyat dijauhkan dari sikap primordialisme. Semangat Sumpah Pemuda direplikasi dalam cara yang berbeda.

Tanpa campur tangan pemerintah, tumbuh generasi baru yang menerobos cara-cara lama. Mereka mengolah daya pikirnya dan menjangkau dunia di luarnya lewat teknologi. Dampak positifnya sudah terasa, tetapi potensinya belum maksimal. Meskipun demikian, peran pemerintah tetap diperlukan. Bukan untuk menerapkan cetak biru yang kaku, tetapi mengangkat hambatan serta membuka ruang yang lebih luas bagi kreativitas. Seperti kaum muda 1928, dengan imajinasi yang melampaui kondisi aktual, sesuatu yang besar mungkin terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar