Fenomena
Tahrike Taliban Pakistan
Smith Alhadar ; Penasihat pada The
Indonesian Society for Middle East Studies, Staf Ahli pada Institute for
Democracy Education
|
MEDIA
INDONESIA, 24 Desember 2014
PADA 16 Desember, kelompok
jihadis Pakistan kembali menggemparkan dunia dan membuat shock seluruh masyarakat Pakistan, setelah membunuh 149 orang,
130-an di antaranya murid sekolah. Dua tahun sebelumnya, Oktober 2012,
kelompok sama yang bernama Tahrike Taliban Pakistan (TTP) menembak kepala
seorang remaja yang bercita-cita memajukan pendidikan bagi perempuan. Dia
ialah Malala Yousafzai yang ketika itu baru berusia 15 tahun. Peristiwa yang
tak kalah menggemparkan dan sempat membuat hubungan Pakistan-India sangat
tegang ialah serangan TTP yang menewaskan 166 orang di Mumbai, India, pada
2008.
Meskipun bernama Republik Islam
Pakistan, konstitusinya tidak mencantumkan penerapan syariat bagi masyarakat.
Meskipun 97% dari 180 juta penduduknya ialah muslim. Para founding fathers Pakistan hanya
melihat Islam sebagai identitas kultural. Terwujudnya kondisi sosial yang
tertib dan keadilan ekonomi bagi semua, itulah Islam yang harus
diperjuangkan. Munculnya kelompok-kelompok militan Islam saat ini paling
tidak disebabkan 3 faktor, yakni invasi tentara merah Uni Soviet ke
Afghanistan pada 1979, islamisasi Pakistan yang dilakukan Jenderal Zia ul-Haq
pada tahun itu juga, dan keterlibatan intelijen Pakistan (ISI).
Invasi tentara tidak bertuhan ke
negeri yang masih sangat tradisional dan religius itu telah menciptakan
banjir pengungsi Afghanistan ke Pakistan, terutama di Kota Peshawar, Provinsi
Khyber Pakhtunkhwa. Khyber Pakhtunkhwa ialah wilayah paling miskin,
konservatif, dan terbelakang di segala bidang bersama kawasan Waziristan,
tempat hunian kelompok suku di barat daya Pakistan. Kawasan sunyi dan
dilupakan dunia itu tiba-tiba berubah menjadi wilayah gegap gempita dengan
masuknya jutaan pengungsi Afghanistan. Sekitar 15.000-25.000 mujahidin asing
yang kelak berubah menjadi Al-Qaeda.
Ideologi Islam militan dipandang
cocok untuk membebaskan Afghanistan dan penguasa komunis lokal yang ditopang
sekitar 100.000 tentara Uni Soviet. Jihadisme dijadikan inti dari Islam itu
sendiri demi membebaskan muslim dari komunisme dan kebudayaan Barat yang
mengisolasi diri, domestikasi perempuan, dan pelarangan ilmu dan teknologi.
Jihadisme itu tumbuh subur di
sekolah-sekolah darurat di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Paling
tidak selama 14 tahun (19801994), khususnya kota Peshawar, tempat beredarnya
berbagai buku jihad dan ideologi Islam radikal, seperti buku yang ditulis
Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaeda sekarang, dan buku-buku Syeikh Abdullah
Azzam, ideolog jihadisme yang menjadi guru Osama bin Laden.
Buku yang ditulis Imam Samudra,
pentolan Jamaah Islamiyah yang pernah hidup di Peshawar. Jelas itu banyak
merujuk pada buku-buku jihadisme yang diterbitkan Maktab Al-Khadimiyah (Biro
Pelayanan) yang dipimpin Abdullah Azzam dan Osama bin Laden di Peshawar.
negeri yang masih sang dan religius itu telah menciptakan banjir pengungsi
Afghanistan ke Pakistan, terutama di Kota Peshawar, Provinsi Khyber
Pakhtunkhwa. Khyber Pakhtunkhwa ialah wilayah paling miskin, konservatif,
miskin, konservatif, dan terbelakang di segala bidang bersama kawasan
Waziristan, tem pat hunian kelompok suku di barat daya Pakistan. Kawasan
sunyi dan di lupakan dunia itu tiba-tiba berubah menjadi wilayah gegap
gempita dengan masuknya jutaan pengungsi Afghanistan. Sekitar 15.000-25.000
mujahidin asing yang kelak berubah menjadi Al-Qaeda.
Ideologi Islam militan dipandang
cocok untuk membebaskan Afghanistan dan penguasa komunis lokal yang ditopang
sekitar 100.000 tentara Uni Soviet. Jihadisme dijadikan inti dari Islam itu
sendiri demi membe baskan muslim dari komunisme dan kebudayaan Barat yang
mengisolasi diri, domestikasi perempuan, dan pelarangan ilmu dan teknologi.
Jihadisme itu tumbuh subur di
sekolah-sekolah darurat di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Paling
tidak selama 14 tahun (1980 1994), khususnya kota Peshawar, tempat beredarnya
berbagai buku jihad dan ideologi Islam radikal, seperti buku yang ditulis
Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaeda sekarang, dan buku-buku Syeikh Abdullah
Azzam, ideolog jihadisme yang menjadi guru Osama bin Laden. Buku yang ditulis
Imam Samudra, pentolan Jamaah Islamiyah yang pernah hidup di Peshawar. Jelas
itu banyak merujuk pada buku-buku jihadisme yang diterbitkan Maktab
Al-Khadimiyah (Biro Pelayanan) yang dipimpin Abdullah Azzam dan Osama bin
Laden di Peshawar.
Ketika rezim komunis Afghanistan
runtuh (1989), puluhan kelompok mujahidin berebut kekuasaan tanpa prospek
kemenangan bagi salah satu pihak. Maka, dari lembaga-lembaga pendidikan
darurat yang lebih banyak mengkhotbahkan Islam radikal, intelijen Pakistan
(ISI) menciptakan Taliban untuk menghancurkan kebuntuan di kalangan kelompok
mujahidin. Dengan bantuan keuangan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab,
persenjataan dari AS, serta pelatihan militer Pakistan dan ISI, Taliban telah
menguasai sekitar 90% teritorial Afghanistan, sejak 1996 sampai Oktober 2001,
sebelum dihancurkan AS.
Iklim religius yang tercipta oleh
invasi Soviet itu dimanfaatkan Jenderal Zia ul-Haq yang kekuasaannya
diperoleh melalui kudeta dengan melancarkan islamisasi di Pakistan guna
menarik dukungan muslim konservatif. Rezim Zia ul-Haq bisa survive karena pada masa kekuasaannya
(1979-1988) ekonomi Pakistan tumbuh pesat, belum pernah dialami negara itu
sejak merdeka pada 1947.
Dukungan Pakistan terhadap
perjuangan membebaskan Afghanistan bukan saja membuat tindakan kudeta dan
Islamisasi tidak dipertanyakan Barat, malah uang bantuan dari AS dan sekutu
Barat serta negara-negara Arab kaya minyak mengalir deras ke Pakistan. ISI
tidak hanya melatih Taliban, tetapi juga membangun kamp-kamp ‘mujahidin’ di
wilayah Kashmir. Para mujahidin dari kamp-kamp itulah yang banyak terlibat
teror di Kashmir ataupun di India, seperti Mumbai.
ISI bertindak atas dasar
‘kepentingan nasional’ Pakistan. Ketika dibentuk dan disokong, rezim Taliban
diharapkan menjadi ‘negara boneka’ Pakistan untuk mengamankan geostrateginya
di sebelah timur dan membuka akses Pakistan ke kawasan Asia Tengah. Runtuhnya
Taliban membuat Pakistan cemas karena di Afghanistan, baru pemimpin Presiden
Hamid Karzai berkiblat pada India. Akibatnya, ISI tetap ‘memelihara’ Taliban
dengan harapan pemerintahan Kabul dapat dipaksa mengakomodasi aliran Islam
ultrakonservatif itu.
TTP berideologi sama dengan
Taliban Afghanistan, tetapi punya tujuan berbeda. TTP ialah orang-orang
Pakistan yang telah termakan ideologi jihadisme Al-Qaeda dan merupakan
organisasi payung bagi belasan kelompok jihadis. Upaya setengah hati
memberantas TTP menyebabkan Pakistan yang relatif miskin harus menghabiskan
US$67 miliar untuk melawan TTP yang telah membunuh 3 juta warga sipil sejak
kemunculannya pada awal 2000-an.
Namun, upaya pembasmian TTP tak
akan berhasil selama ISI masih memelihara Taliban-Afghanistan dan
pemerintahan Pakistan tidak solid. Pemerintahan Pakistan, pemimpin PM Nawaz
Sharif dari partai Pakistan Muslim League mendapat tekanan kuat dari dua
partai oposisi utama Pakistan Peoples
Party dan Pakistan Movement for Justice.
Kemenangannya dalam pemilu lalu dipandang curang oleh partai oposisi.
Pemerintahannya dituduh melakukan nepotisme dan korupsi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar