Seumuran
Sukarno
Taufik Ikram Jamil ; Sastrawan
|
KORAN
TEMPO, 15 Agustus 2014
Hari Minggu, 17 Agustus 2014, memang patut diberi catatan
khusus. Pasalnya, pada hari ini, Republik Indonesia berusia 69 tahun, sama
dengan usia proklamator kemerdekaan RI, Sukarno, saat meninggal. Hari
meninggal presiden pertama itu pun sama dengan hari kemerdekaan tahun ini,
sama-sama Minggu. Seumuran Sukarno, begitulah julukan peringatan hari kemerdekaan
2014 pantas diberi.
Sebelum lebih jauh, harus dikatakan bahwa memang tak masuk
akal mengait-ngaitkan usia Sukarno dengan usia Republik ini, apalagi
menyimpulkannya dalam suatu wacana tersendiri. Tapi menghitung-hitung usia
dengan tetap meletakkannya pada masing-masing subyek, yakni usia Sukarno pada
satu sisi dan umur RI di sisi lain, sebagai satu bentuk di tengah berbagai
model peringatan hari kemerdekaan, tentulah sesuatu yang wajar.
"Pastilah semuanya
itu kebetulan saja, tetapi bagiku seperti memperbanyak tanda peringatan
kemerdekaan yang entah kapan terulang lagi," demikian saya menulis kepada Abdul Wahab, melalui pesan
pendek. Hal ini saya lakukan setelah berkali-kali menerima layanan jasa
serupa darinya tentang angka 69 dengan berbagai kemungkinan, seperti sebagai
gabungan angka jungkir balik-apakah dari depan atau belakang-yang
mengisyaratkan kemuraman.
Meskipun tidak menyimpulkan apa-apa setelah menjejerkan
kesamaan angka dan hari itu, mungkin seperti Anda, saya amat merasakan
berbagai ketidaksedapan yang menyeruak dari kedua subyek tersebut. Lebih dari
tiga tahun jiwa Sukarno dipenjara oleh bangsanya sendiri, setelah kekuasaan
resmi berpindah ke tangan Soeharto pada 31 Maret 1967. Suatu pembatasan pasti
dirasakan Sukarno lebih pedih dibanding ketika dibuang Belanda ke berbagai
tempat dalam dua periode, 1929-1933 dan 1938-1942.
RI juga sedang sakit saat Sukarno mulai sakit pada akhir
jabatannya. Pertentangan di antara penyelenggara negara sedang menjadi-jadi,
kemudian memuncak pada 30 September 1965. Soeharto kemudian naik panggung
mulai 1966 seperti tak tergoyahkan, sampai tersungkur pada 1998.
Wahai, Sukarno pun sedang sakit ketika memproklamasikan
kemerdekaan bangsa. Setelah dengan sejumlah orang menyusun teks proklamasi di
rumah Maeda, ia pulang ke rumah dalam keadaan payah diserang malaria, pada
Jumat subuh, 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 17 Ramadan, sekitar pukul
05.00. Baru pukul 09.00 Sukarno bangun dan bergegas mengenakan setelan putih
seperti Mohamad Hatta yang telah menunggunya untuk membacakan teks
proklamasi.
"Bangsa ini memang
belum sehat dari berbagai segi. Berbagai hal masih dijajah, termasuk untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduk seperti pangan antara lain beras bahkan
garam sekalipun, masih tergantung pada negara lain. Kedaulatan pangan masih
jauh panggang dari api. Tapi janganlah sakit yang mendera bangsa ini
menyebabkan usia Republik sama dengan usia Sukarno. Janganlah…," saya menulis demikian kepada Wahab.
Sampai di situ, saya tak sanggup lagi melanjutkan kontak pesan
pendek ini, apalagi mengingat bahwa sejarah bangsa setelah Sukarno dan
Soeharto sedang bergerak. Jika era Sukarno alias Orde Lama berjalan 21 tahun
(1945-1966), era Soeharto atawa Orde Baru 32 tahun (1966-1998), era Reformasi
ini kan baru 15 tahun (1999-2014). Masih belum sampai seumur era-era
sebelumnya. Iya, kan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar