Blusukan
Virtual
Ali Rif’an ; Peneliti Poltracking
|
KORAN
TEMPO, 15 Agustus 2014
Ide Joko Widodo (Jokowi) yang akan membuat blusukan virtual,
seperti lewat Facebook ataupun Twitter, untuk mendengar aspirasi rakyat,
menarik untuk diulas. Gagasan yang diberi nama e-blusukan ini memang masih
dalam taraf penggodokan oleh tim transisi Jokowi-JK.
Gagasan e-blusukan ini, seperti dikatakan Jokowi, tidak akan
meninggalkan blusukan darat atau tatap muka langsung. E-blusukan dilakukan
untuk mengantisipasi keterbatasan seorang presiden yang tidak bisa
mengunjungi seluruh sudut Nusantara selama masa jabatannya. E-blusukan
berfungsi untuk mengetahui titik-titik permasalah kronis di Indonesia yang
kemudian akan didatangi oleh Jokowi. Konsepnya, sebelum melakukan blusukan
darat-atau dalam istilah tim transisi disebut blusukan tematik-blusukan
virtual dilakukan terlebih dulu. Hal itu dilakukan supaya blusukan darat
nantinya tepat sararan.
Menurut saya, ide blusukan virtual ini menarik karena tiga
hal. Pertama, e-blusukan dapat mendatangkan partisipasi aktif masyarakat
dalam pemerintahan. Dengan begitu, Jokowi dapat memahami apa yang sedang
dipikirkan dan dirasakan rakyat. Hal ini penting karena, seperti kata pakar
kepemimpinan Robert K. Greenleaf (1970), salah satu ciri kepemimpinan yang
baik adalah mampu berkomunikasi secara interaktif-dialogis dengan rakyatnya,
yakni mengirim dan menyampaikan pesan; berbicara dan mendengarkan.
Kedua, e-blusukan akan dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Di sinilah keterbukaan informasi akan terjadi. Paling tidak,
berbagai keluhan dari masyarakat dari Sabang hingga Merauke langsung bisa
didengar oleh sang presiden. Pada titik inilah laporan ajudan yang terkenal
dengan istilah "ABS" (asal bapak senang) dapat dihalau. Sebab,
seorang presiden akan dapat mengetahui secara langsung jantung persoalan
masyarakat tanpa melalui tahapan perantara yang kadang sangat birokratis.
Ketiga, e-blusukan dapat mempercepat sekaligus memperbaiki
kinerja pemerintah. Ada beberapa bukti kenapa partisipasi publik dalam
pemerintahan akan berdampak besar dalam membantu kinerja pemerintah. Sebagai
contoh, sebut saja kinerja penegak hukum yang dilakukan oleh kepolisian dan
KPK. Kedua penegak hukum ini rata-rata menjalankan kinerjanya dengan dimulai
dari aduan warga atau laporan publik.
Selain itu, bukti lain menunjukkan bahwa blusukan virtual
dapat membantu kinerja pemerintah juga telah diuji coba oleh tim transisi
Jokowi-JK. Mereka melakukan blusukan virtual di sektor pendidikan dan
berfokus untuk mencari tahu daerah dengan angka putus sekolah paling tinggi
pada 2013. Hasilnya, melalui blusukan virtual tersebut ditemukan bahwa angka
putus sekolah tertinggi ternyata ada di Depok, dengan jumlah 7.000 anak.
Tentu jika hal tersebut terus dilakukan, dalam waktu singkat, problem-problem
mendasar bagi bangsa ini akan dengan cepat terdeteksi sehingga pemerintah
dapat bergerak cepat mengatasinya.
Karena itu, gagasan blusukan virtual ala Jokowi ini harus
diakui sebagai terobosan segar yang patut disambut positif. Sebab, di tengah
pekatnya gaya kepemimpinan yang elitis-berjarak, Indonesia hari esok
membutuhkan pemimpin yang benar-benar bisa menjadi abdi masyarakat, supaya
cita-cita Indonesia sebagai negara hebat dapat segera terwujud. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar