Rekonsiliasi
Kemajukan Indonesia
Rafly Kande ; Anggota DPD Terpilih Periode
2014-2019
|
OKEZONENEWS,
27 Agustus 2014
Sebagai
Negara Kesatuan, bukan tidak mendasar bahwa penamaan atas “Kesatuan”
merupakan sebuah konsep penyetaraan yang sangat bersahaja dalam bernegara.
Keberagaman
Indonesia yang diikat dalam Kebhinekaan, menjadikan Indonesia sebagai
satu-satunya Negara di dunia yang memiliki nilai kesatuan tinggi dalam
perbedaan culture, budaya dan ras. Cenderung persatuan beberapa Negara lain
terbentuk atas penaklukan oleh pendiri bangsa sebelumnya hingga akhirnya
terbentuk sebuah negara, namun tidak pada Indonesia.
Indonesia
yang terbentuk atas kenuranian yang sama sebagai pemilih daerah yang terus
dijajah oleh para penakluk memberi nilai “plus” untuk Indonesia sebagai
Negara yang sangat santun dan toleransi. Sebagai Bapak Pendiri Bangsa, Ir.
Soekarno menjadi sosok yang sangat ideal dalam menyatukan perbedaan. Siapa
sangka? Perbedaan yang menyekat keberagaman budaya, warna kulit, ras dan
perbedaan Kerajaan/Pemerintahan pada saat itu mampu dipersatukan dalam satu
unsur kebangsaan hingga terbentuknya Indonesia. Hal ini merupakan anugerah
yang tak terhingga.
Melirik
beberapa Negara di belahan dunia, seperti Jepang merupakan keturunan Suku
Ainu yang dahulu mendiami pulau Hokaido, mereka merupakan satu kesukuan dari
daratan China kuno di beberapa abad Sebelum Masehi yang mendiami pulau
hokaido. Timur Tengah sendiri dengan keekstrimisnya yang suka berperang
merupakan ras yang sama meski berbeda kabilah. Afrika dengan keturunan asli
manusianya yang berkulit Hitam berkumpul pada satu daerah yakni Afrika. Meski
telah menyebar kebebarapa Negara, identitas afrika terlihat jelas melekat
pada diri mereka.
Menelisik
Indonesia, sebuah Negara terbesar di
Asia Tenggara. Indonesia merupakan kumpulan ragam etnik dan ras yang menjadi
satu dalam kebhinekaan. Dari etnik kulit putih sampai hitam serta ras yang
hidung mancung sampai pesek, keseluruhnnya mendiami Indonesia. Negara yang
telah 69 tahun merdeka ini konon dalam pengetahuan antropologi merupakan
imigran dari China Selatan yang dahulu hidup berpindah-pindah hingga memilih
Indonesia sebagai daerah akhir. Di balik itu, beberapa daerah di Indonesia
ternyata didiami oleh ras yang berbeda dan tetap santun dalam berbudaya.
Sebagai
Negara yang berbatas dengan selat yang menjadi perlintasan dunia yakni selat
Malaka. Ternyata para pedagang dengan keberagaman bangsa dunia, sebagian
memilih tinggal di Indonesia dengan perbedaan dalam kesantunan yang
bersahaja. Sejak saat itulah, mungkin sebuah nama “persatuan” lahir. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa “persatuan” negeri ini lahir dari rahim
perbedaan.
Menerawang
Indonesia 69 tahun, 17 Agustus 2014 menjadikan Indonesia tentu semakin dewasa
dalam segi usia, namun belum dari sisi budaya. Tampaknya, semakin tua negeri
ini, nilai budaya semakin luntur karena tua-nya bahkan lumpuh untuk sebagian
daerah.
Banyak
putra putri Indonesia hanya mengetahui asal kedaerahannya, namun tidak
mengetahui nilai budaya yang dimilikinya. Isue penghapusan Agama dan suku
yang telah di hapus dari KTP ternyata membuat nilai kebudayaan Indonesia
semakin terkikis dalam kurun waktu yang semakin tua. Padahal, dahulu sejak
Pemerintahan Presiden Bung Karno samapi Pak Harto, nilai kesukuan masih
tercantum. Nasionalisme yang digembar-gemborkan ternyata menyimpan efek
samping. Sepantasnya Indonesia dibangun atas nilai keindonesia, bukan nilai
ke barat-barat-an. Kekayaan Indonesia yang kabarnya kian hadis ternyata tak
hanya merupakan hasil bumi, namu juga kekayaan budaya kian hari hilang
tergadai oleh Kapitalisme yang berlebihan.
Kini,
Indonesia 69 Tahun, menapaki jejak baru dengan Pemimpin yang juga akan baru
serta Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah yang baru mendapat
tugas dan mandat nyata bahwa Indonesia haruslah dibangun dengan Ke-Indonesian
yang berbudaya pula, bukan dengan nilai barat. Kekayaan Negeri Indonesia yang
lahir sejak awal adalah warisan budaya. Ditinjau dari segi pariwisata,
Indonesiapun sebagai Negara Maritim amatlah berpeluang besar menjadi Negara
seribu budaya nyata.
Indonesia
masa depan yang diharapkan, tentu tidak hanya merakyat dan berdaulat namun
juga berbudaya dengan kebudayaan Indonesia, identitas Ke-Indonesia hendaknya
menjadi prioritas dalam berbangsa. Kedaulatan Negara tentu tidak hanya
terletak pada ujung militer namun pada budaya yang kita miliki. Sadar atau
tidak, Indonesia Merdeka karena Diplomasi, bukan karena Perang. Sadar juga
bahwa kita mempunyai kemampuan berdiplomasi yang baik dan ini merupakan
budaya kesantuan yang menjadi warisan pada pendahulu dan harus terus
diwariskan untuk generasi selanjutnya, Generasi Muda Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar