Pemilihan
Wagub DKI :
Ujian
“Panas” Koalisi Merah Putih
Eko Ardiyanto ; Mahasiswa Program Pascasarjana
Komunikasi Politik
Universitas
Persada Indonesia Y.A.I Jakarta
|
KORAN
SINDO, 27 Agustus 2014
Senin
(25/8) lalu 106 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta dilantik dan diambil sumpahnya. Aroma pertarungan politik sudah
langsung merebak di Kantor DPRD yang bersebelahan dengan Balai Kota tempat
gubernur dan wakil gubernur berkantor.
Dengan
keterpilihan Joko Widodo sebagai presiden RI 2014-2019, secara otomatis
sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 26
Ayat 3, Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan naik menjadi
gubernur DKI Jakarta. Lalu, siapa wakil gubernurnya yang akan mendampingi
Ahok? Di sinilah ”ujian panas” pertama Koalisi Merah Putih pendukung calon
presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ditentukan. Merujuk komposisi anggota
DPRD DKI 2014-2019 kekuatan Koalisi Merah Putih berjumlah 57 kursi (Gerindra
15, PKS 11, PPP 10, Demokrat 10, Golkar 9, dan PAN 2), sedangkan koalisi
pendukung Jokowi-JK berjumlah 49 kursi (PDIP 28 kursi, Hanura 10, PKB 6, dan
NasDem 5).
Seperti
diketahui, pasangan Jokowi-Ahok di Pilkada DKI diusulkan PDIP dan Gerindra,
hanya dua partai inilah yang berhak mengajukan calon wakil gubernur ke DPRD,
ini sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah Pasal 26 ayat 4 yang isinya: ”Kepala daerah mengajukan dua calon wakil
kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik
pengusungnya dulu untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD”. Aroma
persaingan ”merebut” kursi DKI-2 sudah terlihat dari sikap Partai Gerindra
dan PDI Perjuangan yang ”ngotot” mengajukan calon masingmasing.
Dari
Gerindra ada nama M Sanusi (ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI 2009-2014) dan M
Taufik (ketua DPD Gerindra DKI), sementara PDIP mengantongi tiga calon yakni
Boy Sadikin (ketua DPD PDIP DKI Jakarta), Djarot Saiful (mantan Wali Kota
Blitar), dan Bambang DH (mantan Wali Kota Surabaya). Partai Gerindra tentu
akan bertarung habishabisan untuk merebut kursi wakil gubernur DKI karena
partai pendukung Prabowo Subianto ini tak ingin kehilangan muka dua kali
setelah kalah di pilpres lalu.
Tawaran-tawaran
politik di panggung pimpinan DPRD DKI akan menjadi ”hadiah” jika anggota
Koalisi Merah Putih solid. Bukan tidak mungkin, jika kursi wakil gubernur DKI
diisi kader Gerindra, ketua DPRD akan diisi anggota dari PPP atau Demokrat,
sedangkan posisi wakil ketua DPRD dan ketua komisi akan dibagi rata pendukung
Koalisi Merah Putih. Namun, kalkulasi politik Koalisi Merah Putih ini
sebaiknya juga harus mempertimbangkan masukan Ahok sebagai gubernur DKI
pengganti Jokowi, yang menginginkan pendampingnya orang yang jujur, pekerja
keras, dan bisa mengimbangi sikap dinamis dirinya.
Syarat
menjadi kepala daerah juga pernah disampaikan Ahok. Selain pertimbangan dari
Ahok, Partai Gerindra sebagai motor Koalisi Merah Putih di DPRD DKI Jakarta
juga harus memperhitungkan masa depan politik untuk pilkada selanjutnya.
Jangan sampai, karena hanya ingin memaksakan kehendak merebut kursi DKI-2,
prestasi Ahok dan wakil gubernurnya nanti justru menjadi bumerang.
Fraksi
Demokrat Jadi Penentu
Hampir
mirip dengan situasi di DPR pusat, Fraksi Demokrat di DPRD DKI Jakarta akan
menjadi penentu peta koalisi. Hitungan politik Koalisi Merah Putih di DPRD
DKI bisa bubar jalan jika Fraksi Demokrat yang memiliki 10 kursi memilih
bergabung ke koalisi pendukung Jokowi-JK dan mendukung calon wakil gubernur
yang akan diajukan PDI Perjuangan. Fraksi Demokrat tentu punya kalkulasi
politik tersendiri, jika mereka memilih bergabung dengan PDIP daripada
Gerindra,
bisa
jadi partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki target di
Pilkada atau Pemilu Legislatif 2019 mendatang agar bisa kembali menjadi fraksi
mayoritas seperti pada 2004-2009. Jika Fraksi Demokrat benar bergabung dengan
PDIP, dukungan ini tentu tak ”gratis”, pasti ada tawar-menawar politik bagi
kader Demokrat di DPRD DKI. Menurut prediksi penulis, selaku gubernur DKI
Jakarta yang baru nanti, Ahok pasti menginginkan pendampingnya berasal dari
koalisi yang dimotori PDI Perjuangan agar dukungan di legislatif semakin kuat
karena Ahok yang berasal dari Gerindra dan wagub yang berasal dari PDIP akan
memiliki kepentingan yang sama yakni kepemimpinan yang sukses hingga 2017.
Jika
pasangan ideal ini terwujud, masalah penyerapan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) tentu tidak akan menjadi masalah seperti tahun
sebelumnya. Lalu, bagaimana akhir ”drama” pemilihan wakil gubernur DKI
Jakarta ini? Jawabannya akan mulai terlihat pada proses pemilihan pimpinan
DPRD DKI 2014-2019 hingga penetapan wakil gubernur. Apakah Koalisi Merah
Putih akan lolos pada ”ujian panas” pertamanya ini? Kita lihat saja nanti. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar