Prospek
Perdamaian Israel-Palestina
Smith Alhadar ; Penasihat pada The Indonesian
Society for Middle East Studies
|
MEDIA
INDONESIA, 27 Agustus 2014
KENDATI dampak
pertikaian mereka mengerikan dan sangat menghancurkan, Israel dan Hamas masih
terus berperang. Beberapa kali ada jeda untuk memungkinkan terjadinya
perundingan gencatan senjata di Kairo, yang diupayakan Mesir dan dihadiri
oleh AS, PBB, Israel, dan Hamas-Fatah. Namun, semua usaha itu buntu karena
masing-masing berkukuh pada syarat yang diajukan.
Hamas dan faksi
Palestina lain di antaranya menuntut Israel mencabut blokade atas Jalur Gaza
yang telah berlangsung sejak 2007, blokade yang membuat warga Gaza sangat
menderita akibat kurangnya obat dan bahan makanan dan ketiadaan akses ke
dunia luar. Adapun Israel menuntut Hamas dan faksi Palestina lainnya melucuti
atau dilucuti senjatanya, suatu tuntutan yang tidak masuk akal.
Bagaimana
mungkin pejuang yang mau membebaskan dirinya dari penjajahan disuruh melucuti
senjata, satu-satunya alat perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka,
yaitu kemerdekaan. Hamas mengalami kerugian ekonomi sekitar US$2,5 miliar.
Akibat sosialnya, rakyat Gaza semakin miskin dan menderita.
Israel sendiri
kehilangan 64 prajurit, 3 warga sipil, biaya perang sekitar US$3,5 miliar,
dan kerugian ekonomi sekitar US$450 juta. Penyebabnya, Israel harus
menggunakan rudal mahal sekitar US$50.000 per unit untuk menghadang setiap
roket murah rakitan Hamas yang diluncurkan ke Israel.
Takut pada Hamas
Israel tak bersedia
mencabut blokade atas Gaza sepenuhnya selama Hamas belum dilucuti karena akan
sangat berbahaya bagi keamanan Israel di masa depan. Dengan pencabutan itu,
ditambah izin menggunakan Bandara Internasional Gaza sesuai tuntutan Hamas,
akan membuat Hamas leluasa berhubungan dengan dunia luar. Yang paling
ditakuti ialah akses ke dunia luar itu akan dimanfaatkan Hamas untuk
mendapatkan bahan-bahan senjata atau bahkan senjata siap pakai.
Ketakutan Israel pada
Hamas belakangan ini meningkat setelah organisasi Islam militan itu bertambah
kuat dengan inovasi pembuatan roket sendiri yang meniru teknologi roket
buatan Iran seperti Fajr 5.
Dampak lain bila
blokade dicabut, sementara Hamas tidak dilucuti, Hamas akan dilihat sebagai
pemenang perang. Sebaliknya, Israel akan dipandang sebagai pecundang karena
semua target perangnya tidak tercapai, antara lain melucuti Hamas dan
menciptakan ketidakpercayaan serta perlawanan rakyat Gaza terhadap Hamas.
Maka, bila perang
dihentikan sekarang tanpa Israel mencapai target perangnya, sementara Hamas
berhasil membuat blokade dicabut dan beroperasinya Bandara Internasional
Gaza, besar kemungkinan pemerintahan Israel pimpinan PM Benjamin Netanyahu
akan jatuh. Sekarang saja publik Israel makin gencar mempertanyakan kebijakan
perang Netanyahu menghadapi Hamas.
Ubah
strategi
Memanfaatkan jeda 72 jam beberapa waktu
lalu untuk memberi kesempatan pada perundingan gencatan senjata, Israel
menarik seluruh pasukannya dari Gaza dan kemudian ditempatkan di sekeliling
Gaza. Kebijakan itu diambil untuk antisipasi melakukan perang panjang. Dalam perang
ini Israel sangat mungkin tidak lagi melancarkan serangan masif dan brutal
terhadap rumah-rumah warga dan penduduk sipil yang akan semakin meningkatkan
tekanan internasional, tapi mengulur-ulur waktu dengan melakukan serangan terbatas
secara terus-menerus untuk menciptakan frustrasi rakyat Gaza dan, terutama,
menghabiskan roket-roket Hamas.
Kalau skenario itu berjalan, tak lama
lagi, menurut perhitungan Israel, Hamas akan kehabisan senjata pamungkas
tersebut. Kalau demikian, Hamas akan habis. Israel sendiri tidak mudah
menjalankan skenario itu mengingat komunitas internasional tidak sabar lagi
menunggu perang kejam yang dilancarkan Israel dihentikan.
Apalagi tekanan
konkret Eropa dan PBB atas Israel mulai tampak.
Sementara itu, Presiden Otoritas Palestina
Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat mendukung perjuangan Hamas melawan
Israel. Abbas berharap ia harus memberi andil dalam
perang Hamas-Israel ini sehingga bilamana gencatan senjata tercapai dengan
kemenangan di pihak Hamas, ia akan didukung oleh seluruh rakyat Palestina,
termasuk Hamas. Dengan demikian, dalam perundingan perdamaian dengan Israel
kelak, posisi Palestina semakin kuat.
Bentuk nyata dukungan
Abbas itu berupa keikutsertaan faksi Fatah yang dipimpinnya dalam perundingan
gencatan senjata di Kairo dan da lam waktu bersamaan memobilisasi rakyat Tepi
Barat melakukan protes massal terhadap Israel. Dengan demikian, Israel akan
semakin tertekan. Kalau demikian, bukan tidak mungkin Netanyahu akan
mengakhiri perang yang tidak populer ini dengan mene rima syarat Hamas, yaitu
pencabutan blokade yang tidak berperikemanusiaan tersebut. Maka, Hamas akan
dipandang memenangi perang, bukan secara fisik, melainkan politik.
Sangat mungkin Israel
akan mengontak Abbas untuk memulai perundingan perdamaian yang serius guna
mengakhiri konflik yang telah berusia seabad ini. Israel akan menganggap,
dengan berdamai dengan Abbas, posisi Hamas di Jalur Gaza melemah. Memang dukungan warga Gaza terhadap Abbas akan sangat bergantung
pada sejauh mana ia berhasil membuat perdamaian dengan Israel. Bila
perdamaian abadi tercipta dan kemakmuran mengalir ke Gaza, tak ada alasan
lagi bagi rakyat Gaza untuk mendukung Hamas, yang prospek kemenangan
perjuangannya tidak dapat dibayangkan. Memang perjuangan Hamas untuk
mengenyahkan Israel dari seluruh tanah Palestina, termasuk tanah yang
diduduki Israel sekarang, dan mendirikan negara Islam tidak realistis dan
prospektif.
Wallahu a'lam bissawab! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar