Menyambut
Muktamar PKB 2014
Komitmen
Kebangsaan Partai
Imam Nahrawi ; Sekretaris Jenderal PKB
|
JAWA
POS, 29 Agustus 2014
PARTAI
Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi partai pertama pasca-Pileg dan Pilpres 2014
yang menggelar pertemuan tingkat nasional dalam rangka mengonsolidasikan para
kader sekaligus memilih pemimpinnya selama periode lima tahun mendatang.
Belum ada satu pun parpol yang mengagendakan muktamar atau kongres karena rata-rata
masih menunggu perkembangan konstelasi politik hingga dilantiknya presiden
dan wakil presiden terpilih secara resmi. PKB sendiri sudah sejak jauh hari
mengagendakan muktamar yang akan digelar di Surabaya pada 31 Agustus hingga 1
September 2014.
Agenda
muktamar kali ini penting dan amat strategis. Sebab, di samping kinerja PKB
selama lima tahun terakhir dinilai cukup bagus dan berhasil di bawah Ketua
Umum yang juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin
Iskandar (Cak Imin), PKB mengusung tema Politik Rahmatan Lil ’Alamin. Sebuah bentuk komitmen kebangsaan yang
sudah menjadi trademark PKB dan
mendarah daging sejak didirikan 16 tahun lalu, yakni pada 23 Juli 1998.
Dalam
konteks keberhasilan PKB, indikator utamanya adalah peningkatan perolehan
suara PKB yang signifikan dalam pileg 9 April lalu, yakni dari 4,9 persen
pada Pileg 2009 menjadi 9,04 persen pada Pileg 2014. Selain itu, pilihan Cak
Imin membawa PKB mengusung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam
pilpres 9 Juli lalu terbukti jitu. Jokowi-JK berhasil menang atas pasangan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan ditetapkan KPU sebagai presiden dan wakil
presiden terpilih. Di Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri, dalam putusan yang
dibacakan 21 Agustus 2014, kemenangan pasangan yang juga diusung partai
kebanggaan warga NU itu makin dikukuhkan dengan ditolaknya gugatan pasangan
Prabowo-Hatta.
Terhadap
tema yang diusung, landasan pikirnya adalah PKB memandang eksistensi dirinya
sebagai hal paling mendasar dari semangat kebangkitan bangsa yang seyogianya
mampu secara konsisten menjadi rahmat bagi alam semesta. PKB tidak akan
pernah berdiri, berjuang, dan berkarya bersama segenap elemen bangsa jika
tidak memberikan manfaat serta kontribusi nyata. Segenap keluh kesah dan
masalah-masalah bangsa adalah concern
utama PKB sebagai parpol yang lahir dari gagasan dan istikharah para ulama
NU.
Para
ulama fikih sendiri berpendapat bahwa menanggulangi rupa-rupa persoalan
kebangsaan, mulai kekurangan pangan, sandang, pelayanan kesehatan, hingga
bahaya-bahaya lain yang mengancam setiap kehidupan bangsa, adalah fardu kifayah. Artinya, apabila
masalah-masalah tersebut tidak dapat ditanggulangi dan di antara anggota
masyarakat ada yang masih mengalami kekurangan pangan, sandang, pelayanan
kesehatan, dan lain-lain, seluruh masyarakat lainnya ikut berdosa dan semua
pihak bertanggung jawab untuk mengatasinya.
Dari Ulama untuk
Bangsa
Kelahiran
PKB tidak dapat dilepaskan dari peran serta ulama. Bahkan, kelahiran republik
ini juga mustahil tanpa campur tangan ulama. PKB menyadari itu dan sangat
berpegang teguh pada sebuah hadis yang mengatakan, ”Sesungguhnya ulama adalah
pewaris Nabi.” Nabi tidak meninggalkan warisan, kecuali Alquran dan hadis.
Setiap manusia yang berpegang teguh pada keduanya akan selamat dunia dan
akhirat. Sebagai waratsat al-anbiya’, ulama mempunyai mas’uliyah (tanggung
jawab) dalam membina, membimbing, dan mengarahkan umat, baik yang menyangkut
keagamaan (diniyah), aspek
kemasyarakatan (ijtima’iyah),
maupun aspek kebangsaan (wathoniah).
Karena
itu, menyeruaknya gerakan radikal belakangan ini yang merongrong keutuhan
bangsa, mulai ekstremisme, fanatisme buta, hingga yang teranyar: isu Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS), adalah tantangan bersama kita sebagai satu bangsa. PKB akan tetap
konsisten menyerukan dan mendorong bahwa selain bangsa, khususnya umat Islam,
harus dijauhkan dari gerakan radikal, sisi lain harus pula dibebaskan dari
gerakan liberal.
Ulama
dan kita semua dengan peran apa pun harus berupaya secara sungguh-sungguh
agar umat tidak terlibat dalam gerakan yang mencoba keluar dari koridor agama
dengan dalih kebaikan. Kebaikan haruslah tetap bertumpu pada ajaran agama.
Upaya pengkhianatan terhadap kesepakatan bangsa Indonesia dan pemisahan diri
(separatisme) dari NKRI yang sah dalam pandangan Islam termasuk bughat.
Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi negara.
Prinsip-Prinsip
Kebangsaan
Dalam
konteks berbangsa dan bernegara, PKB memandang posisi umat beragama sebagai
sesama bagian warga bangsa, terikat oleh komitmen kebangsaan. Konsekuensinya,
siapa pun kita, sepanjang masih tinggal di bumi Indonesia, wajib hidup
berdampingan secara damai dengan prinsip-prinsip berbangsa yang pernah
dikemukakan KH Ma’ruf Amin (2011), yakni mu’ahadah
atau muwatsaqah, bukan posisi
muqatalah atau muharabah. Belajar dari kemunculan dan perilaku pengikut ISIS,
misalnya, jelas itu bertentangan dengan sebuah hadis yang meriwayatkan, ”Dari Abdullah bin ’Amr RA, dari Nabi SAW,
ia bersabda: Barang siapa membunuh orang yang dalam lindungan perjanjian
damai, maka tidak mendapatkan bau surga.”
PKB
juga memandang dan menempatkan manusia dalam harkat martabat yang sangat
mulia dan oleh karena itu harus dijunjung tinggi nilai-nilai yang memuliakan
hak-hak dasar kemanusiaan yang luhur seperti kemerdekaan (al-hurriyah), persamaan (al-musawah), keadilan (al-’adalah), dan kedamaian (as-silm).
Penyikapan
terhadap setiap perbedaan haruslah berbasis pada semangat toleransi dan
kelapangan dada untuk menerima realitas perbedaan. Sikap yang hanya merasa
pendapatnya sendiri yang paling benar serta cenderung menyalahkan pendapat
lain dan menolak dialog merupakan sikap yang bertentangan dengan prinsip
toleransi (tasamuh). Justru sikap
tersebut bentuk dari ananiyyah (egoisme) dan ’ashabiyyah hizbiyyah (fanatisme kelompok) yang berpotensi
mengakibatkan saling permusuhan (al-’adawah),
pertentangan (at-tanazu’), dan
perpecahan (al-insyiqaq).
Dimungkinkannya perbedaan pendapat di tengah-tengah masyarakat harus tidak
diartikan sebagai kebebasan tanpa batas (bila hudud wa bila dlawabith).
Kemajemukan
bangsa tidak hanya berhenti pada pemikiran dan sudut pandang keagamaan, namun
juga pada orientasi dan prioritas gerakan. Untuk itu, perlu ada pionir dalam
upaya mengefektifkan gerakan, baik yang sifatnya dakwah islamiah (harakatut da’wah) maupun gerakan
pembelaan bagi nilai-nilai kebangsaan.
Gerakan
yang efektif itu adalah gerakan yang bersifat ishlahiyyah, terkoordinasi,
tersinergi, saling mendukung, dan tidak kontraproduktif serta mengedepankan
cara-cara yang damai, santun, dan berkeadaban sekalipun aktivitasnya beragam
dan tidak satu model. Gerakan kebangsaan tentu saja harus mencakup segala
bidang seperti akidah, syariah, akhlak, pendidikan, ekonomi, sosial, dan
budaya.
Kita
bersyukur PKB hingga lima tahun terakhir makin dipercaya rakyat. Kepercayaan
itu, di samping karena konsistensi PKB atas perjuangan nilai-nilai
kebangsaannya, tentu saja juga diraih karena kerja-kerja politik segenap
pengurus, kader, dan konstituen partai. Kinerja yang baik ini tentu saja
layak dan harus dipertahankan. Selamat bermuktamar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar