BBM
dan Politik Ekonomi Kerakyatan
Muhammadun ; Analis Program Pascasarjana UIN
Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 28 Agustus 2014
Geger
kelangkaan BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi membuat gejolak masyarakat.
Fakta antrean panjang di Jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat terjadi
akhir pekan lalu.
Ini
jelas merisaukan masyarakat, apalagi usai drama pemilu presiden yang dipenuhi
sensasi politik. Kini, rakyat kembali berjibaku melawan sistem yang sudah
berlangsung lama tanpa memihak kepentingan rakyat kecil.
Di
tengah kondisi demikian, rakyat risau dengan nalar politik yang selama ini
menjauhkan rakyat dari kesejahteraan. Doktrin Trisakti yang digelorakan
Jokowi harus segera direalisasikan.
Ini
karena kemandirian ekonomi di ambang keretakan, kedaulatan politik diringkus
kepentingan pragmatis, dan kebudayaan yang berkepribadian hanya tinggal
slogan. Ke mana rakyat harus mengadu? Sementara elite politik sibuk dengan
agenda koalisi dan bagi-bagi kue kekuasaan.
Politik Ekonomi
Kerakyatan
Hadirnya
pemimpin baru bagi Indonesia adalah saat yang tepat untuk menegakkan kembali
etos politik kerakyatan yang sudah melekat dan mengakar kuat dalam budaya
Nusantara.
Ketika
fakta politik ekonomi melahirkan berbagai persoalan, khususnya terkait
kesenjangan sosial ekonomi, negara ini sejatinya telah keluar dari prinsip
dan falsafah kenegaraan kita. Ketika bangsa ini mengagung-agungkan modernitas
dengan segala globalismenya, bangsa ini sedang kehilangan nilai luhur yang
sudah terbukti ampuh dan kuat dan menjaga kedaulatan NKRI.
Nilai
luhur itu salah satunya adalah jangan sampai kesenjangan sosial ekonomi
berkembang di masyarakat. Prof Mubyarto menggulirkan ide yang namanya Ekonomi
Pancasila, atau dikenal dengan manifesto ekonomi kerakyatan. Arus Reformasi
bukannya mengakhiri rezim pembangunanisme, tetapi menjebak bangsa ini menuju
tatanan kapitalistik-liberal. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang.
Bagi
Mubyarto, Indonesia tidak antisistem global. Masuknya sistem global yang
kapitalistik itu hendaknya tidak menghancurkan sistem nasional yang merujuk
nilai-nilai Pancasila.
Di
sinilah pentingnya ketahanan diri, Indonesia tidak harus takluk kepada
kepentingan-kepentingan kaptalistik. Ketahanan diri itu bisa ditempuh lewat
pengembangan Ekonomi Pancasila, yang berpihak kepada rakyat kecil. Ada lima
ciri pokok konsep Ekonomi Pancasila, yakni dikembangkannya koperasi, adanya
komitmen pemerataan, lahirnya kebijakan ekonomi nasionalis, perencanaan
terpusat, dan pelaksanaannya secara desentralisasi.
Tampak
sekali sistem Ekonomi Pancasila memiliki perbedaan mencolok dengan sistem
ekonomi liberal, yang belakangan justru menjadi arah kebijakan pembangunan
ekonomi nasional.
Hanvitra
Dananjaya (2012) melihat rezim SBY-Boediono lebih mementingkan pertumbuhan
ekonomi ketimbang pemerataan. Pemerintahaan ini sesungguhnya masih
menggunakan paradigma ekonomi ala Orde Baru. Indonesia masih dilanda
kemiskinan cukup akut.
Di
beberapa daerah, konflik sosial yang didasari faktor-faktor ekonomi terus
terjadi, seperti konflik pertambangan atau konflik lahan antara perusahaan
kelapa sawit dan rakyat setempat. Konflik-konflik ini menandakan ada yang
tidak beres dengan kebijakan ekonomi politik rezim SBY-Boediono. Pemerintah
mengimpor beras dari luar negeri sementara di beberapa daerah justru terjadi
surplus produksi padi. Ada apa ini?
Jokowi
harus berani hadir menjadikan wajah baru Indonesia. Politik ekonomi kerakyatan
yang selalu ia katakana dalam diktum Trisaksi Bung Karno harus berani
direalisasikan. Jokowi harus melihat dengan cermat gagasan Mubyarto, sebagai
begawan ekonomi Pancasila yang menggali dari rumusan Bung Karno dan Bung
Hatta. Manusia Indonesia selama ini tidak dididik menjadi manusia seutuhnya,
tetapi sebagai homo economicus atau manusia ekonomi.
Sistem
pendidikan ini melahirkan generasi yang hanya memikirkan keuntungan bagi
dirinya bukan kepada kemaslahatan bersama. Prof Mubyarto mengusulkan
mengganti istilah “ekonomi” menjadi “sosionomi”. Jika, pada istilah ekonomi
masih mengandung unsur keserakahan dan egoisme, pada istilah sosionomi
manusia dididik untuk peduli kepada sesama.
Gagasan
Prof Mubyarto mungkin terasa agak berlebihan pada era liberasi perdagangan
ini. Namun, Jokowi harus berani bergerak. Prof Mubyarto mengajarkan kepada
bangsa ini untuk selalu waspada terhadap gagasan dari pihak asing yang tidak
mempunyai korelasi langsung dengan kehidupan rakyat Indonesia.
Arus Keseimbangan
Gejolak
harga BBM terkait erat dengan realisasi politik ekonomi kerakyatan, yang
harus didasari arus keseimbangan masyarakat, baik di desa maupun kota.
Dikarenakan merasa di desa tidak mendapatkan pendapatan yang layak dan hidup
dalam dunia sempit, iring-iringan mobil saat mudik lalu menjadi pemantik
bahwa hidup yang mewah, kaya, dan modern bisa didapatkan di kota. Mobil dan
perkakas teknologi modern menjadi juru bicara sangat fasih yang mengabarkan
sukses dan simbol kesuksesan kepada masyarakat desa.
Keseimbangan
ekonomi desa dan kota, bagi King dan Colledge (1978), bisa dilihat dalam
empat proses utama keruangan (four
major spatial processes). Pertama, adanya pemusatan kekuasaan pemerintah
kota sebagai pengambil keputusan, serta sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan
hubungan kota dengan daerah sekitarnya. Kedua, adanya arus modal dan
investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah di sekitarnya. Selain
itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi berpengaruh terhadap arus
bolak-balik kota-desa.
Ketiga,
difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil
bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi
suasana kota. Keempat, migrasi dan permukiman baru dapat terjadi bila
pengaruh kota terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi
dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan
sosial ekonomi.
Politik
ekonomi kerakyatan harus hadir dalam membangun keseimbangan, sehingga
masyarakat bisa selalu tegak dengan berbagai gejolak ekonomi yang terjadi,
termasuk terkait harga BBM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar