Problem
Solver dan Mindset
Rhenald Kasali ; Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
|
KORAN
SINDO, 28 Agustus 2014
ANDA mungkin kenal dua nama ini: Larry Page dan Sergey Brin. Keduanya
adalah pendiri Google, mesin pencari yang merevolusi dunia internet. Google
kini menjadi perusahaan IT terbesar dengan nilai penjualan (2013) mencapai
USD 59,83 miliar atau setara dengan Rp 688 triliun.
Apa artinya angka itu? Sebagai ilustrasi, pendapatan tahun yang
sama Pertamina mencapai USD 70,9 miliar, sedangkan PT Astra International Tbk
USD 16,6 miliar. Jadi, Google beberapa kali lebih besar daripada Astra,
tetapi lebih kecil daripada Pertamina.
Meski begitu, tak ada yang menyangkal bahwa Google adalah
perusahaan besar yang tak lepas dari peran dua pendirinya tadi. Nah, yang
mungkin Anda belum tahu, di tahap awal, keduanya betul-betul bak Tom &
Jerry. Ribut terus.
Ada saja pemicunya. Bahkan, hal-hal kecil sekalipun. Misalnya,
lupa menutup pintu, mematikan kompor gas, meletakkan koran tidak pada
tempatnya, dan sebagainya.
Pembentuk Kompetensi
Pada banyak organisasi, dengan mudah kita menemukan sosok-sosok
seperti Larry dan Sergey yang bak air dan api. Sulit dipertemukan. Celakanya,
pada taraf tertentu memicu terjadinya office politic, melahirkan kubu-kubu di
dalam organisasi perusahaan.
Pada tingkat yang sangat parah, mereka mampu membuat organisasi
perusahaan terbelah. Bukan hanya dua, tetapi bisa tiga, bahkan empat kubu.
Tapi, dunia ini adil. Ada hitam, ada putih. Ada gelap, ada
terang. Maka, selain trouble maker, perusahaan memiliki problem solver.
Mereka adalah orang-orang yang berperan mengatasi setiap masalah yang dipicu
perilaku para biang onar.
Orang-orang seperti inilah yang kemudian membentuk kompetensi
inti, menjaga agar tetap bersatu, mendorong lahirnya kinerja-kinerja unggul,
dan memberikan inspirasi kepada karyawan lainnya untuk menghasilkan kinerja
yang unggul juga.
Biasanya, jumlah mereka tidak banyak, tapi sangat powerful.
Mereka termasuk orang-orang yang menduduki posisi-posisi kunci. Begitu
pentingnya orang-orang seperti itu, Bill Gates mengatakan, ”Kalau Anda ambil
20 orang terbaik Microsoft, bisa saya pastikan Microsoft akan menjadi
perusahaan yang sama sekali tidak penting lagi.”
Setiap organisasi layaknya memiliki problem solver, namun
hendaknya disadari mereka selalu berhadapan dengan para pengacau. Dan,
sebagaimana layaknya pertarungan, bisa saja suatu ketika mereka kalah.
Apa jadinya kalau mereka sampai kalah? Kinerja organisasi pasti
amburadul. Pada tataran bisnis, kita sering mendengar perusahaan yang maju
tidak, mundur juga tidak. Kinerjanya begitu-begitu saja. Stagnan. Tapi, kalau
kekacauannya sudah begitu parah, perusahaan-perusahaan itu bakal
bertumbangan, bangkrut, dan akhirnya ditutup.
Maka, penting bagi para CEO atau pemilik perusahaan mengenal
siapa problem solver dan siapa pengacau. Lalu, penting pula memastikan
dukungannya terhadap para problem solver. Jangan sampai mereka kalah.
Mindset
Para problem solver ini tidak lahir tiba-tiba, melainkan
terbentuk melalui proses panjang. Jika diidentifikasi, mudah mengenali apa
yang membuat mereka menjadi begitu berbeda. Perbedaannya adalah soal mindset.
Apa itu mindset?
Supaya mudah dipahami, saya pakai cerita Michael Jordan,
pebasket terbesar yang pernah ada di bumi ini. Dalam sebuah wawancara TV, dia
ditanya, ”Apa rahasianya sehingga Anda bisa menjadi pebasket yang hebat?”
Kata Jordan, dia selalu menanamkan kepada diri sendiri bahwa
setiap kali bertanding, itu adalah pertandingan terakhirnya. Dengan keyakinan
seperti itu, setiap kali bertanding, Jordan bermain habis-habisan. Keyakinan
yang dimiliki Jordan itulah mindset. Maka, untuk membenahi para pengacau,
kita mesti membereskan mindset mereka. Begitu pula kalau mau membenahi negeri
ini, kita harus membenahi mindset kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar