Kerendahan
Hati untuk Menolong Dunia
WAWANCARA
Ban Ki-moon ; Sekretaris Jenderal PBB
|
KOMPAS,
30 Agustus 2014
WAKTU
20 menit jelas terlalu singkat untuk mewawancarai seorang Sekretaris Jenderal
PBB. Sebagai pemimpin organisasi seluruh bangsa di planet ini, terlalu banyak
hal yang perlu ditanyakan kepadanya.
Namun
20 menit itu pun sudah merupakan kemewahan mengingat kesibukan Ban Ki-moon,
diplomat Korea Selatan yang menjabat Sekjen PBB sejak 2006. Maka, sejumlah
masalah dunia yang paling mendesak pun menjadi prioritas.
Tumbuh
suburnya radikalisme dan ekstremisme di Irak, Suriah, dan Afrika; konflik tak
berujung di Palestina; dan kembalinya Perang Dingin di Ukraina menjadi bagian
dari masalah mendesak dewasa ini. Ban menjawab semua pertanyaan dengan
tenang, kalem, dan bernada positif.
Sebagian orang
pesimistis dengan peran PBB menyelesaikan konflik-konflik terbaru itu.
Bagaimana pandangan Anda?
Karena
PBB dipercaya dengan mandat untuk menyelesaikan semua krisis ini dengan
cara-cara damai, melalui dialog, kami menjalankan segala cara dan sarana.
Pertama-tama, PBB selalu mencari penyelesaian krisis melalui cara-cara damai,
melalui diplomasi preventif, dengan mengerahkan para mediator, fasilitator,
dan utusan khusus yang sangat terampil. Pada sebagian besar kasus, kami
berhasil membawa pihak-pihak yang bertikai ke meja dialog.
Akan
tetapi, krisis yang kita lihat di Ukraina, Irak, Gaza, Suriah, Sudan Selatan,
Afrika Tengah, Mali, dan di sejumlah tempat lain lebih disebabkan kurangnya
kemauan pihak yang terlibat (untuk berdialog). Dalam setiap kasus itu, saya
telah berbicara dan bertemu para pihak yang terlibat. Baik secara langsung
maupun melalui utusan khusus, mediator, dan fasilitator, mengajak mereka ke
meja perundingan.
Ban
Ki-moon kemudian menyebut keberhasilan perundingan gencatan senjata permanen
antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza. ”Ini membesarkan hati. Namun, di
saat yang sama, kita harus melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mencegah
gencatan senjata ini runtuh dan membuka kekerasan baru lagi,” ujar Ban.
Menurut Anda apakah
perangkat yang dimiliki PBB saat ini sudah cukup atau justru masih kurang?
Piagam
PBB menyediakan semua sumber daya, sarana, dan cara yang baik. Misalnya, Bab
VI Piagam PBB memberikan berbagai cara dan sarana (penyelesaian sengketa
secara damai), mulai dari mediasi, fasilitasi, arbitrase, hingga negosiasi.
Untuk itulah saya menunjuk banyak utusan khusus, pelapor, penasihat khusus,
dan negosiator.
Lalu,
ada Bab VII yang memberikan penegakan sanksi-sanksi saat ada pihak-pihak yang
tak mematuhi aturan di piagam ini. Bab VII memberi jalan bagi
organisasi-organisasi regional, subregional, dan internasional turut berperan
dan bekerja sama.
Jadi,
kami sudah memiliki perangkat yang baik. Pertanyaannya adalah apakah
negara-negara anggota benar-benar bersedia menyelesaikan semua krisis dan
perbedaan pendapat melalui cara-cara damai, dialog. Itu masalah utamanya.
Kita telah sering melihat kurangnya kemauan politik. Alih-alih menyelesaikan
melalui dialog, mereka memilih menggunakan kekuatan militer, mengobarkan
perang, yang menciptakan banyak konsekuensi tragis, banyak korban jiwa, dan
kehancuran masyarakat mereka sendiri.
Akhir-akhir ini muncul
kecenderungan maraknya radikalisme seperti yang dilakukan NIIS di Suriah dan
Irak, atau Boko Haram di Nigeria. Menurut Anda, apa yang menjadi akar
radikalisme itu?
Radikalisme,
ekstremisme, dan terorisme, menurut saya, semua itu pertama-tama adalah
dampak salah urus, kurangnya tata pemerintahan yang baik. Kurangnya
inklusivitas di negara-negara tersebut.
Saat
suara rakyat tak didengar pemimpin negara bersangkutan, akan muncul keluhan
dan jeritan rakyat. Saat jeritan rakyat ini tidak ditanggapi atau ditangani
dengan baik, akan menciptakan tempat bagi tumbuhnya segala macam ekstremisme
ini.
Semua
ekstremisme dan terorisme ini harus dihadapi dengan sungguh-sungguh dan tegas
oleh masyarakat internasional melalui solidaritas dan persatuan. Tak ada
tempat buat mereka di komunitas kita. Saya sangat khawatir dengan penyebaran
berbagai jenis aliran ini. Tak ada satu pun negara yang bisa menghadapi ini
sendirian. Bahkan, PBB pun tak bisa bertindak sendirian. Kita harus
menciptakan dukungan dan solidaritas global untuk menangani masalah ini.
Bagaimana Anda
menghadapi perasaan bahwa beban dunia ini semua ada di pundak Anda?
Sebagai
sekretaris jenderal, saya selalu mengawali hari saya dengan kerendahan hati.
Dan (berpikir) bagaimana saya bisa memecahkan dan menangani masalah dengan
lebih baik, memenuhi harapan banyak orang yang berharap PBB bisa memberikan
bantuan dan pertolongan mendesak.
Ada
begitu banyak orang yang sangat membutuhkan pertolongan kami, orang-orang
sakit, orang-orang miskin, yang hak asasi dan martabat mereka diinjak-injak
pemimpin sebuah negara atau komunitas. PBB dibentuk untuk menolong mereka.
Dalam kaitan itu, saya selalu merasa rendah hati bahwa saya harus bekerja
lebih baik dan memenuhi harapan orang-orang ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar