Minggu, 31 Agustus 2014

Sejarah dan Rekayasa Pemenang

Sejarah dan Rekayasa Pemenang

Agus Dermawan T  ;   Pengamat Budaya dan Seni
KORAN TEMPO, 30 Agustus 2014
                                      


Pada 1987, Basoeki Abdullah mencipta puluhan lukisan bertema wayang orang. Lukisan berbahan pastel di atas kertas itu disiapkan untuk dijual, demi mencari dana bagi keberangkatan delegasi kesenian Indonesia ke Festival Babilonia di Irak. Dalam sejumlah lukisan, ia menggambarkan wajah Rahwana, Rama, sampai Buto Cakil dengan semaunya sendiri. Artinya, berbeda dengan persepsi publik. Bahkan, ketika menggambar Srikandi, wajahnya mirip dengan pedangdut Camelia Malik. Saya menanyakan ihwal ini kepadanya, "Kok?" Basoeki menjawab, "Di tanganku, wajah Drupadi sah untuk mirip dengan wajah ibumu!"

Dalam kondisi mati kutu, saya dibawa Basoeki ke depan studionya, yang terletak di sudut Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta. Di situ ia menunjukkan Patung Pemuda di persimpangan, yang dibikin oleh pematung Moenir Pamoentjak. "Wajah patung itu alangkah mirip dengan Ibnu," ujar dia. Ibnu Sutowo adalah Direktur Utama Pertamina, yang mendanai pembuatan patung tersebut.

Dari peristiwa kecil di atas, saya tiba-tiba percaya adagium klasik bahwa "sejarah ditulis oleh para pemenang". Dan pemenang cenderung menjadi penguasa. Sementara itu, penguasa adalah orang yang merasa sah untuk membuat apa saja, berkaitan dengan eksistensinya. Yang menguntungkan bisa ditonjolkan, yang melemahkan bisa dibikin kabur atau dihapuskan.

Bahwa sejarah milik para pemenang, kitab Indonesia telah membuktikan berulang-ulang. Cerita yang paling melekat adalah film Pengkhianatan G-30-S PKI yang dibikin Arifin C. Noer pada 1982. Film ini oleh Orde Baru (dengan bantuan ahli filsafat-sejarah Nugroho Notosusanto) secara tak seimbang diskenariokan untuk melemahkan posisi Presiden Sukarno. Dan, sebaliknya, film ini sangat meluhurkan peran Soeharto. Demi menguatkan kemenangan, film ini dijadikan tontonan wajib televisi setiap 1 Oktober, sampai 1997.

Namun, dari sekian banyak kisah "sejarah pemenang", yang paling kontekstual sekarang adalah sosok Muhammad Yamin (1903-1962), yang pada 22 Agustus kemarin berhari jadi (Tempo,18-24 Agustus 2014). Yamin adalah pemikir kemerdekaan legendaris dan multitalenta. Dari tangan Yaminlah tiba-tiba muncul wajah Gajah Mada, sang pencetus Sumpah Palapa.

Padahal, dari sejarah yang membentang sejak Gajah Mada wafat pada 1364, wajah mahapatih ini tak pernah diketahui. Sampai pada suatu ketika, Yamin menemukan pecahan celengan zaman Trowulan yang berbentuk kepala manusia. Tanpa argumen arkeologis, Yamin menyatakan bahwa itu adalah kepala atau wajah Gajah Mada.

Yang mengejutkan, setelah diusut-usut, raut muka yang terbentuk di keramik celengan itu mirip dengan wajah Yamin sendiri. Henk Ngantung, yang melukis wajah Gajah Mada versi Yamin pada 1950, menguatkan cerita ini. "Kata Bung Karno, ketika Yamin berusia 45, dengan berat yang ditambah 17 kilo, wajahnya sangat mirip dengan Gajah Mada." Bung Karno memang terkesan oleh lukisan rekayasa ini, sehingga dimasukkan dalam buku Lukisan-lukisan dan Patung-patung Koleksi Presiden Soekarno jilid I (1964).

Mungkin lantaran mirip Gajah Mada, Presiden Sukarno berkenan mengangkat Muhammad Yamin menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada Juli 1953. Dan Yamin melegitimasi wajah itu ke dalam buku-buku sekolah. Lagi-lagi, Yamin menjadi pemenang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar