Integritas
DPR
Tommi A Legowo ; Pendiri dan Peneliti Senior
Formappi
|
KOMPAS,
30 Agustus 2014
DEWAN
Perwakilan Rakyat baru (2014-2019) segera terbentuk. Harapan umum, DPR mampu berkinerja
lebih baik sehingga makin berintegritas daripada DPR 2009-2014 (saat ini).
Gugatan umum kepada DPR saat ini memang tertuju pada rendahnya integritas
DPR. Penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (April 2014) yang
menghasilkan Rapor Kinerja DPR 2009-2014 menyatakan, dalam skala 0-10,
rata-rata nilai kinerja anggota DPR 3,76; komisi DPR 3,74; dan fraksi 3,68.
Nilai-nilai ini termasuk kategori buruk.
Sepuluh
parpol akan mengisi keanggotaan DPR baru. Jumlah ini lebih satu dibandingkan
dengan sembilan parpol di DPR saat ini. Kehadiran Partai Nasdem merupakan
suatu kebaruan di DPR. Meski jumlah kursi DPR-nya relatif sedikit (35),
gagasan dan semangat restorasi Nasdem yang dibawakan secara konsisten dan
konsekuen dapat memberi warna baru di DPR.
Gerindra,
PKB, PDI-P, PAN, dan PPP menyumbang keanggotaan baru DPR sebanyak 47, 20, 14,
6, dan 2. Ini tambahan jumlah kursi parpol-parpol itu di DPR saat ini. Jika
keseluruhan kursi itu (89) diisi anggota-anggota baru DPR yang relatif fresh
dan membawa semangat pembaruan, ini akan mendatangkan suasana baru di DPR.
Demokrat, PKS, Golkar, dan Hanura adalah parpol-parpol yang kehilangan
sejumlah kursi dari Pemilu Legislatif 2014 jika dibandingkan dengan kursi
mereka di DPR saat ini, yakni 89, 17, 16, dan 2. Kehilangan kursi DPR berarti
kekalahan politik bagi yang bersangkutan.
Tiga tantangan
DPR
baru diisi paling kurang 332 (59 persen) anggota DPR lintas parpol yang
membawa potensi pembaruan di DPR. Jika potensi ini mewujud pada tindakan dan
kegiatan anggota DPR dalam menjalankan tugas, fungsi, dan perannya secara
disiplin dan taat asas, kekuatan sebesar itu akan sangat berpengaruh dalam
menegakkan integritas DPR. Tentu mereka juga harus kreatif dan inovatif untuk
penyelesaian masalah rakyat serta bersih dari perilaku yang menyalahi hukum,
tata susila, dan keadaban.
Global Commission on
Elections, Democracy, and Security (2012) merumuskan tiga aspek utama
penyelenggaraan politik berintegritas untuk mengokohkan pemerintahan
demokratis.
Pertama,
integritas merujuk kepada incorruptibility
or a firm adherence to a code of moral values (ketidaktercelaan atau
suatu pendirian kokoh atas panduan nilai-nilai moral). Memiliki integritas
kuat berarti teguh dan konsekuen pada panduan moral atau etika serta tak dapat
digoyahkan oleh iming-iming material-finansial ataupun
kepentingan-kepentingan sempit (parokial).
Integritas
DPR mencakup pendirian terhadap prinsip-prinsip demokratis yang mendasari
penyelenggaraan tugas, fungsi, dan peran DPR sebagai perwakilan rakyat, mitra
kerja (pengawas dan penyeimbang) pemerintah, dan agen demokratisasi. Panduan
proseduralnya ada dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan tata tertib
DPR; panduan etikanya ada dalam Kode Etik Anggota DPR.
Sebagai
perwakilan rakyat, DPR harus disiplin dan jujur mendengarkan, menyerap, dan
memperjuangkan pemenuhan aspirasi rakyat, tak boleh menggadaikan aspirasi
rakyat demi keuntungan diri dan kelompoknya.
Sebagai
mitra kerja pemerintah, DPR harus mampu mencegah pemerintah sewenang-sewenang
dan korup, memastikan kebijakan pemerintah ditujukan bagi kepentingan rakyat.
DPR harus bersih dari beragam tindak tercela untuk bisa tegas menjalankan
tugas dan memainkan peran itu. Sebagai agen demokratisasi, DPR harus
demokratis dalam dirinya sendiri untuk jadi contoh bagi pengembangan
demokrasi di masyarakat.
Kedua,
integritas juga berarti soundness or
unimpaired conditions (kondisi yang terpuji atau teruji). Menyatakan
anggota DPR berintegritas berarti menggambarkan anggota DPR itu menjalankan
tugas, fungsi, dan perannya secara kompeten dan profesional. Kompeten berarti
paham atas masalah pada bidang perhatian dan pengabdiannya. Profesional
berarti mampu menyelesaikan masalah dengan baik sesuai tujuannya. Setiap
anggota DPR dituntut memperkuat kompetensi dan memupuk profesionalitasnya.
Akibat dari DPR tak kompeten/profesional, tidak peduli karena kesengajaan
ataupun hambatan lainnya (teknis ataupun politis), rakyat kehilangan
kepercayaan kepada DPR. Pengalaman DPR selama masa reformasi jelas
membuktikan ini.
Meninggalkan masalah
Ketiga,
integritas juga mengacu kepada completeness
or the state of being complete (keparipurnaan atau hasil yang paripurna).
Pemahamannya, DPR berintegritas adalah DPR yang menyelesaikan tugas,
melaksanakan fungsi, dan memainkan perannya secara paripurna (selesai dengan
sempurna). Ini berarti tak ada pekerjaan yang ditunggak dan masalah yang
ditinggalkan. Pengalaman DPR selama ini banyak menunggak pekerjaan dan
meninggalkan masalah. Realisasi Program Legislasi Nasional, misalnya, tak
pernah mencapai 50 persen dari target setiap tahun. Pada 2013, hanya mampu
menyelesaikan 16 (21 persen) RUU dari target 75.
DPR
juga sering meninggalkan masalah. Contoh mutakhir, revisi UU 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Substansi revisi UU ini dinilai menjadikan
DPR lembaga tertutup sekadar melancarkan pemenuhan kepentingan kelompok
sebagai hasil dari polarisasi politik Pilpres 2014. (Saldi Isra, ”Merampas Kuasa Senayan,” Kompas, 17/7). Ini bisa
jadi masalah besar bagi DPR baru dalam pertanggungjawaban kinerjanya kepada
rakyat.
Kebaruan
keanggotaan DPR berpotensi besar bagi tegaknya integritas DPR. Apalagi jika
setiap pimpinan dan anggota DPR selalu ingat dan berkehendak mewujudkan
sumpah/janji pelantikannya. Satu penggalannya ”...bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan
sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan....”. Sumpah/janji itu semestinya diyakini sebagai pernyataan
pelepasan kesetiaan kepada parpol atas alasan utama penyerahan kesetiaan
kepada negara demi mewujudkan kebajikan umum. Itu integritas DPR. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar