Selamat
Jalan Pahlawan Muda
Herie Purwanto ; Kasat Binmas Polres Pekalongan Kota
|
SUARA
MERDEKA, 04 Agustus 2014
Mendengar anggota Polri gugur dalam melaksanakan tugas, entah
itu tertembak pelaku kriminal seperti dialami Briptu Yoga Axsel Zethro Ginuny
di Papua ataupun yang menimpa Briptu Dwi Adi Leksono, anggota Satuan Lalu
Lintas Polres Pekalongan Kota, yang ditabrak pengemudi mobil saat mengatur
arus balik, hati kita pasti tersentuh. Terlebih, bila ia meninggalkan istri
yang lagi hamil atau anak masih kecil.
Kebanyakan orang mungkin menganggap hal itu bagian dari risiko
profesi. Namun dari sisi kemanusiaan, hal itu tetap saja menyentuh kepedihan
yang mendalam. Lebihlebih meninggalnya Briptu Dwi Adi Leksono, tertabrak oleh
orang yang diduga terpengaruh oleh minuman keras. Pelaku dalam kondisi
demikian bisa dipastikan mengabaikan keselamatan orang lain, bahkan dirinya.
‘’Budaya’’ menyukai minum miras ataupun mengonsumsi obat-obatan
terlarang, kemudian mengemudi kendaraan bermotor, jelas ìkelalaianì yang
disengaja. Kita bisa melihat dari beberapa kasus, di antaranya kasus
tertabraknya beberapa orang di trotoar Tugu Tani, Jakarta, beberapa tahun
lalu yang dipicu oleh penemudi mobil yang mengonsumsi narkoba. Fakta itu
menjadi sebuah prasasti atas risiko memenuhi kesenangan pribadi, namun
mengabaikan keselamatan orang lain.
Kembali pada gugurnya polisi saat bertugas, khususnya dalam
mengatur lalu lintas, tentunya menyisakan pertanyaan. Sudahkah ia menempatkan
diri dalam posisi aman? Pada kasus yang menimpa Briptu Adi, perlengkapan
seperti rompi berwarna hijau mencolok dan berfosfor yang memantulkan cahaya,
baterai merah berkedip-kedip (traffic
lamp), hingga body protect
seperti barikade, motor atau mobil yang dipalangkan, atau bentuk body protect lainnya sudah
dilaksanakan.
Permasalahan yang kemudian muncul , kadang arus lalulintas yang
diatur sangat memungkinkan petugas hanya fokus pada satu titik perhatian.
Pemakai jalan yang tidak sabar dan nekat menerobos antrean dengan melanggar
marka jalan, menjadikan petugas kadang ìmelebarî pada zona yang membahayakan
dirinya.
Dilema Sosial
Pada titik inilah, pengendara motor atau pengemudi mobil yang
kurang waspada, kurang berhati-hati, bertindak sembrono atau di bawah
pengaruh miras tidak bisa menguasai diri bahwa di depannya berdiri petugas
yang lagi mengatur lalu lintas. Perilaku mengemudi di jalan seringkali juga
menciptakan dilema sosial bagi para pengemudi.
Mereka dihadapkan pilihan antara mengemudi mengikuti aturan guna
menunjang ketertiban dan melanggar aturan demi keuntungan sendiri meskipun
ada konsekuensi mengabaikan ketertiban, termasuk abai terhadap peringatan
atau keberadaan petugas pengatur lalu lintas.
Menurut Hardin (dalam Gifford, 1997), individu selalu menghadapi
pilihan sulit untuk memilih apakah bertindak berdasarkan self interest yang
lebih mengendepankan ego pribadi atau public
interest yang mengutamakan kesepakatan ataupun aturan bersama.
Dalam kondisi seperti maka jadi sebuah pembelajaran dan
instrospeksi, baik bagi petugas lalu lintas di tengah keramaian arus lalu
lintas, maupun pengguna jalan raya lain. Keduanya arus menyadari ada hak
hidup, dan hak selamat bagi orang lain. Mendasarkan hal itu mestinya apabila
akan menghidupkan mesin kendaraan bermotor, ia harus bisa memastikan diri
dalam keadaan sehat, sadar sepenuhnya, dan tidak di bawah pengaruh minuman
keras atau obat. Termasuk obat yang benarbenar untuk kesehatan tapi berefek
samping membuat orang yang mengomsumsinya mengantuk.
Apa yang menimpa Briptu Adi, bagi jajaran kepolisian janganlah
menjadi trauma, namun menjadi sebuah prasasti sejarah bahwa dalam
melaksanakan tugas, sekecil apa pun situasi dan kondisi tidak boleh dianggap
remeh atau under estimate. Saya bangga pada Briptu Yoga, Briptu Adi, dan
pahlawan-pahlawan muda Polri yang gugur dalam memberikan pengabdian terbaik
kepada bangsa dan negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar