Pesta
Ekonomi Kerakyatan
Susidarto ; Praktisi Perbankan, Pemerhati Masalah Sosial Ekonomi
|
SUARA
MERDEKA, 04 Agustus 2014
DATA statistik pemerintah menyebutkan, mudik Lebaran tahun ini
setidaktidaknya melibatkan 30 juta lebih pemudik. Proses mudik merupakan
bentuk konsekuensi logis dari tingginya mobilitas pekerja yang tidak lagi
dibatasi kabupaten/ kota atau provinsi. Tidak menarik dan langkanya lapangan
kerja di pedesaan memaksa sebagian penduduk golongan muda mencari pekerjaan
di kota besar. Fenomena ini akibat dari tidak meratanya pusat pertumbuhan
bisnis di seluruh kawasan namun cenderung hanya terkonsentrasi di kota besar.
Apa pun motivasinya, satu hal yang layak direnungkan adalah
fenomena mudik Lebaran membawa dampak ekonomi tidak kecil. Dana yang dibawa
pemudik dari berbagai kota besar bisa memutar dan menggeliatkan roda
perekonomian pedesaan. Berbagai kawasan penunjang seperti Wonogiri, Kebumen,
Cilacap, dan beberapa kawasan yang dekat dengan Semarang, yang notabene
merupakan daerah pemasok tenaga kerja, ikut kecipratan dampak ekonomi mudik.
Tak hanya itu, tiap bulannya incoming
remittance (transfer dari TKI) yang mengalir ke daerah ini ternyata cukup
besar (baik dari dalam maupun luar negeri).
Jika kita berandaiandai bahwa pemudik di kawasan Jateng,
khususnya yang bekerja di berbagai kota besar ini pulang ke kampung halaman,
dan berjumlah ratusan ribu orang maka uang yang dibawa ke pedesaan, dan
memutarkan roda bisnis akan menjadi besar. Seandainya tiap pemudik
membelanjakan uang hingga Rp 500 ribu saja sepanjang mudik Lebaran maka
peredaran uang di kawasan kota-kota satelit di sekitar Semarang menjadi
besar. Nilainya mungkin puluhan bahkan ratusan miliar rupiah. Memang selama
ini belum pernah ada penelitian masalah ini. Namun, dampak ekonomi yang
ditimbulkan tidak bisa dipandang sebelah mata. Ekonomi rakyat yang selama ini
cenderung mati suri akibat sepinya permintaan pasar akan kembali bergairah.
Ekonomi rakyat dalam hal ini biasanya berhubungan dengan bisnis
makanan dan minuman, pakaian, mainan anak-anak, perhotelan (penginapan),
wisata, serta kegiatan perekonomian kreatif lain, selama ini sepi permintaan.
Tapi setidaknya ritual mudik Lebaran menjadikan berkah tersendiri bagi pelaku
ekonomi kerakyatan, yang selama ini kembang-kempis terkena imbas/dampak
krisis ekonomi global. Wajah perekonomian rakyat kembali menjadi bergairah.
Terjadi pesta ekonomi kerakyatan.
Inilah dampak ganda dari prosesi mudik, yang seringkali hanya
dipandang secara parsial (tidak utuh). Padahal ritual ini sangat dinantikan
baik oleh pemudik, sanak-saudara di kampung halaman, maupun pelaku ekonomi
(sektor riil), para pengusaha gurem, yang seolah mendapat ”rezeki tiban”
mudik Lebaran. Periode pemudik pulang kampung yang cukup panjang (maksimal 10
hari) setidaknya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang kreatif dalam menangkap
peluang bisnis.
Peningkatan Profit
Di sini kreativitas dan inovasi perlu dikembangkan lebih lanjut
untuk menyosong periode emas yang sangat pendek ini. Segala sisik-melik
persiapan harus dilakukan. Kalau perlu menambah barang dagangan, sehingga
omset bisnis akan meningkat. Pendek kata, periode emas mudik harus bisa
dimanfaatkan secara optimal. Dengan meningkatnya profit, mereka akhirnya juga
bisa ikut membahagiakan istri/suami dan anak-anaknya dalam menyongsong
Lebaran dan hari-hari mendatang dengan lebih berkualitas.
Kawasan desa akhirnya menjadi kembali hidup dengan kehadiran
para pemudik ini. Desa yang selama ini merana ditinggalkan kaum muda, kembali
bergairah. Bahkan dari berbagai bentuk komunikasi dan diskusi dengan pemudik
akan tercipta peluang bisnis baru di kawasan pedesaan yang selama ini belum
pernah terpikirkan bersama. Bukan tidak mungkin pemudik ini mencoba berinvestasi
di desanya, dan selanjutnya terciptalah lapangan kerja baru. Kalau pemudik
ini lantas bisa membawa pemodal besar masuk ke desanya maka kehidupan bisnis
di pedesaan akan semakin bergairah. Akhirnya pesta perekonomian rakyat
benar-benar terjadi.
Melihat dampak ekonomi mudik yang demikian besar maka tidak
terlalu mengherankan kalau fenomena ini ditunggu banyak pihak. ”Rezeki tiban”
Lebaran akan memungkinkan banyak warga meningkat penghasilannya. Demikian
demikian, multiplier effect yang
dihasilkan dari fenomena mudik merupakan sesuatu yang bisa dihitung secara
matematis. Kiranya tak hanya itu, mudik kali ini hendaknya bisa dijadikan
momentum perbaikan ekonomi ke depan, mengingat kehadirannya yang begitu
strategis untuk memengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pinggiran.
Bagaimanapun mudik Lebaran tetap menjadi upacara menarik. Dengan
demikian, budaya mudik memiliki daya pikat dan daya tarik tersendiri. Dengan
mudik itulah pemudik menjadikan arena untuk menunjukkan tampilan yang
bercorak metropolis. Di samping itu juga dapat bertemu dengan keluarga serta
kawan lama yang berada di kota lain sebagai ajang tukar-menukar informasi dan
pengalaman. Pada saat yang bersamaan memungkinkan terjadi perpaduan antara
budaya perkotaan dan pedesaan. Mudik Lebaran juga sebagai seremonial
spiritual yang memiliki nilai sosial besar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar