Jumat, 15 Agustus 2014

Penguasa, Mari Berpanjat Pinang!

                            Penguasa, Mari Berpanjat Pinang!

V Sigit Tri Prabowo  ;   Perajin anyaman di Gombong Kabupaten Kebumen
SUARA MERDEKA, 13 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

"Hadiah lomba dibagi sesuai kebutuhan karena semua sadar tak ada yang layak mengklaim paling berjasa"

Sebagai bekas ‘‘atlet‘‘ panjat pinang andalan RT, saya menganggap Agustus adalah bulan penuh kegairahan. Bulan ketika batang-batang pinang ditancapkan, dan di puncaknya hadiah digantungkan. Panjat pinang adalah lomba penuh sorak-sorai bagi kami, orang-orang kecil. Kontestasi untuk meraih kegembiraan bersama, jauh melampau nilai hadiah yang digantung di puncak. Kegiatan yang jauh dari caci-maki, fitnah, dan manipulasi.

Langkah pertama dalam strategi panjat pinang adalah kesediaan bercermin diri. Tiap anggota regu mesti memahami potensi dan kelemahan diri. Atlet bertubuh gempal mesti ikhlas menempatkan diri sebagai dasar supaya ia tidak menjadi beban pemain di bawahnya. Atlet  berikutnya yang sedikit lebih kurus akan memanjat sambil bertumpu di pundak si gempal. Begitu seterusnya sampai pemain yang paling kecil dan kurus.

Enak dong pemain yang paling kurus karena dia yang akan meraih hadiah?  Jangan khawatir, kami, para atlet panjat pinang selalu bersikap kesatria. Pemain teratas akan meraih hadiah kemudian menjatuhkannya ke bawah untuk kemudian dikumpulkan dan dinikmati bersama.

Si gempal di bawah pun tidak pernah merasa khawatir bahwa sang peraih hadiah bakal bertindak licik menyimpan hadiah untuk dirinya. Adapun si kurus juga tak berat hati menjatuhkan hadiahnya ke bawah karena tak mungkin si gempal di bawah sana melarikannya.

Panjat pinang juga bukan koalisi sarat kepentingan kelompok. Pembagian hadiah dalam panjat pinang tak berhubungan dengan besarnya kekuatan atau kelincahan menggapai bingkisan. Hadiah dibagi sesuai kebutuhan, karena semua sadar soal sumbangsih tak ada yang layak mengklaim paling berjasa.

Karena kesadaran itulah kami lebih tanggap apa yang dibutuhkan sesama. Bingkisan tas sekolah tentu jadi milik dia yang anaknya hendak masuk sekolah. Bingkisan termos air panas untuk dia yang istrinya sebentar lagi melahirkan dan tentu sering butuh air panas. Dalam panjat pinang kami percaya untuk saling menggantungkan harapan. Kami ikhlas bekerja keras karena tahu teman-teman kami yang lebih kuat, mendukung dengan sepenuh hati. Sementara yang di bawah rela berkorban menjadi tumpuan karena tahu hasil kerja keras tak hanya dinikmati di atas sana.

Sarat Pengajaran

Panjat pinang tidak hanya menjadi sumber kegembiraan. Ia juga sarat pengajaran. Dengan panjat pinang, kami tahu bahwa keikhlasan, keteguhan, dan kepercayaan adalah perpaduan untuk menuai keberhasilan. Kami, para pemanjat kurus kecil bersemangat bekerja keras karena percaya pada dukungan kukuh sahabat-sahabat di bawah.

Sementara para sahabat yang berbadan gempal ikhlas melayani karena mereka sudah tahu bahwa hasil kerja keras ini adalah milik bersama. Bahwa para peraih hadiah di atas tak akan pernah melupakan dukungan yang di bawah. Dalam hidup bangsa yang penuh karut-marut ini para bekas ‘‘atlet‘‘ panjat pinang selayaknyalah terus menyalakan semangat.

Banyak kekecewaan kami rasakan, banyak pengkhianatan kami saksikan, namun kami tak pernah hilang harapan dan kepercayaan. Bisa jadi kepercayaan kami telah dimanfaatkan, atau malah disalahgunakan. Wahai para penguasa, sesungguhnya kami sudah memiliki pelajaran bagaimana harus hidup berbangsa. Maka janganlah kalian merusaknya dengan mencerai-beraikan kami dalam kotak-kotak kepentingan. Janganlah membujuk-bujuk kami untuk menggadaikan harapan demi kursi kalian.

Bahkan, jika ada waktu, sudilah berpanjat pinang bersama kami supaya Anda juga bisa belajar. Belajar tentang keikhlasan dan pengorbanan, termasuk mengenai kepercayaan dan pelayanan, dan terutama belajar memeluk teguh batang pinang penopang harapan: Pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar