Jumat, 15 Agustus 2014

Mudik Belum Aman

                                                 Mudik Belum Aman

Toto Subandriyo  ;   Pengamat masalah sosial, Tinggal di Tegal
SUARA MERDEKA, 14 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

DI balik kemeriahan perayaan mudik Lebaran tahun ini ada kenyataan pahit, yakni banyaknya nyawa manusia melayang sia-sia di jalan raya. Polri mencatat jumlah korban meninggal selama H-7 hingga H+3 Lebaran 2014 mencapai 515 orang. Dari angka tersebut, 490 jiwa meninggal karena kecelakaan lalu lintas (lakalantas), dan 25 lainnya akibat kecelakaan di perairan (Kompas, 3/8/14).

Meski jumlah itu menurun dibanding tahun lalu, angka itu tetap menyangkut manusia. Tanpa mengecilkan arti dari usaha dan kerja keras yang dilakukan otoritas pemerintah di semua lini, kenyataan ini membuka mata kita betapa pekerjaan rumah kita dalam menyelenggarakan ritus mudik Lebaran yang aman, masih jauh dari harapan.

Sebagai tradisi bangsa Indonesia, ritual mudik Lebaran merupakan keajaiban budaya. Tak satu pun ritus budaya di Indonesia yang dapat menyamainya, dalam hal skala dinamika gerak massa. Mobilitas puluhan juta orang terjadi pada waktu hampir bersamaan. Hanya dalam hitungan hari, ritual itu berganti menjadi ritual balik, dengan jumlah jauh lebih besar karena ada fenomena migrasi berantai.

Mewujudkan ritual mudik Lebaran yang aman dan nyaman bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan juga tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Karena itu, bukan hanya dituntut manajemen yang betul-betul profesional melainkan juga curahan energi terpadu dan terukur dari seluruh komponen bangsa.

Haruskah deretan angka statistik korban jiwa itu kita biarkan terus berulang? Tidak adakah upaya dan kepedulian untuk mereduksi?

Lakalantas menempati peringkat makin tinggi sebagai penyebab kematian dan kecacatan seumur hidup. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan tahun 1990 lakalantas masih menempati urutan ke-9 penyebab kematian dan kecacatan. Tahun 2020 lakalantas diprediksi menempati urutan ke-3 penyebab kematian dan kecacatan, setelah penyakit jantung dan depresi.

Laporan yang pernah diterbitkan WHO dan Bank Dunia berjudul World Report on Road Traffic Injury Prevention menyebutkan bahwa tiap hari 3.000 orang meninggal akibat lakalantas, 85% terjadi di negara-negara berkembang. Lakalantas juga menjadi penyebab 90% cacat seumur hidup.

Ada empat pihak yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keberhasilan manajemen transportasi jalan raya. Pertama; operator transportasi. Keberadaan operator transportasi sangat menentukan keselamatan sebuah perjalanan. Namun, seringkali karena tuntutan mengejar setoran, perilaku mereka kerap mengabaikan keselamatan penumpang.

Perilaku sopir angkutan umum di jalan sudah bukan rahasia lagi. Stereotipe sopir bus umum kita saat ini sering diidentikkan dengan raja jalanan, berhenti mendadak di sembarang tempat, suka kebut-kebutan, melanggar marka jalan, menerobos antrean sehingga menimbulkan kemacetan.

Audit Keselamatan

Kedua; pengusaha transportasi. Komitmen moral tinggi dari pengusaha akan sangat menentukan keselamatan pemakai jasa. Tidak sedikit dari  mereka mengelola usaha secara business as usual. Mahalnya suku cadang kendaraan saat ini sering dijadikan justifikasi untuk tetap mengoperasikan kendaraan yang seharusnya sudah dikandangkan.

Ketiga; pemerintah selaku regulator. Pemerintah bertanggung jawab terhadap keselamatan publik pengguna jalan raya. Karena itu, upaya safety first harus menjadi fokus dalam setiap kebijakan. Upaya itu antara lain tercermin dalam konsistensi pelaksanaan sertifikasi laik jalan dan pemberian SIM.  Pemerintah juga berkewajiban mengaudit keselamatan secara rutin pada tiap penggal jalan yang dinilai rawan kecelakaan.

Keempat; masyarakat pengguna jalan lainnya. Beberapa tahun terakhir ini kendaraan mudik Lebaran didominasi kendaraan roda dua. Berdasarkan data Korlantas Mabes Polri, kejadian lakalantas pada perayaan mudik Lebaran tahun ini juga didominasi pengguna motor yang tidak tertib mematuhi aturan berlalu lintas. Ke depan perlu dipikirkan upaya mencegah penggunaan motor untuk mudik jarak jauh.

Bukan hanya itu, pola pikir masyarakat dalam hal kejadian lakalantas juga perlu pencerahan. Seringkali mereka menafsirkan keyakinan agama terlalu sempit. Tiap terjadi kecelakaan, selalu saja disebut ìsudah takdirnyaî. Pola pikir seperti ini sedikit banyak membuat masyarakat kurang waspada. Untuk itu peran alim ulama sangat besar dalam mencerahkan masyarakat.

Berbagai tindakan preventif diyakini dapat menghindarkan kecelakaan fatal, yang biasanya disebabkan human error, seperti oleh ulah sopir ugal-ugalan. Selain itu sering diawali dari hal-hal yang sebenarnya dapat dideteksi, seperti penggunaan ban gundul, kurangnya minyak sehingga rem blong, setir patah,  as patah karena kelebihan muatan, dan sebagainya.

Perlu kampanye berkelanjutan tentang arti penting menghargai keselamatan pengguna jalan. Termasuk upaya penegakan hukum bagi pelanggar aturan. Perlu membangun kesadaran kolektif di masyarakat bahwa keselamatan pengguna jalan raya sangat bergantung dari sikap individu-individu dalam mematuhi peraturan lalu lintas. Santun di jalan akan menghindari jatuhnya korban sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar